Senin, 06 Juni 2011

TULISAN SOFTSKILL BAHASA INDONESIA 2 "PERANAN LUAR NEGERI TERHADAP DALAM NEGERI INDONESIA"

Peranan Luar Negeri Terhadap Dalam Negeri Indonesia

A.Langkah-langkah pemerintah Orde Baru terhadap pembangunan politik luar negeri (1968-
1998).

Pada masa orde baru, militer sangat berperan dalam politik Indonesia. Militer mengajukan hak untuk memiliki perwakilan di pemerintahan, DPR, dan birokrasi. Hal ini menimbulkan konsep dwi-fungsi (dual-function) yang saat ini digunakan sebagai dasar keterlibatan militer dalam politik. Setelah kudeta 1965, posisi strategis dalam pemerintahan, baik dalam tingkat nasional maupun sub-nasional diambil oleh para perwira. Soeharto menaruh perhatian pada masalah pembangunan ekonomi dan mempertahankan hubungan persahabatan dengan pihak Barat. Pemerintahannya memperkenalkan kebujakan pintu terbuka di mana investasi asing ditingkatkan, dan bantuan pinjaman dibutuhkan untuk merehabilitasi ekonomi Indonesia. Soeharto menghentikan konfrontasi dengan Malaysia. Indonesia juga ktif dalam mendukung berdirinya organisasi ASEAN di tahun 1967 guna mempromosikan kerja sama ekonomi dan politik.

B. Hubungan Indonesia dengan Negara-negara lain.

Sebelum tahun 1988, para petinggi Indonesia sepakat bahwa ASEAN adalah fondasi politik luar negeri Indonesia yakni dalam bidang keamanan dan stabilitas. Indonesia memainkan peranan penting dalam pembentukan organisasi regional tersebut.
Tahun 1966, Soeharto menghentikan konfrontasi dengan Malaysia dan mulai menunjukkan pada dunia bahwa ia akan meninggalkan kebijakan Soekarno yang sangat agresif. Dengan membangun stabilitas politik, Indonesia dapat membangun ekonominya melalui investasi asing dan bantuan luar negeri.
ASEAN bukanlah organisasi regional pertama, akan tetapi sudah ada sebelumnya SEATO (The Southeast Asian Treaty Organization) yang didirikan oleh Amerika Serikat untuk menghadapi kekuatan komunis di wilayah Asia Tenggara. Pakta militer ini gagal mencapai tujuannya karena kekuatan komunis yang tidak dapat dilawan hanya dengan kekuatan militer konvensional dan kebanyakan dari anggota organiasasi ini tidak mempunyai komitmen yang kuat terhadap tujuan yang ada. Indonesia yang anti-kolonialisme bertentangan dengan organisasi ini dan Malaya sebagai sekutu Inggris yang bukan anggota SEATO menganggap bahwa organisasi tersebut tidak popular sehingga diperlukan pembentukan organisasi keamanan di luar SEATO. Dengan dukungan Filipina dan Thailand, Malaya membentuk organisasi budaya dan ekonomi ASA (Association of Southeast Asia). ASA mengundang Negara-negara di Asia Tenggara untuk bergabung dalam organisasi ini, akan tetapi tidak ada satu pun yang berminat, termasuk Indonesia di bawah Presiden Soekarno. ASA tidak berkembang juga disebabkan karena adanya perseteruan antara Malaya dan Filipina dalam masalah kepemilikan Sabah.
Selain itu juga ada organisasi Maphilindo (Malay, Filipina, Indonesia), tetapi organisasi ini pecah karena adanya perseteruan Indonesia dengan Malaya. ASA kembali bangkit setelah Ferdinand Marcos merubah kebijakannya terhadap Sabah, tetapi Indonesia tetap tidak ikut bergabung dalam organisasi ini.

C. Hubungan Bilateral Indonesia dengan Negara-negara ASEAN dan Posisi Indonesia dalam konteks ASEAN.

Hubungan Indonesia – Malaysia
Setelah Soeharto memegang kekuasaan, konfrontasi dengan Malaysia berakhir dan hubungan social-budaya dipulihkan. Banyak guru dan dosen yang dikirim ke Malaysia untuk mengajar di sana. Di tahun 1972, bahasa Melayu dan Indonesia disatukan oleh suatu system ejaan yang sama. Latihan militer bersama diadakan untuk menghancurkan kekuatan komunis di Sabah dan Serawak, perjanjian atas Selat Malaka ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Pada bulan Maret 1980, Indonesia mempererat kerjasama dengan Malaysia. Presiden Soeharto bertemu dengan Hussein Onn dan menghasilkan Doktrin Kuantan yang menganggap bahwa Vietnam berada di bawah tekanan Cina sehingga mengakibatkan Vietnam lebih mendekati Uni Soviet, dan ini dinilai akan membahayakan keamanan regional.
Tahun 1972, diadakan kerjasama dengan mengadakan Komite Perbatasan Bersama (Joint Border Committee/JBC) untuk menghadapi pemberontakan komunis di perbatasan Malaysia Timur. Di tahun 1984, kerjasama ini diperbaharui dengan memasukkan patroli laut dan udara di sepanjang perbatasan dan Selat Malaka. Sel;ain itu, penjagalan terhadap penyelundupan, perdagangan obat bius dan pemalsuan uang juga ditambahkan dalam kerjasama tersebut.
Hubungan Indonesia dengan Malaysia kembali bermasalah dengan adanya tawaran Indonesia atas fasilitas militer yang digunakan oleh angkatan bersenjata Singapura. Malaysia mengkritik dan menilainya sebagai ancaman terhadap keamanan Malaysia. Adanya warga Negara Indonesia yang digantung di Malaysia karena menjual obat bius karena Indonesia sebelumnya tidak berhasil menyelamatkan terhukum dengan meminta penundaan proses eksekusi. Selain itu, banyaknya pendatang illegal dari Indonesia ke Malaysia sejak tahun 1970 menimbulkan masalah karena meningkatkan angka kriminalitas dan penyebaran penyakit di Malaysia. Pada bulan Juni 1994, sengketa pulau Sipadan dan Ligitan menimbulkan kritik Indonesia atas pelanggaran yang dilakukan Malaysia.

Hubungan Indonesia – Singapura
Pada masa pemerintahan Soeharto, masalah militer yang terjadi antara Indonesia dengan Singapura mulai dikesampingkan. Soeharto menaruh perhatian pada rehabilitasi ekonomi dan pembangunan ekonomi dan menolak tindakan drastis. Akibat dari masalah militer tersebut, hubungan kedua Negara berada pada titik terendah dan memakan waktu lima tahun untuk menstabilkannya. Bulan Mei 1973, Perdana Menteri Lee Kuan Yem berkunjung ke Indonesia untuk membuka hubungan Indonesia – Singapura. Bersama dengan duta besar Kwoon Choy, ia menyempatkan diri unutk menaburkan bunga di pusara marinir dari kedua Negara yang gugur akibat konfrontasi militer. Tindakan ini menenangkan hati kedua Negara sehingga persahabatan kembali terjalin. Singapura juga memberikan informasi perdagangan bilateral untuk menunjukkan bahwa tidak ada lagi yang disembunyikan diantara kedua Negara.
Pada bulan Januari 1990 diadakan kesepakatan dalam mengembangkan kawasan industri Batam. Singapura juga akan membeli air minum dari pulau Bintan. Dengan ini Indonesia – Singapura kembali harmonis.Kepentingan timbal-balik juga dialaksanakan dengan mengadakan MOU (Memorandum of Understanding) yang memberikan izin kepada Singapura untuk melatih pasukan bersenjatanya di Indonesia. Juga dibukanya pangkalan udara di Pekan Baru yang dikembangkan kedua Negara sebagai ajang latihan militer bersama.Pada tahun 1994, Indonesia – Singapura menandatangani Persetujuan Kerjasama Pariwisata dan Persetujuan Pelayanan Udara yang memungkinkan kedua Negara mengambil keuntungan dari meledaknya industri pariwisata. Pada tahun 1995, Singapura menjadi penanam modal kumulati nomor enam di Indonesia.

Hubungan Indonesia – Singapura
Pada masa pemerintahan Soeharto, masalah militer yang terjadi antara Indonesia dengan Singapura mulai dikesampingkan. Soeharto menaruh perhatian pada rehabilitasi ekonomi dan pembangunan ekonomi dan menolak tindakan drastis. Akibat dari masalah militer tersebut, hubungan kedua Negara berada pada titik terendah dan memakan waktu lima tahun untuk menstabilkannya. Bulan Mei 1973, Perdana Menteri Lee Kuan Yem berkunjung ke Indonesia untuk membuka hubungan Indonesia – Singapura. Bersama dengan duta besar Kwoon Choy, ia menyempatkan diri unutk menaburkan bunga di pusara marinir dari kedua Negara yang gugur akibat konfrontasi militer. Tindakan ini menenangkan hati kedua Negara sehingga persahabatan kembali terjalin. Singapura juga memberikan informasi perdagangan bilateral untuk menunjukkan bahwa tidak ada lagi yang disembunyikan diantara kedua Negara.
Pada bulan Januari 1990 diadakan kesepakatan dalam mengembangkan kawasan industri Batam. Singapura juga akan membeli air minum dari pulau Bintan. Dengan ini Indonesia – Singapura kembali harmonis.Kepentingan timbal-balik juga dialaksanakan dengan mengadakan MOU (Memorandum of Understanding) yang memberikan izin kepada Singapura untuk melatih pasukan bersenjatanya di Indonesia. Juga dibukanya pangkalan udara di Pekan Baru yang dikembangkan kedua Negara sebagai ajang latihan militer bersama.Pada tahun 1994, Indonesia – Singapura menandatangani Persetujuan Kerjasama Pariwisata dan Persetujuan Pelayanan Udara yang memungkinkan kedua Negara mengambil keuntungan dari meledaknya industri pariwisata. Pada tahun 1995, Singapura menjadi penanam modal kumulati nomor enam di Indonesia.

