Rabu, 26 Mei 2010

PENGARUH TELEVISI dan PERUBAHAN PERILAKU

Dewasa ini, arus globalisasi membawa pengaruh signifikan terhadap perubahan global kehidupan social culture kemasyarakatan. Seiring dengan perkembangan teknologi yang mampu menggabungkan unsur informasi dan komunikasi sehingga menjadi model interaksi sosial masyarakat modern. Tak dapat dihindari perubahan yang sangat cepat, dunia berada dalam situasi dan kondisi kehidupan antar bangsa dan negara tanpa batas. Media adalah power hegemoni masyarakat modern dalam mengubah tatatan struktur sosial budaya, politik, ekonomi dan aspek kehidupan lainnya. Media merupakan alat yang digunakan masyarakat kapitalis dalam memasarkan produk budaya dan menciptakan gaya hidup materialis, pragmatis, hedonis dan konsumtif. Meskipun disisi lain media membawa pengaruh positif dalam menggali informasi pelbagai gagasan pemikiran manusia yang dapat menunjang pembentukan masyarakat kritis.
Beragam bentuk media, seperti televisi, radio, internet, surat kabar dan lain sebagainya digunakan sebagai sarana informasi komunikasi masyarakat modern. Televisi adalah media paling utama yang dapat diakses, dinikmati, dan mudah terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat serta senantiasa menjadi populer di belahan dunia berkembang. Televisi adalah bagian dari “prakondisi dan konstruksi selektif pengetahuan sosial, pembayangan sosial, yang digunakan untuk memersepsi ‘dunia-dunia’,’realitas’ kehidupan orang lain, dan secara imajiner merekonstruksi hidup kita dan mereka menjadi semacam ‘keseluruhan dunia’ (‘worl of the whole’) yang masuk akal bagi kita” (Hall dalam Chris Barker, 2005 : 341).
Televisi perlu dipahami secara kultural dan ekonomi dalam hal teks-teks (program) dan pola-pola maknanya, relasi antara teks dan pemirsa, politik ekonomi (komoditas industri). Oleh karena itu perlu adanya pendekatan multiperspektif untuk memahami televisi yang telah memproduksi teks budaya dan membawa pengaruh signifikan terhadap life style masyarakat kontemporer, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Televisi sebagai Teks Budaya
Era globalisasi telah membawa budaya melintasi ruang dan waktu, kita tidak hanya menjumpai budaya dalam ruang dan waktu yang teritualkan melainkan bisa juga dengan melalui layar televisi. Beragam teks-teks budaya (program) yang disajikan televisi dengan membawa pesan dan makna-makna kultural. Belum ada media massa yang dapat menandingi televisi dalam besarnya skala volume teks budaya yang diproduksi dengan jumlah penonton yang sangat besar pula. Televisi telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat dunia untuk mengakses informasi dan sarana hiburan, khususnya bagi negara-negara berkembang karena mudah terjangkau oleh selurus lapisan masyarakatnya
Tanpa disadari, televisi telah menjadi ‘tuhan’ sekaligus ‘hantu’ masyarakat kontemporer. Sikap ketergantungan dan senantiasa mengikuti pola-pola trend atau gaya hidup yang diproduksi televisi melalui sajian teks-teks budayanya (program) adalah wujud kepatuhan dan ketundukan manusia terhadap produk budaya yang diciptakannya sendiri. Dan menjadi hantu masyarakat karena beragam teks budaya justru membawa ketakutan, tindakan kriminalitas dan anarkis.
Televisi telah membawa pesan dan pola-pola makna kultural kehidupan masyarakat kontemporer yang serba boleh dan menjadikan opini publik sebagai prinsip dasar dalam menentukan kebenaran dan kebaikan perilaku atau tindakan manusia. Contoh, kasus Goyang Ngebor Inul, film buruan cium gue, smackdown, gosip dan sinetron-sinetron remaja.
Pada mulanya terjadi kontroversial atas goyang ngebor inul di ruang publik. Sebagai barisan kaum relegius, para ulama menyatakan sikap dan kecaman keras terhadap aksi erotis goyang inul karena dapat membangkitkan nafsu birahi manusia tanpa terkendali dengan benar dan baik. Disisi lain, sebagian kaum entertainment yang diwakili oleh artis sebagai barisan yang membela tindakan aksi goyang inul. Menurut sebagian besar kalangan artis menyatakan bahwa aksi ngebor inul adalah wujud ekspresi seni yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan. Begitu juga dengan kasus kekerasan anak yang lahir dari budaya imitasi terhadap tayangan smackdown, penayangan film-film mistis, khayalan dan mitologi animisme-dinamisme menjadi teks-teks budaya yang mengandung makna-makna kultural yang akan membentuk pola pikir dan sikap tidak kritis, memandulkan alam pikir untuk menangkap dan merasakan kehadiran Ilahi, kebenaran dan nilai-nilai kebajikan. Belum lagi, tayangan infotaiment yang menyajikan gosip rumah tangga orang, mengumbar atau mempublikasikan kondisi rumah tangga seseorang yang menembus batas ruang privasi, tentu akan semakin memprovokasi ruang konflik/ketegangan sosial dan psikologis, membuka aib seseorang, bahkan bisa menimbulkan perilaku fitnah
Contoh-contoh tayangan program televisi di atas, awalnya terjadi kontroversial dan mengundang berbagai pihak baik ulama, akademisi, birokrat, aktivis gerakan dan lain sebagainya untuk memberikan penilaian terhadap tayangan tersebut. Namun lambat laun seiring dengan perjalanan waktu, aksi erotis goyang inul dan infotainment mengenai gosip rumah tangga orang menjadi sesuatu yang biasa dan semakin menjamur dalam program tayangan pertelevisian di Indonesia, bahkan dinikmati dan digemari sebagian besar masyarakat terutama kalangan remaja. Dari hal di atas, kita dapat melihat bahwa terjadi dialektika antara teks suci dan teks budaya, dimana teks suci mengandung pesan dan makna absolutisme etika dan teks-teks budaya dilayar televisi adalah keserbabolehan dan relativisme etika.
Kehidupan masyarakat modern yang serba bebas (keserbabolehan), relativitas nilai menjadi pandangan atau pedomannya. Kebenaran sejati (etika dan agama) menjadi tergantikan perannya oleh perkembangan sains dan teknologi modern dalam memandang dan memecahkan realitas kehidupan. Disatu sisi teknologi modern menyimpan potensi menghancurkan derajat manusia (dehumanisasi), manusia telah menjadi budak oleh ciptaannya sendiri, meskipun disisi lainnya produk teknologi modern memberikan kemudahan mencari ilmu dan menggali informasi pelbagai pemikiran manusia untuk membangun peradaban dan kehidupan manusia menuju masyarakat kritis dan inklusif.
Sesungguhnya ada kecenderungan manusia modern merasa kesepian dalam keramaian, merasa terasing dengan kerabatnya sendiri, terpenjara oleh dunia serba bebas yang sesungguhnya memberikan kenikmatan semu, terbelenggu dan menjadi budak oleh ciptaannya sendiri. Televisi telah membatasi ruang dan waktu anak-anak sejak usia dini untuk berinteraksi sosial.

Relasi Teks Budaya dan Pemirsa
Kecerdasan pemirsa untuk menafsirkan pesan dan makna teks-teks kultural sangat menentukan pilihan sadarnya untuk mengambil sikap dan perilakunya terhadap realitas kehidupan. Beragam informasi dan hiburan sebagai bentuk produk teks-teks budaya akan tersimpan dalam memori pengetahuan dalam alam pikir manusia untuk dijadikan bahan refleksi diri untuk menentukan pilihan model budaya yang akan menjadi gaya hidupnya.
Secara behavioral, sebagian besar kecenderungan pemirsa melakukan tindakan imitasi terhadap teks budaya yang diproduksi oleh televisi. Beragam trend dan gaya hidup ala selebritis menjadi kebiasaan hampir di seluruh level lapisan masyarakat terutama kalangan pemuda atau generasi muda/pelajar. Paradigma pemirsa ini merupakan reaksi terhadap kecenderungan teksual tanpa melakukan proses penciptaan/penafsiran makna kultural sebelum mengambil pilihan sikap terhadap gaya hidup yang akan dijalaninya.
Akan sangat berbeda dengan karakter pemirsa yang memiliki basis pengetahuan berdasarkan kompetensi kultural, yang memandang teks budaya memiliki multi makna (polisemik). Sehingga ia mengetahui atau memahami pesan dan pola-pola makna kultural dari teks sebagai pembawa beragam makna. Proses penciptaan makna biasanya dipengaruhi oleh basis pengetahuan, identitas nasional pemirsa, status kelas sosial dan gender.
Menurut Gadamer dan Iser menyatakan bahwa relasi antara teks dan pembaca adalah merupakan hubungan interaktif dimana pembaca mendekati teks dengan harapan dan antisipasi-antisipasi tertentu yang mengalami modifikasi dalam perjalanan membaca dan akan digantikan oleh \"proyeksi-proyeksi\" baru.

Globalisasi Televisi dan Identitas Kultural
Menurut Schiller menyatakan bahwa media bisa masuk kedalam sistem kapitalis dunia dengan cara menyediakan dukungan bagi kapitalisme, khususnya pada perusahaan transnasional. Perusahaan-perusahaan multimedia merupakan bagian dari proses konglomerasi kapital yang lebih luas dibidang industri jasa dan komunikasi.
Globalisasi televisi merupakan salah satu ikhtiar kapitalisme dalam mencari komoditas dan pasar-pasar baru untuk melakukan ekspansi penjualan teks budaya sehingga mendekatkan para pemirsa pada budaya konsumtif melalui program iklan dan mind set hedonis serta berfikir instans melalui program-program televisi berupa kehidupan glamor dan metroseksual dalam tayangan-tayangan sinetron remaja sehingga dapat berimplikasi terhadap degradasi moral generasi muda.
Televisi bisa dianggap global dalam hal (Chris Barker, 2005 : 364 ) ;
• Beragamnya konfigurasi televisi publik dan komersial, yang diatur, didanai dan ditonton dalam batas-batas negara-bangsa dan atau komunitas-komunitas bahasa
• Teknologi, kepemilikan, distribusi program dan pemirsanya, yang beroperasi melintasi batas negara-bangsa dan komunitas bahasa.
• Diedarkan oleh televisi bentuk-bentuk narasi dan wacana yang mirip ke seluruh dunia.
Indonesia sebagai bangsa dan negara dunia ketiga, tentunya merupakan obyek utama pemasaran produk budaya masyarakat modern. Tak bisa dihindari atau dibendung pengaruh ideologi dan gaya hidup masyarakat barat telah menghipnotis dan merasuk ruh masyarakat budaya timur. Dan Indonesia adalah merupakan bangsa dan negara besar yang memiliki keanekaragaman budaya, agama, etnis, suku, ras dan golongan serta mempunyai kekayaan alam yang melimpah, ribuan pulau yang menyimpan potensi alam dan wisata.
Untuk itu diperlukan upaya sadar memelihara, melestarikan, dan menjaga kearifan budaya lokal/daerah, yang merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat dan bukan berarti tidak mau menerima budaya asing yang masuk. Namun kita perlu upaya filterisasi produk budaya lainnya untuk memperkaya khazanah kebudayaan dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip atau nilai-nilai universal yang sesuai dengan falsafah hidup atau cita-cita kebangsaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar