MTV End Exploitation and Trafficking (EXIT) mengambil inisiatif nasional untuk memerangi perdagangan manusia (human trafficking) melalui serangkaian konser dan program televisi.
MTV EXIT Live in Indonesia akan memulai konser kehlingnya di Pontianak pada 2 Mei 2010 dengan sebuah pertunjukan konser musik akbar dan gratis yang menampilkan artis-artis papan atas Indonesia. Konser ini akan terus berlanjut secara gratis di Surabaya, Makassar, Medan dan Jakarta.
MTV EXIT diselenggarakan oleh MTV Europe Foundation bekerja sama dengan USAID (U.S. Agency for International Development), AusAID (the Australian Governments Agency for International Development), dan Global TV.Konser tersebut mengajarkan anak-anak muda tentang bahaya perdagangan manusia dengan menyediakan berbagai informasi penting dan cara untuk melindungi diri dari eksploitasi.
Rekaman konser akan digunakan untuk memproduksi serangkaian program televisi yang akan ditayangkan secara nasional.MTV EXIT telah menyelenggarakan 17 konser di seluruh Asia selama 2 tahun terakhir, termasuk di Thailand, Laos, Kamboja, Nepal, Taiwan, Filipina, dan Vietnam.Perincian tambahan konser di Indonesia akan diumumkan segera.
Rabu, 26 Mei 2010
Valentine Day Telah Menjadi Lifestyle Anak Muda Indonesia.
Salah kah saya menulis judul valentines days seperti ini? Jika salah ya mohon di maafkan saja yah karena lagi uji coba juga untuk indeks blog lifestyle yang sedang bermasalah dengan pencarian keyword tertentu. Masuk pada topik nya saja tentang valentine atau bahasa indonesia nya hari kasih sayang untuk semua mahluk hidup yang ada di bumi ini, jadi bukan hanya kepada manusia saja namun terhadap binatang dan tumbuhan pun perlu kasih sayang. Postingan ini bukan memberikan informasi tentang perayaan valentine day namun sebagai ajang berbagi anak muda yang kebetulan saja membaca postingan saya ini.
Hari kasih sayang atau hari valentine adalah sebuah hari bagi para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya di Dunia Barat, menurut sumber yang saya baca valentines day awal mulanya dari hari raya Katolik Roma dan dibuat sebuah diskusi oleh valentinus. Hari kasih sayang ini akhirnya dipakai untuk saling bertukar cendramata yang mempunyai simbol gambar hati yang biasa di dampingi oleh dewa apa dewi cupid gitu yah.
Nah kebiasaan orang barat ini lambat laun telah menjadi lifestyle on the net di benua nya bahkan bisa di bilang menjalar keseluruh dunia bagaikan virus conficker yang sulit di obati. Menurut survey setiap tahunnya ada sekitar milyaran kartu valentine day beredar dan menyebar dimana-mana, bahkan di indonesia anak muda tak akan melewati momen valentine ini bersama pasangan nya masing-masing.
Hmm jika kita lihat dari sejarah lahir nya hari valentine ini bisa kita ambil kesimpulan bahwa ini merupakah hidup gaya ala barat dan di tiru oleh seluruh dunia bahkan indonesia yang berada di daerah timur, saya ingin bertanya saja khususnya bagi para blogger muslim indonesia(mohon maaf untuk yang beragam lain bukan maksud untuk menentang), apakah fenomena valentine day yang telah menjadi lifestyle anak muda indonesia di perbolehkan dalam ajaran islam?
Hari kasih sayang atau hari valentine adalah sebuah hari bagi para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya di Dunia Barat, menurut sumber yang saya baca valentines day awal mulanya dari hari raya Katolik Roma dan dibuat sebuah diskusi oleh valentinus. Hari kasih sayang ini akhirnya dipakai untuk saling bertukar cendramata yang mempunyai simbol gambar hati yang biasa di dampingi oleh dewa apa dewi cupid gitu yah.
Nah kebiasaan orang barat ini lambat laun telah menjadi lifestyle on the net di benua nya bahkan bisa di bilang menjalar keseluruh dunia bagaikan virus conficker yang sulit di obati. Menurut survey setiap tahunnya ada sekitar milyaran kartu valentine day beredar dan menyebar dimana-mana, bahkan di indonesia anak muda tak akan melewati momen valentine ini bersama pasangan nya masing-masing.
Hmm jika kita lihat dari sejarah lahir nya hari valentine ini bisa kita ambil kesimpulan bahwa ini merupakah hidup gaya ala barat dan di tiru oleh seluruh dunia bahkan indonesia yang berada di daerah timur, saya ingin bertanya saja khususnya bagi para blogger muslim indonesia(mohon maaf untuk yang beragam lain bukan maksud untuk menentang), apakah fenomena valentine day yang telah menjadi lifestyle anak muda indonesia di perbolehkan dalam ajaran islam?
PENGARUH TELEVISI dan PERUBAHAN PERILAKU
Dewasa ini, arus globalisasi membawa pengaruh signifikan terhadap perubahan global kehidupan social culture kemasyarakatan. Seiring dengan perkembangan teknologi yang mampu menggabungkan unsur informasi dan komunikasi sehingga menjadi model interaksi sosial masyarakat modern. Tak dapat dihindari perubahan yang sangat cepat, dunia berada dalam situasi dan kondisi kehidupan antar bangsa dan negara tanpa batas. Media adalah power hegemoni masyarakat modern dalam mengubah tatatan struktur sosial budaya, politik, ekonomi dan aspek kehidupan lainnya. Media merupakan alat yang digunakan masyarakat kapitalis dalam memasarkan produk budaya dan menciptakan gaya hidup materialis, pragmatis, hedonis dan konsumtif. Meskipun disisi lain media membawa pengaruh positif dalam menggali informasi pelbagai gagasan pemikiran manusia yang dapat menunjang pembentukan masyarakat kritis.
Beragam bentuk media, seperti televisi, radio, internet, surat kabar dan lain sebagainya digunakan sebagai sarana informasi komunikasi masyarakat modern. Televisi adalah media paling utama yang dapat diakses, dinikmati, dan mudah terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat serta senantiasa menjadi populer di belahan dunia berkembang. Televisi adalah bagian dari “prakondisi dan konstruksi selektif pengetahuan sosial, pembayangan sosial, yang digunakan untuk memersepsi ‘dunia-dunia’,’realitas’ kehidupan orang lain, dan secara imajiner merekonstruksi hidup kita dan mereka menjadi semacam ‘keseluruhan dunia’ (‘worl of the whole’) yang masuk akal bagi kita” (Hall dalam Chris Barker, 2005 : 341).
Televisi perlu dipahami secara kultural dan ekonomi dalam hal teks-teks (program) dan pola-pola maknanya, relasi antara teks dan pemirsa, politik ekonomi (komoditas industri). Oleh karena itu perlu adanya pendekatan multiperspektif untuk memahami televisi yang telah memproduksi teks budaya dan membawa pengaruh signifikan terhadap life style masyarakat kontemporer, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Televisi sebagai Teks Budaya
Era globalisasi telah membawa budaya melintasi ruang dan waktu, kita tidak hanya menjumpai budaya dalam ruang dan waktu yang teritualkan melainkan bisa juga dengan melalui layar televisi. Beragam teks-teks budaya (program) yang disajikan televisi dengan membawa pesan dan makna-makna kultural. Belum ada media massa yang dapat menandingi televisi dalam besarnya skala volume teks budaya yang diproduksi dengan jumlah penonton yang sangat besar pula. Televisi telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat dunia untuk mengakses informasi dan sarana hiburan, khususnya bagi negara-negara berkembang karena mudah terjangkau oleh selurus lapisan masyarakatnya
Tanpa disadari, televisi telah menjadi ‘tuhan’ sekaligus ‘hantu’ masyarakat kontemporer. Sikap ketergantungan dan senantiasa mengikuti pola-pola trend atau gaya hidup yang diproduksi televisi melalui sajian teks-teks budayanya (program) adalah wujud kepatuhan dan ketundukan manusia terhadap produk budaya yang diciptakannya sendiri. Dan menjadi hantu masyarakat karena beragam teks budaya justru membawa ketakutan, tindakan kriminalitas dan anarkis.