D. Peran serta Republik Indonesia dalam oganisasi Internasional.

1. Peringatan 30 Tahun Konferensi Asia-Afrika.
Pada tahun 1985, Indonesia menjadi tuan rumah peringatan Konferensi Asia-Afrika di Bandung. Kurang lebih 100 negara Asia dan Afrika diundang. Dalam pertemuan tersebut, seluruh peserta tidak dapat menyetujui beberapa isu utama internasional. Akibatnya tidak ada resolusi. Beberapa komentar berpendapat bahwa ini bukanlah suatu konferensi. Tapi bagi Indonesia, ini adalah langkah pertama bagi indonesia untuk aktif kembali di dunia internasional.

2. Gerakan Non-Blok dan Pertemuan APEC.
Pada tahun 1987, Presiden Soeharto mengirim Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah untuk menghadiri konferensi Non-Blok di Zimbabwe, Afrika. Umar diperintahkan untuk menyampaikan keinginan Indonesia menjadi ketua konferensi Non-Blok selanjutnya. Tawaran itu ditolak alasnannya adalah karena Indonesia dinilai Pro-Barat oleh anggota lainnya yang Pro-Soviet. Selain itu, invasi Indonesia terhadap Timur Timur juga menimbulkan kemarahan negara-negara Afrika. Dan yang terakhir adalah penolakan Indonesia terhadap pembukaan kantor Organisasi Pembebasan Palestina di Jakarta. Tahun 1988, Ali Alatas kembali mengemukakan keinginan itu, tetapi hanya mendapatkan dukungan minoritas anggotanya. Pada tahun 1991 Indonesia berhasil mendapatkan dukungan disebabkan Indonesia antara tahun 1990 menyokong perdagangan bebas, baik di ASEAN maupun APEC.

3. Penengah antara Singapura dan Malaysia.
Pada bulan November 1986, terjadi ketegangan antara Singapura dan Malaysia akibat kunjungan Presiden Israel Chaim Herzog. Malaysia memprotes kunjungan tersebut dengan memanggil pulang duta besarnya dari Singapura. Namun Singapura menyatakan bahwa mereka mempunyai hak untuk mengundang setiap kepala negara untuk berkunjung ke negaranya. Perdana Menteri Lee Kuan Yew menunda pertemuan tersebut karena reaksi dari Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad. Setelah itu Presiden Soeharto diundang untuk mengunjungi Malaysia dan kemudian melanjutkan perjalanannya ke Singapura untuk menemui Perdana Menteri Lee. Hal itu diartikan bahwa itu adalah cara Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinannya.

4. Pertemuan ASEAN
Ketika Filipina dipimpin oleh Aquino, Filipina memerlukan dukungan dari negara-negara ASEAN sehingga pertemuan ASEAN ketiga diadakan di Manila. Presiden Soeharto datang dalam pertemuan tersebut meskipun mengabaikan rekomendasi dari para penasihatnya. Pertemuan ASEAN ketiga ini berhasil dilaksanakan pada bulan Desember 1987. Kepemimpinan Soeharto di antara para pemimpin negara ASEAN semakin kokoh sehingga Indonesia diperkenankan merancang agenda Pertemuan ASEAN keempat tahun 1992.

5. Ali Alatas: Pernyataan Politik Luar Negeri Baru.
Pada bulan Agustus 1988, dalam sebuah forum politik luar negeri di Yogyakarta, Ali Alatas mengajukan pernyaan bahwa Indonesia harus melanjutkan peran dominan, baik dalam masalah regional maupun internasional.

6. Pertemuan Informal Jakarta (Jakarta Informal Meeting/JIM)
Indonesia memperlihatkan kepemimpinannya di bidang regional dengan berupaya membantu memecahkan masalah Kamboja. Tahun 1980 Soeharto mengunjungi Perdana Menteri Hussein Onn di Malaysia untuk mencanangkan prinsip kuantan demi mendesak Vietnam meninggalkan Kamboja. Konsekuensinya, Vietnam akan mendapatkan bantuan ekonomi. Thailand tidak setuju dengan prinsip kuantan dan mengajukan “Cocktail Party”, namun Vietnam kurang berminat dengannya sehingga usaha ini dianggap gagal. Pada tahun 1987 diadakan Pertemuan Informal Jakarta dan Vietnam berkenan untuk hadir untuk mendiskusikan masalah ini sehingga Indonesia menjadi pusat perhatian dunia Internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar