Minggu, 05 Desember 2010

BAB 3 TUGAS METODE RISET

BAB III
METODOLOGI

DATA dan PENGUMPULAN DATA
Dalam penelitian ini responden diminta menyatakan pendapatnya atau persepsinya atas pertanyaan yang diberikan melalui empat pilihan yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Adapun pengukurannya menggunakan pengukuran ordinal untuk menghindari jawaban netral atau ragu-ragu maka hanya ada empat alternatif jawaban yang akan digunakan dan diberi skor 1- 4. Untuk perhitungannya adalah sebagai berikut:
(4); kecenderungan membeli obat sangat tinggi
(3); kecenderungan membeli obat tinggi
(2); kecenderungan membeli obat sedang
(1); dan kecenderungan membeli obat rendah
(0); tidak membeli


-Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survei dan wawancara. Metode survei adalah pengambilan sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat untuk pengumpulan data. Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada responden melalui percakapan.
-Teknik Analisis Data
a. Analisis Deskriptif
Analisis ini tidak menggunakan pengujian secara sistematis dan statistik. Dimaksudkan hanya untuk menggambarkan angka-angka responden dari objek penelitian yang diperoleh dari hasil analisis deskriptif.
b. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
c. Reliabilitas

Azwar (2002:150) merumuskan reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama.

Metode Penelitian
Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik simple random sampling, yakni sampel diambil secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Populasi dianggap homogen.
Dalam hal ini penulis mengambil sampel penelitian dari mahasiswa Universitas Gunadarma untuk kelas 4EA01 sampai dengan kelas 4EA07. Jumlah populasi kelas 4EA01 sampai dengan 4EA07 adalah sebanyak 375 mahasiswa. Untuk pengambilan jumlah sample penulis melakukan tekhnik pengambilan sampel dengan rumus sebagai berikut : n = N/1+(e)2 . Maka setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut didapat hasil perhitungan sampel sebesar 80 orang mahasiswa dengan tingkat presisi sebesar 10%.
(1) Uji Normalitas
(2) Korelasi dan
(3) Uji Chi Square

Hasil dan Pembahasan
1. Uji Normalitas
Tabel 1 (menguji kenormalan data)

Variabel
Rasio
Skewness
Rasio
Kurtosis
Shapiro
Wilk
K-S
Hasil
Kebudayaan -0.88475836 2.5582707 0 0 Tdk Normal
Social -1.77695167 2.1052632 0 0 Tdk Normal
Pribadi -1.60966543 2.5958647 0 0 Tdk Normal
Psikologis 0.95539033 2.8157895 0 0 Tdk Normal
Kep.Pembelian 0.75464684 1.8834586 0 0 Tdk Normal
Sumber : Data kuesioner

Dari hasil output tersebut maka dapat dikatakan data untuk seluruh variabel yang ada adalah Tidak terdistribusi Normal, karena nilai Asymp. Sig adalah lebih kecil dari nilai alpha yang digunakan dan juga ada beberapa nilai rasio skewness dan rasio kurtosis yang tidak terpenuhi. Maka dari hasil normalitas ini pengujian selanjutnya harus menggunakan statistika non parametrik.
Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui pola keeratan hubungan antar variabel. Dalam hal ini penulis menggunakan korelasi spearmen, karena dari hasil pengujian kenormalan data ternyata data tidak terdistribusi normal. Untuk data tidak normal dapat dikerjakan dengan korelasi spearmen, karena termasuk kedalam korelasi non parametrik. Dimana variabel bebasnya terdiri dari x1 sebagai variabel budaya, x2 sosial, x3 pribadi dan x4 adalah psikologis. Dan variabel terikatnya adalah keputusan pembelian. Hasil pengujian korelasi dapat dilihat pada tabel 2.

2. Korelasi
Tabel 2
Arah hubungan Korelasi Dan Signifikansi Antara
Variabel Bebas Denagn Variabel Terikat
Hubungan antar variable Nilai Korelasi Arah keeratan korelasi Sig Hubungan
Y dengan X1 0,466 Cukup kuat searah 0,037 Signifikan
Y dengan X2 0,355 Cukup kuat searah 0,000 Signifikan
Y dengan X3 0,230 Sangat lemah searah 0,018 Signifikan
Y dengan X4 0,350 Cukup kuat searah 0,001 Signifikan
Dari hasil uji korelasi Spearmen pada tabel 3 tersebut ternyata seluruh hubungan yang ada antara variabel independen dengan dependen dapat berkorelasi secara signifikan. Dan diantara variabel independen yang mempunyai nilai korelasi paling tinggi adalah antara variabel Y dengan X1 atau bisa disebut antara variabel Keputusan Pembelian dengan variabel budaya dengan nilai korelasi sebesar 0.466. Sedangkan nilai korelasi terendah terjadi antara variabel Y dengan X3 atau disebut antara variabel Keputusan Pembelian dengan Pribadi. Dari uji chi square di dapat hasil untuk variabel budaya, sosial, pribadi dan psikologis dengan nilai Asymp.Sig sebesar 0. maka dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa ke empat variabel bebas yang ada konsumen setuju dengan adanya pengaruh keempat variabel tersebut terhadap variabel keputusan pembelian. Dan satu lagi pada variable keputusan pembelian juga mempunyai nilai Asymp.Sig sebesar 0. maka dapat dikatakan bahwa konsumen setuju jika variabel keputusan pembelian di pengaruhi oleh variabel budaya, sosial, pribadi dan psikologis.

BAB 2 TUGAS METODE RISET

BAB II
LANDASAN TEORI

TEORI DASAR
Perilaku konsumen :
Adalah tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Focus dari perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang.
Menurut para ahli:
1. James F Engel
Perilaku konsumen di definisikan tindak-tindakan individu secara langsung terlibata dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomi termasuk proses pengambilan kepustusan yang mendahuli dan menentukan tindakan-tindakan tersebut (1988:8)

2. David L Loundon
Perilaku konsumen dapat diDefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang atau jasa (1984:6)

3. Gerald Zaltman
Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses dan hubungan sosial yang di lakukan oleh individu, kelompok dan organisasi dan mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai sutu akibat dari pengalaman dengan produk, pelayanan dan dumber-sumber lainya. (1979:6)



VARIABEL
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam keputusan pembelian suatu produk :
• Budaya
• Lingkungan sosial
• Komunikasi pemasaran
• Psikologis
• Individu
• Strategi pemasaran

PENELITIAN TERDAHULU
Kajian Penelitian Sejenis
Ritawati Tedjakusuma, Sri Hartini, Muryani, 2001. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam Pembelian Air Minum Mineral Di Kotamadya Surabaya” jurnal penelitian dinamika sosial vol.2 no.3 des 2001. Dari pengolahan dan analisis data, pengujian hipotesis, analisis, dan pembahasan hasil penelitian, maka hipotesis pertama diterima, bahwa perilaku konsumen dalam pembelian air minun mineral dipengaruhi secara bersama-sama dan bermakna oleh
faktor pendidikan, penghasilan, harga, kualitas, layanan dan promosi. Hal iniditunjukan oleh F Hitung = 34,677 lebih tinggi dari F Tabel = 2,14 dengan koefisien korelasi R sebesar 0,7203 dan koefisien determinasi ganda (R Squared) sebesar 0,5188. Hipotesis kedua yaitu harga mempunyai pengaruh dominan terhadap perilaku konsumen airminum mineral dinyatakan diterima.

HIPOTESIS
Y =PERILAKU KONSUMEN X4 =PSIKOLOGIS
X1 =BUDAYA X5 =INDIVIDU
X2 =LINGKUNGAN SOSIAL X6 =STRATEGI PEMASARAN
X3 =KOMUNIKASI PEMASARAN
JURNAL A : X1, X2, X4, dan X5 = Y
JURNAL B : X2,X3, dan X5 = Y
JURNAL C : X1, X2, X4, X5, dan X6 = Y

Artinya : X1 =BUDAYA Mempengaruhi
X2 =LINGKUNGAN SOSIAL PERILAKU KONSUMEN
X4 =PSIKOLOGIS
X5 =INDIVIDU

BAB 1 TUGAS METODE RISET

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Perilaku konsumen :
Adalah tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Focus dari perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang.

Menurut para ahli:
1. James F Engel
Perilaku konsumen di definisikan tindak-tindakan individu secara langsung terlibata dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomi termasuk proses pengambilan kepustusan yang mendahuli dan menentukan tindakan-tindakan tersebut (1988:8)

2. David L Loundon
Perilaku konsumen dapat diDefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang atau jasa (1984:6)

3. Gerald Zaltman
Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses dan hubungan sosial yang di lakukan oleh individu, kelompok dan organisasi dan mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai sutu akibat dari pengalaman dengan produk, pelayanan dan dumber-sumber lainya. (1979:6)
Mempertahankan konsumen adalah bagaimana mempertahankan supaya konsumen tetap loyal dengan satu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain, hamper dalam semua situasi bisnis, lebih mahal untuk mencari pelanggan baru dibandingkan mempertahankan yang sudah ada. Kepuasan pelanggan adalah persepsi individu dari performa produk atau jasa dalam hubungannya dengan harapan-harapan.


Dua wujud konsumen
1. Personal Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri.
2. Organizational Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan organisasi tersebut.
Tujuan Penelitian
(1) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh perilaku konsumen yang terdiri dari faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis terhadap keputusan untuk membeli produk.
(2) Untuk mengetahui diantara faktor budaya, sosial, pribadi
dan psikologi yang berpengaruh dominan terhadap keputusan konsumen untuk membeli produk.

SISTEMATIKA
Di abad modern sekarang ini, banyak manusia yang dalam kehidupannya mengiginkan sesuatu yang praktis dan mudah untuk dilaksanakan. Dalam hal ini yang paling utama adalah di bidang pangan, dimana mereka menginginkan suatu kemudahan dalam memperoleh dan mengolah makanan tersebut tanpa harus membuang waktu yang mereka miliki. Dengan adanya kejadian seperti ini produsen makanan selalu berlomba dan terus melakukan pengembangan produk makanan yang ada.
Dari Hasil Indeks Loyalitas tersebut ternyata Konsumsi untuk minyak Goreng sebesar mengalami peningkatan hingga mempunyai nilai indeks sebesar 85,5% pada tahun 2006. Lalu pada kopi bubuk mengalami peningkatan indeks menjadi 73,4 % pada tahun 2006. Dan konsumsi Mie instan mempunyai angka kenaikan yang cukup signifikan hingga mempunyai indeks sebesar 72,9%. Sementara itu indeks terendah pada tahun 2006 adalah minuman tidak bersoda sebesar 62.9% yang kalah bersaing dengan minuman bersoda. Produk mie instan sebagaimana diketahui adalah salah satu produk makanan cepat saji yang semakin lama semakin banyak digemari masyarakat karena kemudahan dalam hal penyajiannya. Dengan semakin banyaknya produk mie instan yang ada di pasaran berarti memberikan keleluasaan bagi konsumen untuk memilih merek yang sesuai dengan keinginannya. Oleh karena itu perlu bagi perusahaan untuk menganalisis perilaku konsumen produk tersebut untuk mengetahui pola pembeliannya. Lebih jauh lagi produsen dalam mendistribusikan produknya ke pasar konsumen berusaha agar produknya dapat diterima sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen. Untuk saat ini sudah banyak varian rasa yang telah tersedia di pasar untuk memenuhi kebutuhan para pecinta mie instan tersebut. Masing-masing produsen mempunyai produk unggulan yang digemari oleh setiap konsumen mereka. Pada setiap bungkus dari mie instan tersebut mempunyai karakteristik yang mewakili rasa dari produk itu sendiri. Keanekaragaman konsumen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari diri konsumen maupun luar konsumen. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen diantaranya adalah faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis.

KERANGKA PEMIKIRAN
Model perilaku pelanggan (Model of customer behavior)
Budaya memegang pengaruh yang sangat kuat bagi konsumen sarung dalam memilih produknya. Pada gambar Model of Buyer Behavior menjelaskan proses terjadinya pengambilan keputusan oleh pelanggan untuk membeli, diawali dari rangsangan pemasaran (marketing stimuli), yang terdiri dari :
1) Produk (Product) yaitu produk apa yang secara tepat diminati oleh konsumen, baik kualitas maupun kuantitasnya.
2) Harga (Price) yaitu seberapa besar harga sebagai pengorbanan konsumen dalam memperoleh manfaat produk yang diinginkan.
3) Distribusi (Place) yaitu bagaimana pendistribusian barang sehingga produk dapat sampai ke tangan konsumen dengan mudah.
4) Promosi (Promotion) yaitu pesan-pesan yang dikomunikasikan sehingga keunggulan produk dapat disampaikan kepada konsumen

Rangsangan marketing tersebut diatas dilengkapi dengan rangsangan lain-lain:
1) Ekonomi : Daya beli yang tersedia dalam suatu perekonomian bergantung pada pendapatan, yang tingkat dan distribusinya berbeda-beda.
2) Teknologi : yang paling kuat dalam membentuk hidup manusia dan dapat memberikan dampak positip dan negatif, termasuk dalam proses pemasaran .
3) Politik dan hukum dapat mempengaruhi kondisi dan stabilitas masyarakat yang mempunyai dampak terhadap rangsangan keputusan pembelian.
4) Budaya : Keyakinan, nilai-nilai dan norma dibentuk oleh masyarakat dimana mereka dibesarkan yang dapat bergeser mengikuti model atau trend baru. Rangsangan-rangsangan tadi kemudian membentuk buyer characteristic, yaitu cultural (kebudayaan), social (sosial), personal (pribadi) dan psychology (psikologi) yang merupakan karakteristik pembeli, yang dapat mendorong konsumen untuk melakukan proses pengambilan keputusan membeli barang sehingga konsumen mendapatkan manfaat.dari pemilihan produk yang dibeli. Budaya merupakan unsur yang sangat penting, yang mempengaruhi keinginan (wants) dan perilaku (behavior) seseorang.

Kamis, 04 November 2010

REVIEW JURNAL 3 Tugas Metode Riset

Tema : Perilaku Konsumen
Judul : Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli
produk/mengkonsumsi Buah Lokal

Pengarang : Sudiyarto dan Nuhfil Hanani

Tahun : 2003

Latar belakang

Pemasar harus berusaha untuk memahami konsumen, mengetahui apa yang dibutuhkannya, apa seleranya dan bagaimana ia mengambil keputusan.Sehingga pemasar dapat memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Pemahaman yang mendalam mengenai konsumen akan memungkinkan pemasar dapat mempengaruhi keputusan konsumen, sehingga mau membeli apa yang ditawarkan oleh pemasar. Persaingan yang ketat antar merek dan produk menjadikan konsumen memiliki posisi yang semakin kuat dalam posisi tawar-menawar (Sumarwan, 2003).
Pendekatan komoditas yang berfokus pada self sufficiency harus mulai digeser menjadi pendekatan agribisnis yang sarat dengan penciptaan nilai tambah dan berorientasi pada keuntungan. Pendekatan kecukupan pangan yang berorientasi pada produksi pangan hendaknya mulai digeser pada ketahanan pangan yang berorientasi pada ketersediaan dan daya beli masyarakat. Dengan demikian, pendekatan produksi bukanlah satu-satunya pendekatan yang mampu mencukupi kebutuhan pangan masyarakat (Sa’id,1999). Kebutuhan dan selera konsumen akan terpenuhi manakala ketersediaan produk dan daya beli masyarakat juga mampu mengatasinya.Usaha pemenuhan kebutuhan dan selera konsumen buah-buahantercermin dengan semakin membanjirnya buah impor baik dari ragam jenis buah maupun volumenya.

Sumarwan (1999), mengemukakan bahwa membanjirnya buah impor pada saat sebelum krisis moneter telah memojokkan buah-buahan lokal, persaingan yang datang dari luar serta kebijakan pemarintah yang kurang kondusif menyebabkan banyak petani yang semakin terpuruk. Namun krisis moneter menyebabkan buah impor semakin mahal dan semakin berkurang ketersediaannya di pasar. Sebaliknya pada saat yang sama, buah lokal semakin banyak tersedia di pasar dengan harga yang bersaing, oleh karenanya krisis moneter seharusnya dapat menjadi momentum yang tepat untuk merencanakan pengembangan buah lokal sebagai komoditas unggulan untuk ekspor maupun konsumsi dalam negeri.Konsumen merupakan salah satu komponen penting dalam sisem agribisnis. Menurut Sumarwan (1999), mengemukakan bahwa tumbuhnya sektor agribisnis akan ditentukan oleh seberapa besar permintaan konsumen terhadap produk-produk agribisnis. Memahami perilaku konsumen buah-buahan merupakan informasi pasar yang sangat penting bagi sektor agribisnis. Informasi ini diperlukan sebagai bahan masukan untuk merencanakan produksi, mengembangkan produk dan memasarkan buah-buahan dengan baik.Faktor-faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen menurut Kotler (1993) antara lain adalah faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologis.
Budaya merupakan salah satu penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar dan sesungguhnya seluruh masyarakat memiliki stratifikasi sosial dimana kelas sosial menunjukkan pilihan terhadap produk dengan merek yang berbeda-beda. Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik/ciri-ciri pribadinya, terutama yang berpengaruh adalah umur dan tahapan dalam siklus hidup pembeli, pekerjaannya, keadaan ekonominya, gaya hidupnya, pribadi dan konsep jati dirinya. Pilihan membeli seseorang juga akan dipengaruhi faktor psikologis utama, yaitu : motivasi, persepsi, proses belajar, dan kepercayaan dengan sikap.

Berdasarkan latar belakang, dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen dalam mengkonsumsi/ membeli buah, serta faktor apa sajakah yang dominan berpengaruh ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
Menganalisis pengaruh faktor-faktor
1). budaya,
2). lingkungan sosial;
3). Individu;
4). psikologis dan;
5). Strategi pemasaran terhadap perilaku konsumen dalam membeli/ mengkonsumsi buah lokal dan buah impor serta melihat faktor-faktor mana yang dominan.

Metodologi

Penelitian ini merupakan studi perilaku konsumen buah-buahan kota Surabaya serta sekaligus menganalisis daya saing buah (lokal terhadap impor) atas dasar nilai sikap kepercayaan konsumen terhadap masing-masing buah (apel; jeruk dan anggur). Sehingga lokasi penelitian ditentukan secara sengaja, sebaran lokasi penelitian adalah lokasi tujuan pemasaran buah dengan sasaran konsumen akhir, yaitu Kota Surabaya.
Jumlah responden sebanyak 140 responden, ditentukan secara accidental yaitu mewawancarai konsumen buah dengan kriteria :
1). Penggemar (senang) makan buah-buahan;
2). Pembeli rutin buah minimal satu bulan sekali;
3). Mewakili keluarga dan
4). Keluarga memiliki penghasilan.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survei dengan menggunakan instrumen penelitian:
Analisis Data
Tujuan penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Model (SEM) yang juga dinamakan Model Persamaan Struktural (MPS) dengan menggunakan piranti lunak (soft ware) AMOS. Tahap-tahap awal yang perlu ditempuh dalam mengaplikasikan Model Persamaan Struktural menurut Hair et al (1992) adalah sebagai berikut :

Hasil Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa variable-variabel
1). Budaya;
2). Lingkungan Sosial;
3). Individu;
4). Psikologis Konsumen dan
5). Strategi Pemasaran berpengaruh signifikan positip terhadap perilaku sikap konsumen buah lokal maupun buah impor.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai probabiltas (p) dikatakan signifikan jika critical ratio (CR) > 1,96 (Ferdinand, 2002).
Berdasarkan hasil analisis dengan SEM yang sudah dimodifikasi indeks 39 kali diperoleh nilai koefisien jalur dan critical ratio sebagai berikut

Jalur Koefisien Critical Ratio Keterangan Hipotesis
Sikap Budaya 0,544 (CR=7,274) Signifikan DITERIMA
Sikap Lingkungan Sosial -0,211 (CR=-1,171) Tidak Signifikan DITOLAK
Sikap Individu 0,061 (CR=0,452) Tidak Signifikan DITOLAK
Sikap Psikologi konsumen 0,439 (CR=3,412) Signifikan DITERIMA
Sikap Strategi bauran Pemasaran 0,225 (CR=1,690) Tidak Signifikan DITOLAK

Pembahasan

A. Pengaruh Budaya Terhadap Sikap Konsumen
Hasil uji hipotesis di atas ternyata memperlihatkan bahwa dengan nilai critical ratio (CR) 7,274 lebih besar dari 1,96 sehingga dapat dikatakan berpengaruh positip signifikan. Besarnya nilai pengaruh budaya terhadap sikap kepercayaan konsumen pada atribut buah lokal adalah sebesar 0,544 atau
54,40 %.
Budaya yang berpengaruh positip terhadap sikap konsumen menunjukkan bahwa perubahan ‘tata nilai’; ‘kebiasaan’ dan semakin berkembangnya ‘budaya popular’ dalam mengkonsumsi /membeli buah maka mendorong semakin tinggi sikap konsumen dalam menilai atribut-atribut buah lokal.

B. Pengaruh Lingkungan Sosial Terhadap Sikap Konsumen
Hasil analisis untuk uji hipotesis pengaruh lingkungan sosial terhadap sikap kepercayaan konsumen menunjukkan bahwa nilai critical ratio (CR) -1,171 lebih kecil dari -1,96, sehingga tidak signifikan. Besarnya nilai pengaruh lingkungan sosial konsumen terhadap sikap kepercayaan konsumen pada atribut buah lokal adalah sebesar 0,211 atau 21,10 %.
Lingkungan sosial konsumen yang tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen menunjukkan bahwa lingkungan sosial konsumen yang terdiri dari
1). status sosial;
2). Keluarga (anak; suami/istri) dan
3). Kelompok acuan (teman; tetangga dan ahli)
tidak mempengaruhi dalam sikap konsumen untuk mengkonsumsi /membeli buah lokal.
Hal ini berarti bahwa konsumen tidak perlu mempertimbangkan status sosialnya dan tidak perlu untuk minta pendapat /pertimbangan kepada anak; suami/ istri; teman; tetangga dan
para ahli dalam hal membeli buah, atau dengan kata lain pendapat dan saran keluarga; tetangga dan teman tidak berpengaruh nyata terhadap sikap kepercayaan dalam mengkonsumsi/ membeli buah lokal.

C. Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Sikap Konsumen
Faktor karakteristik Individu konsumen yang tidak siknifikan terhadap sikap konsumen menunjukkan bahwa semakin tinggi perkembangan individu konsumen yang terdiri dari
1). Usia;
2). Pendidikan ;
3). Pekerjaan ;
4). Pendapatan (income) dan
5). Gaya hidup konsumen maka tidak berpengaruh nyata terhadap sikap dalam membeli atau mengkonsumsi buah lokal.
Karakteristik individu yang semakin mapan tidak mendorong sikap konsumen untuk membeli/memilih buah lokal. Konsumen cenderung meninggalkan buah lokal dan memilih buah impor yang dinilai lebih baik kualitasnya dan bergengsi.

D. Pengaruh Psikologis Terhadap Sikap Konsumen
Hasil uji hipotesis ternyata dengan nilai critical ratio (CR) 3,412 lebih besar dari 1,96 sehingga berpengaruh positip signifikan. Besarnya nilai pengaruh psikologis konsumen terhadap sikap kepercayaan konsumen pada atribut buah lokal adalah sebesar 0,439 atau 43,90 %.Psikologis konsumen yang berpengaruh positip terhadap sikap konsumen menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi; persepsi dan pengetahuan dalam hal produk buah lokal maka semakin semakin tinggi sikap kepercayaan konsumen terhadap atribut-atribut buah lokal. Secara psikologis konsumen sudah mengenal dan akrab dengan buah-buahan lokal, sehingga kedekatan itu mendorong konsumen untuk bersikap positip terhadap buah lokal.

E. Pengaruh Strategi Pemasaran Terhadap Sikap Konsumen
Hasil uji hipotesis tentang pengaruh strategi pemasaran terhadap sikap kepercayaan ternyata menunjukkan bahwa nilai critical ratio (CR) 1,690 lebih kecil dari 1,96, sehingga tidak signifikan. Besarnya nilai pengaruh ‘strategi pemasaran’ terhadap sikap kepercayaan konsumen pada atribut buah local adalah sebesar 0,225 atau 22,50 %.
Strategi pemasaran yang tidak berpengaruh positip terhadap sikap konsumen menunjukkan bahwa tidak terdapat upaya-upaya dalam bentuk :
1). Strategi produk;
2). Strategi harga; dan
3). Strategi distribusi yang berpengaruh nyata terhadap mengkonsumsi /membeli buah maka semakin tinggi sikap konsumen dalam menilai atribut-atribut buah lokal.

Simpulan dan Saran

Beberapa simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sikap kepercayaan konsumen dalam membeli buah, menunjukkan bahwa :
1. Perubahan ‘budaya’ maupun peningkatan ‘psikologis’ konsumen, dapat meningkatkan secara nyata sikap-kepercayaannya dalam membeli/mengkonsumsi buah lokal.
2. Konsumen tidak perlu mempertimbangkan ‘Lingkungan sosial’-nya dalam membeli buah lokal dan peningkatan karakteristik ‘individu’ konsumen tidak menjadikan sikap kepercayaannya meningkat dalam membeli/ mengkonsumsi buah lokal.
3. Konsumen tidak merasakan adanya ‘Strategi pemasaran’ yang ditempuh perusahaan/ pemasar yang dapat mendukung meningkatkan ‘sikap-kepercayaan’-nya dalam membeli /mengkonsumsi buah lokal
Saran
1. Buah lokal perlu diperlakukan sebagai produk yang lebih dihargai di negeri sendiri.
2. Daya saing buah lokal agar ditingkatkan melalui : strategi pemasaran dan peningkatan atribut.

REVIEW JURNAL 2 Tugas Metode Riset

Tema : Perilaku Konsumen
Judul : Pengaruh faktor-faktor Perilaku Konsumen terhadap keputusan membeli obat Farmasi antara Apotek di Kabupaten Sukoharjo dengan Apotek di kota Surakarta
Pengarang : Muslichah, M. Wahyuddin, dan Syamsuddin
Tahun : 2005

Latar belakang

Surakarta sebagai kota tujuan pemasaran obat menunjukkan persaingan yang semakin kompetitif. Hal itu terlihat dengan semakin banyaknya apotek di wilayah Kota Surakarta. Apotek tersebut biasanya menyediakan produk dari berbagai perusahaan. Para pemilik apotek berharap agar konsumen memilih untuk membeli obat yang disukai. Fakta seperti ini menunjukkan bahwa kompetisi yang terjadi sangat ketat sehingga setiap perusahaan perlu usaha-usaha khusus agar tetap mampu bersaing. Merespons kondisi pasar yang semakin kompetitif dan dampak-dampaknya, perusahaan atau badan usaha harus selalu mengubah strategi dalam pemasaran. Sehubungan dengan itu, maka perlu dianalisis faktor apa saja yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan membeli obat. Penelitian yang dilakukan ini hanya difokuskan pada sejauh mana faktor lingkungan, faktor individu, dan factor komunikasi mempunyai pengaruh terhadap keputusan membeli obat. Definisi faktor lingkungan adalah hal (: keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya sesuatu (Alwi, 2002:239). Lingkungan diartikan sebagai semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan. Lingkungan dapat berupa tiga hal.
Pertama, lingkungan alam, keadaan (: kondisi, kekuatan) sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku organissasi.
Kedua, lingkungan kebudayaan, keadaan sistem nilai budaya, adat istiadat dan cara hidup masyarakat yang mengelilingi kehidupan seseorang.
Ketiga, lingkungan sosial, kekuatan masyarakat serta berbagai sistem norma di sekitar individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku mereka dan interaksi antara mereka (Alwi, 2002: 526).
Individu berasal dari kata latin, individuum yang berarti ‘yang tidak terbagi’. Kata individu merupakan sebutan untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Komunikasi pemasaran merupakan usaha untuk menyampaikan pesan kepada publik terutama konsumen sasaran mengenai keberadaan produk di pasar. Konsep yang umum sering digunakan untuk menyampaikan pesan adalah apa yang disebut sebagai bauran promosi (promotional mix). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Proses pengambilan keputusan konsumen tidak bisa terjadi dengan sendirinya, sebaliknya masalah kebudayaan, demografis, sosial, individu (karakteristik pribadi), dan psikologis secara kuat mempengaruhi proses keputusan tersebut (http://manbisnis.tripod.com 2005). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa variabel lingkungan, individu, dan bauran pemasaran pada pelanggan jamu PT Deltomed Wonogiri menghasilkan pengaruh ketiga variabel tersebut sebesar 23,8%. Dalam hal ini variabel yang paling dominan mempengaruhi adalah faktor individu (Dalima, 2004:41).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel faktor lingkungan, faktor individu, dan faktor komunikasi pemasaran terhadap keputusan membeli obat farmasi.


Metode Penelitian

1. Populasi Dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen obat-obatan farmasi di apotek Kota Surakarta dan Kabupaten Sukoharjo. Pengertian sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki dan dianggap bisa mewakili keseluruhan populasi (Djarwanto, 1998:108). Berdasarkan pendapat di atas, maka jumlah sampel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sebanyak 147 konsumen obat-obatan farmasi. Penentuan sampel sebesar 147 sudah sangat mencukupi dari ketentuan-ketentuan di atas.
2. Definisi Operasional Variabel
a. Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah keputusan pembelian. Indikator yang digunakan adalah apakah konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak membeli.
b. Variabel Independen
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor lingkungan (X1). Kemudian, factor individu (X2). Faktor individu dapat diberi pengertian sebagai hal (: keadaan) yang melekat pada pribadi orang secara fisiologi. Ketiga, faktor komunikasi (X3).
3. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini responden diminta menyatakan pendapatnya atau persepsinya atas pertanyaan yang diberikan melalui empat pilihan yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Adapun pengukurannya menggunakan pengukuran ordinal untuk menghindari jawaban netral atau ragu-ragu maka hanya ada empat alternatif jawaban yang akan digunakan dan diberi skor 1- 4. Untuk perhitungannya adalah sebagai berikut:
(4); kecenderungan membeli obat sangat tinggi
(3); kecenderungan membeli obat tinggi
(2); kecenderungan membeli obat sedang
(1); dan kecenderungan membeli obat rendah
(0); tidak membeli
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survei dan wawancara. Metode survei adalah pengambilan sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat untuk pengumpulan data. Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada responden melalui percakapan.


5. Teknik Analisis Data
a. Analisis Deskriptif
Analisis ini tidak menggunakan pengujian secara sistematis dan statistik. Dimaksudkan hanya untuk menggambarkan angka-angka responden dari objek penelitian yang diperoleh dari hasil analisis deskriptif.
b. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
c. Reliabilitas

Azwar (2002:150) merumuskan reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama.

Hasil Penelitian

1. Uji Validitas Instrumen
Hasil uji validitas yang merupakan rangkuman dari lampiran uji validitas untuk variabel lingkungan (X1), variabel individu (X2), dan variabel komunikasi pemasaran (X3) dengan program SPSS versi 10.0 didapatkan hasil bahwa dari 5 butir semuannya valid dengan demikian butir-butir dalam angket ketiga variabel tersebut layak dipergunakan sebagai instrumen penelitian.

2. Uji Reliabilitas
Hasil perhitungan variabel lingkungan (X1) menunjukkan koefisien Alpha Cronbach = 0.7086, untuk variabel individu (X2) menunjukkan koefisien Alpha Cronbach = 0.6313 dan untuk variabel komunikasi pemasaran (X3) koefisien Alpha Cronbach = 0.6593. Dengan demikian, diketahui bahwa pada masing-masing variabel koefisien Alpha Cronbach > 0,5 yang mana menjelaskan bahwa semua variabel menunjukkan kuatnya reliabilitas. Oleh karena itu, maka seluruh uji instrumen yang terdiri dari validitas dan reliabilitas terhadap data yang dikumpulkan memenuhi persyaratan untuk dipakai dalam pengambilan keputusan penelitian.

3. Uji Hipotesis
4.Uji Regresi Logistik (Logistic Regression)
Dalam uji logistik di sini terdiri dari dua kali pengujian dikarenakan pengujian dilakukan di dua tempat yaitu di apotek wilayah Kabupaten Sukoharjo dengan jumlah responden 77 orang dan di apotek wilayah Kota Surakarta dengan jumlah responden 70 orang. Dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengaruh variable bebas terhadap variabel terikat yang terjadi pada dua apotek yang ada wilayah Kabupaten dan Kota Surakarta.


Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian di atas diketahui bahwa faktor lingkungan yang ada di wilayah Kabupaten dan wilayah Kota sama-sama cukup mempengaruhi responden. Hal demikian terbukti bahwa rata-rata distibusi untuk kabupaten 2,906 dan untuk Kota 2,885. Keduanya berada pada kategori cukup berpengaruh, artinya dalam lingkungan tersebut setiap ada sesuatu hal informasi mudah menyebar dengan cukup cepat. Untuk faktor individu yang ada di wilayah kabupaten dan wilayah kota di antara keduanya memiliki kepribadian yang agak berbeda. Responden dari wilayah kabupaten rata-rata mereka berkepribadian individu yang dikategorikan cukup baik karena rata-rata distribusi individu 2,818 sedangkan untuk responden dari wilayah kota rata-rata memiliki kepribadian individu dengan kategori baik yaitu dengan rata-rata distribusi individu 2,808.
Faktor komunikasi pemasaran yang ada di wilayah kabupaten dan wilayah kota di antara keduannya memiliki tingkat komunikasi pemasaran yang sama. Artinya, dengan tingkat komunikasi pemasaran yang cukup baik dengan nilai rata-rata untuk kabupaten 2,898 dan untuk kota 2,897 keduanya berada pada kategori komunikasi pemasaran yang cukup baik. Untuk keputusan masyarakat dalam pembelian obat di apotek sangat tinggi untuk di kabupaten 84,4% memutuskan untuk membeli obat di apotek. Sementara itu, di kota 81,4% memutuskan untuk membeli obat di apotek yang keduanya mempunyai tingkat persentase lebih dari 80%. Hal ini disebabkan mereka meyakini bahwa obat-obat yang ada di apotek merupakan obat yang sudah dijamin kualitasnya.
Berdasarkan hasil analisis data diketahui ternyata di antara Kabupaten dan Kota tingkat pengaruh dari variabel lingkungan, individu, dan komunikasi pemasaran lebih tinggi. Wilayah kabupaten tingkat signifikansi (K) yang dipakai adalah 5% (0,05). Jadi, variabel dikatakan berpengaruh apabila nilai probabilitas < 0,05. Pada variable lingkungan (X1) signifikan pada probabilitas 0,041. Variabel individu (X2) signifikan pada probabilitas 0,043 dan untuk variabel komunikasi pemasaran (X3) signifikan pada probabilitas 0,036, sedangkan di wilayah kota tingkat signifikansi (K) yang dipakai adalah 10% (0,10). Jadi, variabel dikatakan berpengaruh apabila nilai probabilitas < 0,10. Pada variabel lingkungan (X1) signifikan pada probabilitas 0,067. Variabel individu (X2) signifikan pada probabilitas 0,037 dan untuk variabel komunikasi pemasaran (X3) signifikan pada probabilitas 0,077. Hal ini menunjukkan bahwa secara individu (parsial) variabel lingkungan (X1), variabel individu (X2), variabel komunikasi pemasaran (X3)
mempengaruhi keputusan pembelian obat di apotek wilayah Kota Surakarta. Dengan melihat perbedaan tingkat signifikansi yang digunakan di wilayah
kabupaten (5%) dan di wilayah kota (10%) maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh lingkungan, individu, dan komunikasi pemasaran di wilayah kabupaten lebih berpengaruh terhadap keputusan pembelian dibandingkan di wilayah kota.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan di atas maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Untuk wilayah kabupaten nilai Negelkerke R2 = 0,768. Artinya, bahwa variable lingkungan (X1), variabel individu (X2), dan variabel komunikasi pemasaran (X3) mempengaruhi keputusan pembelian (Y) sebesar 76,8%. Sisanya 23,2% dipengaruhi oleh variabel lain di luar dari ketiga variabel tersebut. Nilai Negelkerke wilayah kota Surakarta R2 = 0,885. Artinya, bahwa variabel lingkungan (X1), variabel individu (X2), dan variabel kumunikasi pemasaran (X3) mempengaruhi keputusan pembelian (Y) sebesar 88,5%. Sisanya, 12,5% dipengaruhi oleh variabel lain di luar dari ketiga variabel tersebut.

2. Nilai Hosmer and l.emenshow Test (X2) untuk wilayah kabupaten = 0,747 > 0,05.
Artinya bahwa model yang dipakai dalam penelitian ini cocok atau sesuai dengan data observasi. Sedangkan untuk wilayah kota nilai Hosmer and Lemenshow Test (X2) = 0,153 > 0,05. Artinya, bahwa model yang dipakai dalam penelitian ini juga cocok atau sesuai dengan data observasi.

3. Tingkat signifikansi 5% untuk wilayah kabupaten dan 10% untuk wilayah kota maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk faktor lingkungan, individu, dan komunikasi pemasaran mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian. Hal ini terbukti bahwa untuk wilayah kabupaten dengan tingkat signifikansi 5% variable lingkungan (X1) signifikan pada probabilitas 0,041. Untuk variabel individu (X2) signifikan pada probabilitas 0,043 dan untuk variabel komunikasi pemasaran (X3) signifikan pada probabilitas 0,036 sedangkan untuk wilayah kota dengan tingkat signifikansi 10% variabel lingkungan (X1) signifikan pada probabilitas 0,067, untuk variabel individu (X2) signifikan pada probabilitas 0,037 dan untuk variable komunikasi pemasaran (X3) signifikan pada probabilitas 0,077.

Saran
Saran dan rekomendasi penelitian ini adalah: pertama; perlunya diselenggarakan penyuluhan bagi masyarakat tentang pentingnya penggunaan obat yang dijual di apotek karena selain rata-rata harganya lebih murah kualitasnya juga terjamin; kedua; suatu apotek yang baik selain menyediakan obat-obat yang berkualitas baik perlu juga dilengkapi dengan ruangan periksa agar konsumen bisa memeriksakan dirinya dan menggunakan obat yang ada di apotek dengan penuh keyakinan.

REVIEW JURNAL 1 Tugas Metode Riset

Tema : Perilaku Konsumen
Judul : Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian produk Mie Instan Indomie
Pengarang : Novel Haliana
Tahun : 2006

Latar belakang

Di abad modern sekarang ini, banyak manusia yang dalam kehidupannya mengiginkan sesuatu yang praktis dan mudah untuk dilaksanakan. Dalam hal ini yang paling utama adalah di bidang pangan, dimana mereka menginginkan suatu kemudahan dalam memperoleh dan mengolah makanan tersebut tanpa harus membuang waktu yang mereka miliki. Dengan adanya kejadian seperti ini produsen makanan selalu berlomba dan terus melakukan pengembangan produk makanan yang ada.
Produk mie instan sebagaimana diketahui adalah salah satu produk makanan cepat saji yang semakin lama semakin banyak digemari masyarakat karena kemudahan dalam hal penyajiannya. Dengan semakin banyaknya produk mie instan yang ada di pasaran berarti memberikan keleluasaan bagi konsumen untuk memilih merek yang sesuai dengan keinginannya. Oleh karena itu perlu bagi perusahaan untuk menganalisis perilaku konsumen produk tersebut untuk mengetahui pola pembeliannya. Lebih jauh lagi produsen dalam mendistribusikan produknya ke pasar konsumen berusaha agar produknya dapat diterima sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen. Untuk saat ini sudah banyak varian rasa yang telah tersedia di pasar untuk memenuhi kebutuhan para pecinta mie instan tersebut. Masing-masing produsen mempunyai produk unggulan yang digemari oleh setiap konsumen mereka. Pada setiap bungkus dari mie instan tersebut mempunyai karakteristik yang mewakili rasa dari produk itu sendiri. Keanekaragaman konsumen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari diri konsumen maupun luar konsumen. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen diantaranya adalah
faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis.
Tujuan Penelitian
(1) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh perilaku konsumen yang terdiri dari faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis terhadap keputusan untuk membeli Produk Mie Instan Merek Indomie.
(2) Untuk mengetahui diantara faktor budaya, sosial, pribadi
dan psikologi yang berpengaruh dominan terhadap keputusan konsumen untuk membeli produk Mie Instan Merek Indomie.

Metode Penelitian

Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik simple random sampling, yakni sampel diambil secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Populasi dianggap homogen.
Dalam hal ini penulis mengambil sampel penelitian dari mahasiswa Universitas Gunadarma untuk kelas 4EA01 sampai dengan kelas 4EA07. Jumlah populasi kelas 4EA01 sampai dengan 4EA07 adalah sebanyak 375 mahasiswa. Untuk pengambilan jumlah sample penulis melakukan tekhnik pengambilan sampel dengan rumus sebagai berikut : n = N/1+(e)2 . Maka setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut didapat hasil perhitungan sampel sebesar 80 orang mahasiswa dengan tingkat presisi sebesar 10%.
(1) Uji Normalitas
(2) Korelasi dan
(3) Uji Chi Square

Hasil dan Pembahasan

1. Uji Normalitas
Tabel 1 (menguji kenormalan data)

Rasio Rasio Shapiro
Variabel Swekness Kurtosis Wilk K-S Hasil
Kebudayaan -0.88475836 2.5582707 0 0 Tdk Normal
Social -1.77695167 2.1052632 0 0 Tdk Normal
Pribadi -1.60966543 2.5958647 0 0 Tdk Normal
Psikologis 0.95539033 2.8157895 0 0 Tdk Normal
Kep.Pembelian 0.75464684 1.8834586 0 0 Tdk Normal
Sumber : Data kuesioner

Dari hasil output tersebut maka dapat dikatakan data untuk seluruh variabel yang ada adalah Tidak terdistribusi Normal, karena nilai Asymp. Sig adalah lebih kecil dari nilai alpha yang digunakan dan juga ada beberapa nilai rasio skewness dan rasio kurtosis yang tidak terpenuhi. Maka dari hasil normalitas ini pengujian selanjutnya harus menggunakan statistika non parametrik.
Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui pola keeratan hubungan antar variabel. Dalam hal ini penulis menggunakan korelasi spearmen, karena dari hasil pengujian kenormalan data ternyata data tidak terdistribusi normal. Untuk data tidak normal dapat dikerjakan dengan korelasi spearmen, karena termasuk kedalam korelasi non parametrik. Dimana variabel bebasnya terdiri dari x1 sebagai variabel budaya, x2 sosial, x3 pribadi dan x4 adalah psikologis. Dan variabel terikatnya adalah keputusan pembelian. Hasil pengujian korelasi dapat dilihat pada tabel 2.

2. Korelasi
Tabel 2
Arah hubungan Korelasi Dan Signifikansi Antara
Variabel Bebas Denagn Variabel Terikat
Hubungan antar variabel Nilai Korelasi Arah keeratan korelasi Sig Hubungan
Y dengan X1 0,466 Cukup kuat searah 0,037 Signifikan
Y dengan X2 0,355 Cukup kuat searah 0,000 Signifikan
Y dengan X3 0,230 Sangat lemah searah 0,018 Signifikan
Y dengan X4 0,350 Cukup kuat searah 0,001 Signifikan
Dari hasil uji korelasi Spearmen pada tabel 3 tersebut ternyata seluruh hubungan yang ada antara variabel independen dengan dependen dapat berkorelasi secara signifikan. Dan diantara variabel independen yang mempunyai nilai korelasi paling tinggi adalah antara variabel Y dengan X1 atau bisa disebut antara variabel Keputusan Pembelian dengan variabel budaya dengan nilai korelasi sebesar 0.466. Sedangkan nilai korelasi terendah terjadi antara variabel Y dengan X3 atau disebut antara variabel Keputusan Pembelian dengan Pribadi. Dari uji chi square di dapat hasil untuk variabel budaya, sosial, pribadi dan psikologis dengan nilai Asymp.Sig sebesar 0. maka dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa ke empat variabel bebas yang ada konsumen setuju dengan adanya pengaruh keempat variabel tersebut terhadap variabel keputusan pembelian. Dan satu lagi pada variable keputusan pembelian juga mempunyai nilai Asymp.Sig sebesar 0. maka dapat dikatakan bahwa konsumen setuju jika variabel keputusan pembelian di pengaruhi oleh variabel budaya, sosial, pribadi dan psikologis.

Simpulan dan Saran

Dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada 80 orang responden yang dibagi dalam 4 variabel bebas dan 1 variabel terikat dapat ditarik simpulan sebagai berkut :
1. Dari seluruh variabel bebas (budaya, sosial, pribadi dan psikologis) secara keseluruhan dapat berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian
yang akan diambil oleh konsumen dalam pembelian Mie Instan Merek Indomie.
2. Nilai korelasi yang diberikan oleh variabel budaya terhadap variabel keputusan pembelian adalah sebesar 0,466. Begitu juga dengan uji Chi Square ternyata konsumen setuju jika faktor budaya dapat mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
3. Nilai korelasi yang diberikan oleh variabel sosial terhadap variabel keputusan pembelian adalah sebesar 0,335. Begitu juga dengan uji Chi Square ternyata konsumen setuju jika faktor sosial dapat mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
4. Nilai korelasi yang diberikan oleh variabel pribadi terhadap variabel keputusan pembelian adalah sebesar 0,23. Begitu juga dengan uji Chi Square ternyata konsumen setuju jika faktor pribadi dapat mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
5. Nilai korelasi yang diberikan oleh variabel psikologis terhadap variable keputusan pembelian adalah sebesar 0,35. Begitu juga dengan uji Chi Square ternyata konsumen setuju jika faktor psikologis dapat mempengaruhi keputusan pembelian mereka.

Saran
Dilihat dari analisa yang telah dilakukan terhadap Produk Mie Instan Indomie, maka
saran yang dapat diberikan adalah jangan pernah mengubah suatu kebudayaan terutama dalam bidang kuliner, karena setiap wilayah mempunyai perbedaan budaya setiap sajian kulinernya. Beberapa aspek penting seperti keadaan pribadi harus juga diperhatikan dengan membuat harga jual yang tidak terlalu mahal. Kemasan yang menarik bukan berarti konsumen akan termotivasi dalam membeli produk, tetapi nilai kepuasan penggunaan produk konsumsi Indomie yang harus lebih diperhatikan.

PERILAKU KONSUMEN (Pola dari Kepribadian, Nilai, dan Gaya Hidup)

Pola Kepribadian
Allport mendefinisikan personality/kepribadian sebagai suatu organisasi dinamik dari system-sitem psikologis dalam individu yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkungannya.
Kepribadian memiliki pengertian yang luas, kepribadian bukan hanya mencakup sifat-sifat yang positif, sifat-sifat yang menarik ataupun segala sesuatu yang nampak secara lahiriah, ettapi juga meliputi dinamika individu tersebut. Kepribadian adalah organisasi yang dinamis dari sistem psikofisis individu yang menentukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungannya secara unik.Kepribadian bisa dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, ketaatan, kemampuan bersosialisasi, daya tahan dan kemampuan beradaptasi Dalam batasan kepribadian yang dikemukakan di atas ada 4 hal yang perlu diuraikan yakni :

1. dinamis, berarti kepribadian selalu berubah. Perubahan ini digerakkan oleh tenaga-tenaga dari dalam diri individu yang bersangkutan, akan tetapi perubahan tersebut tetap berada dalam batas-batas bentuk polanya.
2. organisasi system, ini mengandung pengertian bahwa kepribadian itu merupakan suatu keseluruhan yang bulat.
3. psikofisis, ini berarti tidak hanya bersifat fisik dan juga tidak hanya bersifat psikis tetapi merupakan gabungan dari kedua sifat tersebut.
4. unik, berarti kepribadian antara individu yang satu dengan yang lain tidak ada yang sama.

Kepribadian memiliki banyak segi dan salah satunya adalah self atau diri pribadi atau citra pribadi. Mungkin saja konsep diri actual individu tersebut (bagaimana dia memandang dirinya) berbeda dengan konsep diri idealnya (bagaimana ia ingin memandang dirinya) dan konsep diri orang lain (bagaimana dia mengganggap orang lain memandang dirinya). Keputusan membeli dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup serta kepribadian dan konsep diri pembeli.

Dimensi kepribadian :
1. ekstraversi
suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang senang bergaul dan banyak bicara dan tegas.
2. sifat menyenangkan
suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang baik hati, kooperatif dan mempercayai.
3. sifat mendengarkan kata hati
suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang bertanggung jawab, dapat diandalkan, tekun dan berorientasi prestasi
4. kemantapan emosional
suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang tenang, bergairah,terjamin (positif), lawan tegang, gelisah,murung dan tak kokoh (negative).
5. keterbukaan terhadap pengalaman
suatu dimensi kepribadian yang emncirikan seseorang yang imajinatif, secara artistic peka dan intelektual.

Elizabeth B. Hurlock mengemukakan bahwa pola kepribadian merupakan suatu penyatuan struktur yang multi dimensi yang terdiri atas self-concept sebagai inti atau pusat grafitasi kepribadian dan traits sebagai struktur yang mengintegrasikan kecenderungan pola-pola respon. Masing-masing pola itu dibahas dalam paparan berikut.

Konsep kepribadian (personality) dibahas secara teoretis oleh para pakar melalui berbagai sudut pandang yang beraneka ragam, diantaranya menekankan pembahasan kepribadian pada pengaruh sosial dan lingkungan terhadap pembentukan kepribadian secara kontinu dari waktu ke waktu, serta menekankan pada pengaruh faktor keturunan dan pengalaman di awal masa kecil terhadap pembentukan kepribadian.

Tiga karakteristik yang perlu dibahas dalam pembahasan mengenai kepribadian adalah kepribadian mencerminkan perbedaan antarindividu, kepribadian bersifat konsisten dan berkelanjutan, dan kepribadian dapat mengalami perubahan.

Nilai (human values)
Nilai adalah ide umum tentang tujuan yang baik dan yang buruk. Dari alur norma atau aturan yang menjelaskan tentang yang benar atau yang salah, yang bisa diterima dan yang tidak. Beberapa norma dikatakan sebagai enacted norms, di mana maksud dari norma tersebut terlihat secara eksplisit, benar dan salah. Namun, banyak norma lain yang lebih halus, ini adalah crescive norm yang telah tertanam dalam budaya dan hanya bisa terlihat melalui interaksi antaranggota dalam budaya.
Nilai-nilai budaya yang berlaku berbeda di setiap wilayah. Nilai yang berlaku di suatu Negara belum tentu berlaku di Negara atau bahkan bisa bertolak belakang dari nilai yang berlaku di Negara

Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini akan disajikan sejumlah definisi nilai dari beberapa ahli.
“Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence is personally or socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of existence.” (Rokeach, 1973 hal. 5)
“Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of behaving and about desirable or undesireable goals or end-states.” (Feather, 1994 hal. 184)
“Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as guiding principles in the life of a person or other social entity.” (Schwartz, 1994 hal. 21)
Schwartz mengemukakan teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz & Bilsky, 1987). Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan. Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition, conformity) atau berdasarkan prioritas pribadi / individual (power, achievement, hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-duanya (universalism, security). Nilai individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya pengasuhan orang tua, agama, kelompok tempat kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Feather, 1994; Grube, Mayton II & Ball-Rokeach, 1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1994).

Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan yang hanya ‘diinginkan’, di mana ‘lebih diinginkan’ mempengaruhi seleksi berbagai modus tingkah laku yang mungkin dilakukan individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku (Kluckhohn dalam Rokeach, 1973). ‘Lebih diinginkan’ ini memiliki pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah laku, dan dengan demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik tertentu untuk berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah, yaitu dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi yang tertuang dalam struktur psikologis individu (Danandjaja, 1985), maka nilai menjadi tahan lama dan stabil (Rokeach, 1973). Jadi nilai memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun masih mungkin berubah oleh hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem nilai budaya di mana individu tersebut menetap (Danandjaja, 1985).

Gaya Hidup( Life Style )
Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan.
Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka. Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu.
Gaya hidup yang diinginkan oleh seseorang mempengaruhi perilaku pembelian yang ada dalam dirinya, dan selanjutnya akan mempengaruhi atau bahkan mengubah gaya hidup individu tersebut.

Berbagai faktor dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang diantaranya demografi, kepribadian, kelas sosial, daur hidup dalam rumah tangga. Kasali (1998) menyampaikan beberapa perubahan demografi Indonesia di masa depan, yaitu penduduk akan lebih terkonsentrasi di perkotaan, usia akan semakin tua, melemahnya pertumbuhan penduduk, berkurangnya orang muda, jumlah anggota keluarga berkurang, pria akan lebih banyak, semakin banyak wanita yang bekerja, penghasilan keluarga meningkat, orang kaya bertambah banyak, dan pulau Jawa tetap terpadat.

Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup merupakan frame of reference yang dipakai sesorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya.

Contoh nyata pada kehidupan sehari-hari:
Di Amerika Serikat kelas sosial ini seperti yang diklasifikasikan oleh Coleman menjadi 7 kelas sosial masing-masing kelas Atas-Atas, Atas Bawah, Menengah Atas, kelas Menengah, kelas Pekerja, Bawah Atas, Bawah-Bawah.

Sementara di Kota Jakarta, hasil penelitian Sosiologi UI yang tertuang dalam Rencana Umum Pembangunan Sosial Budaya DKI Jakarta 1994-1995, dapat distratifikasikan dalam lima strata, yaitu lapisan elite, lapisan menengah, lapisan peralihan, lapisan bawah, dan lapisan terendah.
Dalam perilaku konsumen secara samar orang membedakan pengertian kelas sosial dengan pengertian status sosial. Jika kelas sosial mengacu kepada pendapatan atau daya beli, status sosial lebih mengarah pada prinsip-prinsip konsumsi yang berkaitan dengan gaya hidup.

Dalam masyarakat kosmopolit yang pluralistik, status sosial ini dengan mudah dapat dimanipulasi. Dalam masyarakat metropolis tidak mudah melacak status sosial sebenarnya dalam hirarki sosial. Seseorang mempunyai pilihan apakah dia ingin memproyeksikan diri sesuai dengan resources yang dimiliki, atau dengan memilih memproyeksikan diri lebih tinggi dari seharusnya, atau mungkin justru bersikap low profile dengan memilih memproyeksikan lebih rendah dari yang seharusnya. Pembelian simbol status secara kredit merupakan upaya untuk menempatkan diri di atas resources yang dimiliki.

Seseorang dapat memproyeksikan status sosial tertentu berdasarkan simbol status yang dimiliki. Tujuan pemakaian simbol-simbol status ini adalah memproyeksikan citra diri seseorang agar dipersepsi sebagai bagian aari kelas sosial tertentu.
Karena dalam status ini tersimpan unsur prestise, maka pemakaian simbol status menjadi penting. Kepemilikan simbol status diharapkan menimbulkan respek orang lain untuk mendukung citra yang ingin ditampilkan sesuai dengan status sosialnya.

Hal ini terkait dengan konsep diri (self concept). Konsumen menganggap produk-produk tersebut dapat membantunya untuk mengekspresikan citra apa yang ingin dipancarkan. Citra tersebut dapat merefleksikan citra diri aktual (actual self) yang menggambarkan gambaran saya yang sebenarnya (the real me) maupun citra diri ideal (the ideal self) yang menggambarkan sosok yang diinginkan (the person Id like to be). Produk ini dapat digunakan untuk kedua citra tersebut: dapat digunakan untuk merefleksikan siapa diri kita, dan juga dikesempatan lain dapat dimanfaatkan menjadi apa yang kita inginkan.

Dalam era globalisasi, nilai-nilai egaliter merebak ke berbagai pelosok dunia. Sebagian masyarakat mendapat kesempatan untuk mendaki tangga sosial. Terjadi universalitas simbol-simbol status yang bukan hanya berdasarkan jenis benda yang harus dimiliki, tetapi lebih spesifik lagi adalah mereknya. Beberapa merek muncul menjadi bahasa untuk mengatakan status sosial yang meningkat. Misalnya Rolex untuk jam tangan, jas hujan Burberry, busana Giorgio Armani, dan pena Montblanc. Tujuan pemakaian simbol-simbol status ini adalah memproyeksikan citra diri seseorang.

Salah satu contoh segementasi psikografis adalah VALS 2. Dalam VALS 2 (Values & Life Style) terdapat dua dimensi yang menjadi titik beratnya, yaitu self orientation dan resources. Resources yang dimaksudkan bukanlah semata-mata materi, tetapi dalam arti yang luas yang mencakup sarana dan kapasitas psikologis, fisik, dan demografis. Dalam perilaku konsumsi yang didorong oleh self orientation terdapat tiga kategori yaitu principle, status dan action.

Self orientation yang bertumpu pada principle, berarti keputusan untuk membeli berdasarkan karena keyakinannya. Sehingga keputusannya untuk membeli bukan hanya karena ikut-ikutan atau sekedar untuk mengejar gengsi. Boleh dikatakan tipe ini lebih rasional. Sedangkan yang bertumpu pada status, keputusannya dalam mengkonsumsi didominasi oleh apa kata orang. Produk-produk branded menjadi pilihannya. Bagi yang bertumpu kepada action, keputusan dalam berkonsumsi didasari oleh keinginannya untuk beraktivitas sosial maupun fisik, mendapatkan selingan atau menghadapi resiko. Spa mewah, caf berkelas, dan pertunjukan yang mendatangkan artis internasional terkenal merupakan refleksinya.

Fenomena inilah yang banyak ditemui pada saat ini. Jika logika ekonomi (yang seharusnya negara masih dalam krisis ekonomi) tidak dapat diterapkan, maka memahami perilaku konsumen dari sisi gaya hidup lebih dapat menjelaskan. Kedatangan F 4, Las Ketchup, dan pementasan artis asing lainnya di tengah krisis ekonomi yang juga belum berakhir, adalah fenomena gaya hidup. Atau larisnya artis lokal macam Inul yang berhonor 150 juta rupiah. Membidik gaya hidup merupakan jalan keluar bagi para pemasar di tengah kelesuan ekonomi.

Inilah salah satu aspek penting kenapa gaya hidup harus dipertimbangkan, disamping data demografis yang seringkali menyesatkan dalam memahami perilaku konsumen. Seorang karyawati mungkin rela merogoh kantongnya lebih dalam dan bersedia menyisihkan gajinya untuk mencicil selama setahun demi sebuah tas Louis Vuitton, Channel, Gucci, Prada dan sejenisnya. Sementara seorang pedagang Glodok yang omsetnya puluhan juta per hari mungkin merasa sayang untuk mengeluarkan uang sebesar itu untuk sebuah tas. Rokok kretek tak berfilter yang paling mahal adalah Dji Sam Soe, tetapi pembelinya bukan hanya orang yang secara demografis berpenghasilan tinggi, tetapi juga yang berpenghasilan rendah dengan membeli ketengan.


Simpulan:
Jadi, Pola yang dapat dilihat dari kepribadian, nilai, dan gaya hidup seseorang terkait dengan perilaku konsumen dalam memilih suatu produk yang akan beli, karena suatu produk yang akan dibeli semua harus memenuhi kebutuhan yang bersifat pribadi dari seseorang.
Pola kepribadian juga sangat erat dengan unsur-unsur nilai, dimana konsumen akan memilih suatu produk yang akan dibeli berdasarkan nilai produk itu sesuai dengan gaya hidup maupun kepribadian orang tersebut. Di era modernisai saat ini konsumen lebih cenderung berorientasi pada gaya hidup dan mulai meninggalkan nilai-nilai yang berlaku karena menurut para konsumen saat ini yang dibutuhkan adalah suatu sistematik unsur yang sesuai dengan design maupun life style yang sedang mode disaat waktu ini, dengan kata lain orang lebih ingin dipandang orang lain agar konsumen itu sendiri tidak dikatakan “tidak mode” atau “tidak fashionable”.


Daftar Pustaka:
http://septy-queeny.blogspot.com/2010/03/pola-dari-kepribadian-nilai-dan-gaya.html
luthfis.wordpress.com/.../pola-dan-perubahan-kepribadian/massofa.wordpress.com

http://massofa.wordpress.com/2008/02/02/perilaku-konsumen/
http://benazirmaren.blogspot.com/2010/02/perilaku-konsumen.html

Jumat, 15 Oktober 2010

PERILAKU KONSUMEN

PERILAKU KONSUMEN
PENGERTIAN
Perilaku konsumen :
Adalah tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Focus dari perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang.
Menurut para ahli:
1. James F Engel
Perilaku konsumen di definisikan tindak-tindakan individu secara langsung terlibata dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomi termasuk proses pengambilan kepustusan yang mendahuli dan menentukan tindakan-tindakan tersebut (1988:8)

2. David L Loundon
Perilaku konsumen dapat diDefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang atau jasa (1984:6)

3. Gerald Zaltman
Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses dan hubungan sosial yang di lakukan oleh individu, kelompok dan organisasi dan mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai sutu akibat dari pengalaman dengan produk, pelayanan dan dumber-sumber lainya. (1979:6)
Mempertahankan konsumen adalah bagaimana mempertahankan supaya konsumen tetap loyal dengan satu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain, hamper dalam semua situasi bisnis, lebih mahal untuk mencari pelanggan baru dibandingkan mempertahankan yang sudah ada. Kepuasan pelanggan adalah persepsi individu dari performa produk atau jasa dalam hubungannya dengan harapan-harapan.


Dua wujud konsumen
1. Personal Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri.
2. Organizational Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan organisasi tersebut.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI:
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan membeli:

a. Kebudayaan
Kebudayaan ini sifatnya sangat luas, dan menyangkut segala aspek kehidupan manusia. Kebudayaan adalah simbul dan fakta yang kompleks, yang diciptakan oleh manusia, diturunkan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat yang ada.
b. Kelas sosial
Pembagian masyarakat ke dalam golongan/ kelompok berdasarkan pertimbangan tertentu, misal tingkat pendapatan, macam perumahan, dan lokasi tempat tinggal
c. Kelompok referensi kecil
Kelompok ‘kecil’ di sekitar individu yang menjadi rujukan bagaimana seseorang harus bersikap dan bertingkah laku, termasuk dalam tingkah laku pembelian, misal kelompok keagamaan, kelompok kerja, kelompok pertemanan, dll
d. Keluarga
lingkungan inti dimana seseorang hidup dan berkembang, terdiri dari ayah, ibu dan anak. Dalam keluarga perlu dicermati pola perilaku pembelian yang menyangkut:
• Siapa yang mempengaruhi keputusan untuk membeli.
• Siapa yang membuat keputusan untuk membeli.
• Siapa yang melakukan pembelian.
• Siapa pemakai produknya.
e. Pengalaman
Berbagai informasi sebelumnya yang diperoleh seseorang yang akan mempengaruhi perilaku selanjutnya
f. Kepribadian
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai pola sifat individu yang dapat menentukan tanggapan untuk beringkah laku
g. Sikap dan kepercayaan
Sikap adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk bereaksi terhadap penawaran produk dalam masalah yang baik ataupun kurang baik secara konsisten. Kepercayaan adalah keyakinan seseorang terhadap nilai-nilai tertentu yang akan mempengaruhi perilakunya
h. Konsep diri
Konsep diri merupakan cara bagi seseorang untuk melihat dirinya sendiri, dan pada saat yang sama ia mempunyai gambaran tentang diri orang lain.

KESIMPULAN
Dari beberapa Definisi tersebut di atas maka dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomi yang dapat di pengaruhi lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
http://organisasi.org/perilaku-konsumen-ringkasan-rangkuman-resume-mata-kuliah-ekonomi-manajemen
http://www.tugaskuliah.info/2010/01/makalah-perilaku-konsumen-dalam-ilmu.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_konsumen

Rabu, 26 Mei 2010

JUAL BELI MANUSIA

MTV End Exploitation and Trafficking (EXIT) mengambil inisiatif nasional untuk memerangi perdagangan manusia (human trafficking) melalui serangkaian konser dan program televisi.

MTV EXIT Live in Indonesia akan memulai konser kehlingnya di Pontianak pada 2 Mei 2010 dengan sebuah pertunjukan konser musik akbar dan gratis yang menampilkan artis-artis papan atas Indonesia. Konser ini akan terus berlanjut secara gratis di Surabaya, Makassar, Medan dan Jakarta.

MTV EXIT diselenggarakan oleh MTV Europe Foundation bekerja sama dengan USAID (U.S. Agency for International Development), AusAID (the Australian Governments Agency for International Development), dan Global TV.Konser tersebut mengajarkan anak-anak muda tentang bahaya perdagangan manusia dengan menyediakan berbagai informasi penting dan cara untuk melindungi diri dari eksploitasi.

Rekaman konser akan digunakan untuk memproduksi serangkaian program televisi yang akan ditayangkan secara nasional.MTV EXIT telah menyelenggarakan 17 konser di seluruh Asia selama 2 tahun terakhir, termasuk di Thailand, Laos, Kamboja, Nepal, Taiwan, Filipina, dan Vietnam.Perincian tambahan konser di Indonesia akan diumumkan segera.

Valentine Day Telah Menjadi Lifestyle Anak Muda Indonesia.

Salah kah saya menulis judul valentines days seperti ini? Jika salah ya mohon di maafkan saja yah karena lagi uji coba juga untuk indeks blog lifestyle yang sedang bermasalah dengan pencarian keyword tertentu. Masuk pada topik nya saja tentang valentine atau bahasa indonesia nya hari kasih sayang untuk semua mahluk hidup yang ada di bumi ini, jadi bukan hanya kepada manusia saja namun terhadap binatang dan tumbuhan pun perlu kasih sayang. Postingan ini bukan memberikan informasi tentang perayaan valentine day namun sebagai ajang berbagi anak muda yang kebetulan saja membaca postingan saya ini.

Hari kasih sayang atau hari valentine adalah sebuah hari bagi para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya di Dunia Barat, menurut sumber yang saya baca valentines day awal mulanya dari hari raya Katolik Roma dan dibuat sebuah diskusi oleh valentinus. Hari kasih sayang ini akhirnya dipakai untuk saling bertukar cendramata yang mempunyai simbol gambar hati yang biasa di dampingi oleh dewa apa dewi cupid gitu yah.

Nah kebiasaan orang barat ini lambat laun telah menjadi lifestyle on the net di benua nya bahkan bisa di bilang menjalar keseluruh dunia bagaikan virus conficker yang sulit di obati. Menurut survey setiap tahunnya ada sekitar milyaran kartu valentine day beredar dan menyebar dimana-mana, bahkan di indonesia anak muda tak akan melewati momen valentine ini bersama pasangan nya masing-masing.
Hmm jika kita lihat dari sejarah lahir nya hari valentine ini bisa kita ambil kesimpulan bahwa ini merupakah hidup gaya ala barat dan di tiru oleh seluruh dunia bahkan indonesia yang berada di daerah timur, saya ingin bertanya saja khususnya bagi para blogger muslim indonesia(mohon maaf untuk yang beragam lain bukan maksud untuk menentang), apakah fenomena valentine day yang telah menjadi lifestyle anak muda indonesia di perbolehkan dalam ajaran islam?

PENGARUH TELEVISI dan PERUBAHAN PERILAKU

Dewasa ini, arus globalisasi membawa pengaruh signifikan terhadap perubahan global kehidupan social culture kemasyarakatan. Seiring dengan perkembangan teknologi yang mampu menggabungkan unsur informasi dan komunikasi sehingga menjadi model interaksi sosial masyarakat modern. Tak dapat dihindari perubahan yang sangat cepat, dunia berada dalam situasi dan kondisi kehidupan antar bangsa dan negara tanpa batas. Media adalah power hegemoni masyarakat modern dalam mengubah tatatan struktur sosial budaya, politik, ekonomi dan aspek kehidupan lainnya. Media merupakan alat yang digunakan masyarakat kapitalis dalam memasarkan produk budaya dan menciptakan gaya hidup materialis, pragmatis, hedonis dan konsumtif. Meskipun disisi lain media membawa pengaruh positif dalam menggali informasi pelbagai gagasan pemikiran manusia yang dapat menunjang pembentukan masyarakat kritis.
Beragam bentuk media, seperti televisi, radio, internet, surat kabar dan lain sebagainya digunakan sebagai sarana informasi komunikasi masyarakat modern. Televisi adalah media paling utama yang dapat diakses, dinikmati, dan mudah terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat serta senantiasa menjadi populer di belahan dunia berkembang. Televisi adalah bagian dari “prakondisi dan konstruksi selektif pengetahuan sosial, pembayangan sosial, yang digunakan untuk memersepsi ‘dunia-dunia’,’realitas’ kehidupan orang lain, dan secara imajiner merekonstruksi hidup kita dan mereka menjadi semacam ‘keseluruhan dunia’ (‘worl of the whole’) yang masuk akal bagi kita” (Hall dalam Chris Barker, 2005 : 341).
Televisi perlu dipahami secara kultural dan ekonomi dalam hal teks-teks (program) dan pola-pola maknanya, relasi antara teks dan pemirsa, politik ekonomi (komoditas industri). Oleh karena itu perlu adanya pendekatan multiperspektif untuk memahami televisi yang telah memproduksi teks budaya dan membawa pengaruh signifikan terhadap life style masyarakat kontemporer, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Televisi sebagai Teks Budaya
Era globalisasi telah membawa budaya melintasi ruang dan waktu, kita tidak hanya menjumpai budaya dalam ruang dan waktu yang teritualkan melainkan bisa juga dengan melalui layar televisi. Beragam teks-teks budaya (program) yang disajikan televisi dengan membawa pesan dan makna-makna kultural. Belum ada media massa yang dapat menandingi televisi dalam besarnya skala volume teks budaya yang diproduksi dengan jumlah penonton yang sangat besar pula. Televisi telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat dunia untuk mengakses informasi dan sarana hiburan, khususnya bagi negara-negara berkembang karena mudah terjangkau oleh selurus lapisan masyarakatnya
Tanpa disadari, televisi telah menjadi ‘tuhan’ sekaligus ‘hantu’ masyarakat kontemporer. Sikap ketergantungan dan senantiasa mengikuti pola-pola trend atau gaya hidup yang diproduksi televisi melalui sajian teks-teks budayanya (program) adalah wujud kepatuhan dan ketundukan manusia terhadap produk budaya yang diciptakannya sendiri. Dan menjadi hantu masyarakat karena beragam teks budaya justru membawa ketakutan, tindakan kriminalitas dan anarkis.
Televisi telah membawa pesan dan pola-pola makna kultural kehidupan masyarakat kontemporer yang serba boleh dan menjadikan opini publik sebagai prinsip dasar dalam menentukan kebenaran dan kebaikan perilaku atau tindakan manusia. Contoh, kasus Goyang Ngebor Inul, film buruan cium gue, smackdown, gosip dan sinetron-sinetron remaja.
Pada mulanya terjadi kontroversial atas goyang ngebor inul di ruang publik. Sebagai barisan kaum relegius, para ulama menyatakan sikap dan kecaman keras terhadap aksi erotis goyang inul karena dapat membangkitkan nafsu birahi manusia tanpa terkendali dengan benar dan baik. Disisi lain, sebagian kaum entertainment yang diwakili oleh artis sebagai barisan yang membela tindakan aksi goyang inul. Menurut sebagian besar kalangan artis menyatakan bahwa aksi ngebor inul adalah wujud ekspresi seni yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan. Begitu juga dengan kasus kekerasan anak yang lahir dari budaya imitasi terhadap tayangan smackdown, penayangan film-film mistis, khayalan dan mitologi animisme-dinamisme menjadi teks-teks budaya yang mengandung makna-makna kultural yang akan membentuk pola pikir dan sikap tidak kritis, memandulkan alam pikir untuk menangkap dan merasakan kehadiran Ilahi, kebenaran dan nilai-nilai kebajikan. Belum lagi, tayangan infotaiment yang menyajikan gosip rumah tangga orang, mengumbar atau mempublikasikan kondisi rumah tangga seseorang yang menembus batas ruang privasi, tentu akan semakin memprovokasi ruang konflik/ketegangan sosial dan psikologis, membuka aib seseorang, bahkan bisa menimbulkan perilaku fitnah
Contoh-contoh tayangan program televisi di atas, awalnya terjadi kontroversial dan mengundang berbagai pihak baik ulama, akademisi, birokrat, aktivis gerakan dan lain sebagainya untuk memberikan penilaian terhadap tayangan tersebut. Namun lambat laun seiring dengan perjalanan waktu, aksi erotis goyang inul dan infotainment mengenai gosip rumah tangga orang menjadi sesuatu yang biasa dan semakin menjamur dalam program tayangan pertelevisian di Indonesia, bahkan dinikmati dan digemari sebagian besar masyarakat terutama kalangan remaja. Dari hal di atas, kita dapat melihat bahwa terjadi dialektika antara teks suci dan teks budaya, dimana teks suci mengandung pesan dan makna absolutisme etika dan teks-teks budaya dilayar televisi adalah keserbabolehan dan relativisme etika.
Kehidupan masyarakat modern yang serba bebas (keserbabolehan), relativitas nilai menjadi pandangan atau pedomannya. Kebenaran sejati (etika dan agama) menjadi tergantikan perannya oleh perkembangan sains dan teknologi modern dalam memandang dan memecahkan realitas kehidupan. Disatu sisi teknologi modern menyimpan potensi menghancurkan derajat manusia (dehumanisasi), manusia telah menjadi budak oleh ciptaannya sendiri, meskipun disisi lainnya produk teknologi modern memberikan kemudahan mencari ilmu dan menggali informasi pelbagai pemikiran manusia untuk membangun peradaban dan kehidupan manusia menuju masyarakat kritis dan inklusif.
Sesungguhnya ada kecenderungan manusia modern merasa kesepian dalam keramaian, merasa terasing dengan kerabatnya sendiri, terpenjara oleh dunia serba bebas yang sesungguhnya memberikan kenikmatan semu, terbelenggu dan menjadi budak oleh ciptaannya sendiri. Televisi telah membatasi ruang dan waktu anak-anak sejak usia dini untuk berinteraksi sosial.

Relasi Teks Budaya dan Pemirsa
Kecerdasan pemirsa untuk menafsirkan pesan dan makna teks-teks kultural sangat menentukan pilihan sadarnya untuk mengambil sikap dan perilakunya terhadap realitas kehidupan. Beragam informasi dan hiburan sebagai bentuk produk teks-teks budaya akan tersimpan dalam memori pengetahuan dalam alam pikir manusia untuk dijadikan bahan refleksi diri untuk menentukan pilihan model budaya yang akan menjadi gaya hidupnya.
Secara behavioral, sebagian besar kecenderungan pemirsa melakukan tindakan imitasi terhadap teks budaya yang diproduksi oleh televisi. Beragam trend dan gaya hidup ala selebritis menjadi kebiasaan hampir di seluruh level lapisan masyarakat terutama kalangan pemuda atau generasi muda/pelajar. Paradigma pemirsa ini merupakan reaksi terhadap kecenderungan teksual tanpa melakukan proses penciptaan/penafsiran makna kultural sebelum mengambil pilihan sikap terhadap gaya hidup yang akan dijalaninya.
Akan sangat berbeda dengan karakter pemirsa yang memiliki basis pengetahuan berdasarkan kompetensi kultural, yang memandang teks budaya memiliki multi makna (polisemik). Sehingga ia mengetahui atau memahami pesan dan pola-pola makna kultural dari teks sebagai pembawa beragam makna. Proses penciptaan makna biasanya dipengaruhi oleh basis pengetahuan, identitas nasional pemirsa, status kelas sosial dan gender.
Menurut Gadamer dan Iser menyatakan bahwa relasi antara teks dan pembaca adalah merupakan hubungan interaktif dimana pembaca mendekati teks dengan harapan dan antisipasi-antisipasi tertentu yang mengalami modifikasi dalam perjalanan membaca dan akan digantikan oleh \"proyeksi-proyeksi\" baru.

Globalisasi Televisi dan Identitas Kultural
Menurut Schiller menyatakan bahwa media bisa masuk kedalam sistem kapitalis dunia dengan cara menyediakan dukungan bagi kapitalisme, khususnya pada perusahaan transnasional. Perusahaan-perusahaan multimedia merupakan bagian dari proses konglomerasi kapital yang lebih luas dibidang industri jasa dan komunikasi.
Globalisasi televisi merupakan salah satu ikhtiar kapitalisme dalam mencari komoditas dan pasar-pasar baru untuk melakukan ekspansi penjualan teks budaya sehingga mendekatkan para pemirsa pada budaya konsumtif melalui program iklan dan mind set hedonis serta berfikir instans melalui program-program televisi berupa kehidupan glamor dan metroseksual dalam tayangan-tayangan sinetron remaja sehingga dapat berimplikasi terhadap degradasi moral generasi muda.
Televisi bisa dianggap global dalam hal (Chris Barker, 2005 : 364 ) ;
• Beragamnya konfigurasi televisi publik dan komersial, yang diatur, didanai dan ditonton dalam batas-batas negara-bangsa dan atau komunitas-komunitas bahasa
• Teknologi, kepemilikan, distribusi program dan pemirsanya, yang beroperasi melintasi batas negara-bangsa dan komunitas bahasa.
• Diedarkan oleh televisi bentuk-bentuk narasi dan wacana yang mirip ke seluruh dunia.
Indonesia sebagai bangsa dan negara dunia ketiga, tentunya merupakan obyek utama pemasaran produk budaya masyarakat modern. Tak bisa dihindari atau dibendung pengaruh ideologi dan gaya hidup masyarakat barat telah menghipnotis dan merasuk ruh masyarakat budaya timur. Dan Indonesia adalah merupakan bangsa dan negara besar yang memiliki keanekaragaman budaya, agama, etnis, suku, ras dan golongan serta mempunyai kekayaan alam yang melimpah, ribuan pulau yang menyimpan potensi alam dan wisata.
Untuk itu diperlukan upaya sadar memelihara, melestarikan, dan menjaga kearifan budaya lokal/daerah, yang merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat dan bukan berarti tidak mau menerima budaya asing yang masuk. Namun kita perlu upaya filterisasi produk budaya lainnya untuk memperkaya khazanah kebudayaan dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip atau nilai-nilai universal yang sesuai dengan falsafah hidup atau cita-cita kebangsaan.

PENANGGULANGAN PENGARUH NEGATIF GLOBALISASI PADA NILAI-NILAI BUDAYA BANGSA INDONESIA

Era globalisasi membawa berbagai perubahan yang menyentuh sampai pada dasar kehidupan manusia. Perubahan tersebut disebabkan oleh perjuangan Hak Asasi Manusia (HAM), pelestarian lingkungan hidup serta peningkatan kualitas hidup. Corak masyarakat globalisasi terus bertambah, dari masyarakat pasca industri, pencapaian tujuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan cenderung semakin dibutuhkan oleh penguasaan teknologi dan informasi.
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, persediaan bahan pangan, bahan energi dan bahan industri strategis semakin langka serta kesenjangan penguasaan teknologi semakin lebar menimbulkan kencenderungan yang memperuncing perbedaan kepentingan antar negara dan pada gilirannya dapat menimbulkan konflik antar negara.
Kemajuan bidang teknologi informasi, komunikasi dan transportasi, serta makin menonjolnya kepentingan ekonomi dan perdagangan yang telah mendorong terwujudnya globalisasi, memberi peluang terjadinya infiltrasi budaya Barat sebagai ukuran tata nilai dunia. Tidak jarang terjadi, demi kepentingan ekonomi, suatu negara terpaksa menerima masuknya budaya Barat yang belum tentu sesuai dengan situasi dan kondisi negara itu sendiri dan berakibat pada pola pikir dan pola tindak yang ditandai dengan pemikiran Negara Federasi, menurun-nya rasa sosial dan semangat ke-bhineka-an yang mengarah pada disintegrasi bangsa dan pelanggaran hukum serta pola hidup individualisme dan konsumerisme yang bertentangan dengan pola hidup sederhana dan semua itu bertentangan dengan nilai-nilai budaya asli bangsa Indonesia yang digali dari Pancasila.
Untuk membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang tangguh, budaya nasional perlu dibina dan dikedepankan agar dapat berfungsi sebagai pemersatu anak bangsa, karena tidak ada bangsa yang berhasil maju kecuali maju sebagai satu kesatuan yang utuh, tidak terpecah-pecah dalam mempertahan-kan jati diri dan budayanya.
Kebudayaan nasional perlu dibina sebagai langkah persatuan dan kesatuan bangsa melalui perangkat nilai budaya yang dimiliki. Nilai-nilai budaya tersebut harus disosialisasikan dan diinternalisasikan kepada warga negara Indonesia untuk dijadikan pedoman bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perwujudan pengembangan budaya bangsa Indonesia untuk mendukung pertahanan negara perlu konsepsi yang jelas dan dirumuskan dengan mempertimbangkan segi teori, keinginan masyarakat Indonesia dan keinginan tokoh-tokoh masyarakat.
Diharapkan pemerintah, tokoh masyarakat serta masyarakat Indonesia dapat memberikan dukungan guna mengendalikan kondisi moral bangsa Indonesia agar tetap dalam kerangka nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Tulisan ini diharapkan dapat menghasilkan suatu konsepsi penanggulangan pengaruh negatif globalisasi pada nilai-nilai budaya bangsa yang tertuang dalam kebijakan, strategi dan upaya-upaya yang dapat diimplementasikan dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Maksud, Tujuan dan Ruang Lingkup Kajian.
§ Maksud. Tulisan ini dimaksudkan untuk menghasilkan konsepsi penanggulangan pengaruh negatif globalisasi pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
§ Tujuan. Agar dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pimpinan dalam menentukan kebijakan di bidang penang-gulangan pengaruh negatif globalisasi pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
§ Ruang lingkup. Pembahasan meliputi gambaran tentang pengaruh negatif globalisasi pada nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia serta konsepsi penanggul-angannya yang dituangkan dalam kebijakan, stategi dan upaya-upaya.

Nilai-nilai Budaya Bangsa Indonesia.
a. Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia. Pancasila dirumuskan dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang ideal dan mempunyai kelebihan-kelebihan wawasan ke depan yang integral, mengakui dan mengembangkan kehidupan sosial religius, memiliki orientasi kemanusiaan serta menciptakan iklim kehidupan yang seimbang, suasana kehidupan kekeluargaan, menanamkan pola hidup kerakyatan dan mendorong dinamika perjuangan. Beberapa iklim kehidupan dapat dijelaskan sebagai berikut :
§ Menciptakan iklim kehidupan yang seimbang, nilai-nilai Pancasila mempunyai keseimbangan antara kepentingan jasmani dan rohani serta kepentingan individu dan kepentingan bersama. Dengan demikian nilai Pancasila mengarah pada kehidupan yang integral.
§ Menciptakan suasana kehidupan kekeluargaan. Pancasila sebagai-mana keluarga, menciptakan suasana kehidupan yang bercirikan musyawarah, mufakat adil dan kebersamaan (persatuan) manusia lain dipandang sebagai saudara.
§ Menanamkan pola hidup kerakyatan. Pola hidup kerak-yatan dalam Pancasila berarti meningkatkan pola hidup kebersamaan dalam masyarakat, yaitu kepentingan umum di atas kepentingan perorangan, pemerataan kemakmuran dan kestabilan kemakmuran.
§ Menciptakan iklim kehidupan yang dinamis. Sila Ketuhanan yang Maha Esa berarti manusia Indonesia menjadi manusia yang bertuhan. Manusia bertuhan menggunakan kriteria mutlak dalam pengambilan keputusan. Sebagai manusia beriman perjuangannya akan berhasil dan tidak mudah menyerah. Iklim kehidupan dinamis ini akan menjiwai perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan.
b. Pancasila sebagai salah satu paradigma nasional ditempatkan paling atas, seharusnya selalu digunakan sebagai pedoman dan pertimbangan dalam memecahkan berbagai permasalahan ber-masyarakat, berbangsa dan bernegara. Keutuhan sila Pancasila mengandung nilai-nilai universal yang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, domestik, regional maupun global. Adapun penjabaran nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kelima sila dari Pancasila, sebagai berikut:
§ Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara Indonesia mewajibkan warganya untuk beragama tetapi tidak menunjuk agama tertentu dan memiliki toleransi agama yang tinggi dan obyektif, pemahaman tentang agama harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Agama membekali manusia untuk memandang kehidupan tidak hanya terbatas kepada kehidupan dunia tetapi juga kehidupan di akherat.
§ Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Negara menghargai nilai-nilai kemanusiaan, peng-akuan manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial, kehidupan bermasyarakat di Indonesia mengutamakan keadilan yang proporsional sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing.
§ Persatuan Indonesia. Bangsa Indonesia lebih mementingkan persatuan dan kesatuan bangsa, tanpa membeda-bedakan suku, golongan, ras dan agama tertentu.
§ Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kebebasan harus disertai dengan tanggung jawab, mengakui adanya perbedaan individu, kelompok, ras, suku dan agama. Mengarahkan perbedaan menjadi kerjasama dalam bermasyarakat dan selalu menggunakan asas kebenaran nalar dan kebenaran iman.
§ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bangsa Indonesia selalu menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Bangsa Indonesia selalu mengarahkan pada struktur-struktur sosial yang adil, melaksanakan kesejah-teraan umum bagi seluruh anggota masyarakat.

Upaya-upaya.
§ Meningkatkan pemahaman dan analisis informasi didasarkan pada nilai-nilai budaya asli Indonesia dengan peningkatan kemampuan logika, analisis bahasa dan analisis wacana.
§ Meningkatakan pembinaan terhadap pendidikan agama, pancasila dan kewarga-negaraan dengan meningkatkan pemahaman dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
§ Pemahaman budaya kepemimpinan yang diharapkan mampu mewujudakan tujuan pembangunan khususnya di bidang pertahanan negara.
§ Filter terhadap budaya asing dengan meningkatkan internalisasi budaya asli, pemahaman terhadap nilai-nilai budaya asing dan analisis kesesuaiannya dengan nilai budaya asli. Filter untuk mewujudkan budaya nasional yang dinamis dan stabil.
§ Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan dalam rangka internalisasi nilai-nilai budaya nasional.

MANUSIA BERPENDIDIKAN YANG BERWATAK PANCASILA

Krisis mendasar pada manusia berpendidikan
Baru-baru ini madia masaa, baik cetak maupun elektronik menginformasikan kepada public, bahwa Sri Mulyani (Mentri Keuangan) telah mengundurkan diri dari jabatannya, yang di sinyalir adanya dugaan kasus bank century. Yang paling terbaru adalah kasus MARKUS (Makelar Kasus) di departemen Pajak yang menyeret beberapa pejabat tinggi perpajakan. Problem yang satu belum usai datang yang baru, ini mengindikasikan adanya sekenario yang tersusun secara sistematis di elite bangsa ini, yang seolah fakta kebenaran semakin susah di ungkap.
Segelimet persoalan krusial diatas, nampaknya ada persoalan yang sangat mendasar pada manusia-manusia kita, yaitu pada proses pembinaan dan proses pendidikan yang hilang secara utuh pada manusia kita. Yang akhirnya mau ataupun tidak pendidikan mendapatkan kritik dari berbagai kalangan, begitupun nampaknya pendidikan kita belum masuk pada proses keterbinaan dan ketersadaran manusianya.
Para kritikus pendidikan, yang memiliki cara pandang kritis terhadap pendidikan, yang membongkar asumsi masyarakat bahwa pendidikan sangatlah netral yang tidak memilki keterkaitan dengan aspek apapun, bahkan politik kekuasaan, namun mereka berasumsi bahwa ada keterkaitan antara suatu kekuasaan yang sangat berimplikasi terhadap lembaga pendidikan. Para kritikus Mengkritik secara keras akan persoalan pendidikan, pembinaan terhadap manusia, bukan hanya pada komunikasi dan relasi yang terjalin dalam di lingkungan sekolah semata dan bukan hanya pada transfer knowlarge (transformasi pengetahuan), akan tetapi proses penyadasaran diri. Yang sehingga proses kesadaran yang terbangun dalam peserta didik.(Poulo Freire;2007)
Dr. M.Agus Nuryanto (2008) dalam bukunya ”Pendidikan Mazhab Kritis”, persoalan yang terjadi di dunia global hari ini adalah banyak faham yang mendorong masyarakat untuk berfikir matrealisme, yang sehingga kecenderungan orang tua memilki tujuan menyekolahkan anaknya adalah menjadikan anaknya untuk memdapatkan pekerjaan yang layak sebagai orientasi pertama, jadi bukan menjadikan sekolah sebagai proses pendewasaan apalagi memunculkan kesadaran-bahasa. Prof Ahmad Tafsir memanusiakan manusia-pada si anak, hal ini tanpa disadari akan memplot pola pikir anak bahwa sekolah hanya untuk mendapatkan pekerjaan, yang pada akhirnya akan terjadi pemilahan fakultas, mana fakultas yang mengorientasikan kerja mana yang tidak, sebagai contoh kecil, kampus kita mahasiswa banyak sekali berbondong-bondong masuk jurusan Pendidikan ketimbang Filsafat atau Sastra. Sebab pasar kerja pendidikan lebih banyak ketimbang Filsafat ataupun sastrawan.
Bukannya penulis mengatakan bersekolah untuk mendapatkan pekerjaan itu salah akan tetapi tidak di jadikan orientasi kerja dari sekolah. Yang nantinya hemat penulis hal tersebut akan membentuk masyarakat yang matrealis dan berpola fikir kafitalis, manusia-manusia pengekor, bahasa aktifis manusia-manusia ABS (Asala Babeh Seneng).
Ketika problem dalam Manusia pendidikan kita seperti diatas, kiranya penulis mencoba mengkorelasikan antara krisis manusia berpendidikan yang masih kurang tertanamnya nilai-nilai Pancasila, yang sehingga mampu menjaga dan memperbaiki bangsa ini.
Perlunya Pendidikan yang menanamkan Nilai-nilai Pancasila
Pertanyaan pertama mengapa harus nilai-nilai pancasila?, mudah saja jawabannya, sebab Pancasila bagi bangsa Indonesia kiranya telah sepakat sebagai jati diri, kepribadian, falsafah hidup, dan landasan hidup berbangsa dan bernegara. Sehingga dalam dunia pendidikan pancasila selama ini terus menjadi bahan ajar di setiap lembaga pendidikan dari SD sampai Perguruan Tinggi. Yang mana nilai-nilai pancasila akan menjadi pandangan hidup bagi warga indonesia.
Lalu apa saja nilai-nilai pancasila itu?, ada lima nilai pancasila itu, pertama, orang Indonesia harus mempercayai adanya Tuhan yang Esa menurut agamanya masing-masing, maka bangsa indonesia haruslah berfaham Theisme (berfaham ke-Tuhanan), bukan atheis (tidadk bertuhan), maka ketika bangsa indonesia memilki sesuatu yang di percayai secara transenden maka akan memiliki efek domino terhadap sesuatu yang lain, meminjam bahasa Cak Nur, kepercayaan yang benar akan melahirkan tata nilai yang baik terhadap peraban manusia.
Maka nilai ke-imanan terhadap sesuatu yang esa yakni Tuhan ini menurut A.Tafsir (2008;53) akan menjiwai terhadap empat nilai lainnya. kedua, manusia yang adil dan beradab yang berdasarkan keimanan kepada Tuhan yang Esa, ketiga, persatuan indonesia, kempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Dalam hal ini Muhamad SAW merupakan contoh kita sebagai sang pembebas kaum lemah, Asgar Ali Enginer (2006;41-42) menjadikan Nabi Muhamad SAW sebagai sang revolusioner dunia, melihat sejarah kondisi sosio-kultur mekah sebelum Nabi Muhamad SAW dilahirkan, apa yang terjadi masyarakat mekah pada waktu itu adalah masyarakat yang buta huruf, masyarakat berasumsi bahwa belajar baca-tulis akan menghabiskan waktu dan bahkan buta huruf menjadi kebanggaan bagi mereka, yang sehingga zaman sebelum datangnya Islam disebut zaman jahiliyah.
Kehidupan relegius bahkan lebih buruk, setiap suku memilki berhala sendiri, para sejarawan menyebutkan kurang lebih dari 360 berhala di letakan di ka’bah, wanita sangat tidak di hargai, mereka secara ekonomi dan sosial sangatlah di batasi, status perkawinan mereka sangatlah buruk hanya di jadikan permainan belaka, bahkan ayat al-Quran menjelaskan ketika bayi perempuan lahir akan di kubur hidup-hidup. Kondisi ekonomi lebih suramnya, kesenjangan golongan masyarakat lemah tidak di hiraukan, perbukan sudah menjadi hal biasa di jaman jahiliah, para buruh di kerja paksa hanya mendapatkan gajih sedikit.
Muhamad lahir dalam kondisi sosial mekah yang sangat buruk sekali, yang sehingga beliau tidak pernah belajar membaca dan menulis sebab kondisi masyarakat seperti itu, dan kemampuan baca-tulis beliau tidak memilki nilai fungsional kecuali untuk urusan dagang dan itupun dikenalkan untuk kebutuhanya dalam berdagang. Beliau mengejutkan mekah pada usia 40 tahun membebaskan masyarakat mekah dan seluruh umat manusia. Pembebasan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia serta memberikan kebebasan berfikir dan berbuat. Inilah gambaran ideal yang musti kita contoh, yang menginsfirasi hidup dan memiliki makna tujuan yang jelas, beliau juga berjuang untuk membebaskan kaum tertindas. Prof. A.Tafsir menjelaskan bahwa dari kelima nilai dasar pancasila itu terjiwai dan terwarnai oleh sila yang pertama yang menjadi nilai inti, serta mengarahkan empat nilai yang lainya.
Kita lihat dilapangan, pertanyaannya, Sekarang sejauh mana perhayatan peserta didik terhadap nilai-nilai pancasila? Seberapa jauh siswa memperoleh indikator konkret dari Pancasila?, Paling tidak siswa memahami kaitan bahan ajar di sekolah dengan Pancasila sebagai filsafat pendidikan bangsa Indonesia. Yaitu bagaimana secara rasional bahwa mata pelajaran kewarga-negaraan, pendidikan agama, IPA, IPS, kesenian, olah raga, muatan lokal, dan lain-lain, merupakan hasil elaborasi dari pilihan acuan pendidikan.
Bagaimanapun, untuk menetapkan arah pendidikan, tidak akan lepas dari persoalan tujuan hidup dan maknanya bagi individu dan masyarakat. Oleh karena itu, tujuan hidup masyarakat melekat pada nilai-nilai masyarakat dan perubahannya.
Manusia berpendidikan yang diharapkan oleh Pancasila
Manusia dalam pandangan Nilai-nilai dasar Perjuangan (NDP) HMI, di jelaskan bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan mahluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief). hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran.
Tujuan hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari mahluk-mahluk yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati.
Ada keselarasan nilai-nilai pancasila ayat pertama bahwa manusia memilki kecenderungan kepada keberan mutlak kepada Tuhan yang maha Esa, yang dimana tujuan pendidikan adalah manusia yang baik, manusia yang baik akan meciptakan masyarakat yang baik dalam kehidupan, masyarakat yang baik adalah masyarakat pada zaman Rasullah SAW, yaitu masyarakat Madani.
Masyarakat madani adalah masyarakat kota, masyarakat yang mengenal hukum dan taat hukum, Prof Ahmad Tafsir mengatakan bahwa yang diperlukan untuk mewujudkan masyarakat madani yaitu adanya hukum yang mengatur masyarakat manusia yang sesuai dengan kemanusiaannya, hukum itu di taati dan adanya penegak hukum.
Melihat poiter-pointer nilai pancasila penulis mengambil kesimpulan bahwa masnusia berpendidikan yang diharapkan oleh pancasila adalah manusia yang memilki kesadaran dalam membangun masyarakat baik, manusia yang memilki berwatak keillahian secara fitrah kemanusiaan, manusia yang menerima pluralitas masyarakat, manusia yang demokratis, manusia yang memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap kaum lemah, manusia yang vionir, manusia yang memilki aktivitas berjuang dalam membebaskan pendindasan. Maka bersamaan dengan ini manusia yang di harapkan oleh pancasila adalah manusia yang paripurna atau insan kamil
Hemat penulis Pancasila sebagai filsafat pendidikan bangsa harus menampakkan diri sebagai indikator karakteristik mentalitas bangsa Indonesia. Yang sehingga bisa terwujud dalam mental pesrta didik (lulusan pendidikan), termasuk tujuan pendidikan yang dielaborasi menjadi tujuan Institusional, tujuan Kurikuler, dan tujuan Instruksional.