Televisi telah membawa pesan dan pola-pola makna kultural kehidupan masyarakat kontemporer yang serba boleh dan menjadikan opini publik sebagai prinsip dasar dalam menentukan kebenaran dan kebaikan perilaku atau tindakan manusia. Contoh, kasus Goyang Ngebor Inul, film buruan cium gue, smackdown, gosip dan sinetron-sinetron remaja.
Pada mulanya terjadi kontroversial atas goyang ngebor inul di ruang publik. Sebagai barisan kaum relegius, para ulama menyatakan sikap dan kecaman keras terhadap aksi erotis goyang inul karena dapat membangkitkan nafsu birahi manusia tanpa terkendali dengan benar dan baik. Disisi lain, sebagian kaum entertainment yang diwakili oleh artis sebagai barisan yang membela tindakan aksi goyang inul. Menurut sebagian besar kalangan artis menyatakan bahwa aksi ngebor inul adalah wujud ekspresi seni yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan. Begitu juga dengan kasus kekerasan anak yang lahir dari budaya imitasi terhadap tayangan smackdown, penayangan film-film mistis, khayalan dan mitologi animisme-dinamisme menjadi teks-teks budaya yang mengandung makna-makna kultural yang akan membentuk pola pikir dan sikap tidak kritis, memandulkan alam pikir untuk menangkap dan merasakan kehadiran Ilahi, kebenaran dan nilai-nilai kebajikan. Belum lagi, tayangan infotaiment yang menyajikan gosip rumah tangga orang, mengumbar atau mempublikasikan kondisi rumah tangga seseorang yang menembus batas ruang privasi, tentu akan semakin memprovokasi ruang konflik/ketegangan sosial dan psikologis, membuka aib seseorang, bahkan bisa menimbulkan perilaku fitnah
Contoh-contoh tayangan program televisi di atas, awalnya terjadi kontroversial dan mengundang berbagai pihak baik ulama, akademisi, birokrat, aktivis gerakan dan lain sebagainya untuk memberikan penilaian terhadap tayangan tersebut. Namun lambat laun seiring dengan perjalanan waktu, aksi erotis goyang inul dan infotainment mengenai gosip rumah tangga orang menjadi sesuatu yang biasa dan semakin menjamur dalam program tayangan pertelevisian di Indonesia, bahkan dinikmati dan digemari sebagian besar masyarakat terutama kalangan remaja. Dari hal di atas, kita dapat melihat bahwa terjadi dialektika antara teks suci dan teks budaya, dimana teks suci mengandung pesan dan makna absolutisme etika dan teks-teks budaya dilayar televisi adalah keserbabolehan dan relativisme etika.
Kehidupan masyarakat modern yang serba bebas (keserbabolehan), relativitas nilai menjadi pandangan atau pedomannya. Kebenaran sejati (etika dan agama) menjadi tergantikan perannya oleh perkembangan sains dan teknologi modern dalam memandang dan memecahkan realitas kehidupan. Disatu sisi teknologi modern menyimpan potensi menghancurkan derajat manusia (dehumanisasi), manusia telah menjadi budak oleh ciptaannya sendiri, meskipun disisi lainnya produk teknologi modern memberikan kemudahan mencari ilmu dan menggali informasi pelbagai pemikiran manusia untuk membangun peradaban dan kehidupan manusia menuju masyarakat kritis dan inklusif.
Sesungguhnya ada kecenderungan manusia modern merasa kesepian dalam keramaian, merasa terasing dengan kerabatnya sendiri, terpenjara oleh dunia serba bebas yang sesungguhnya memberikan kenikmatan semu, terbelenggu dan menjadi budak oleh ciptaannya sendiri. Televisi telah membatasi ruang dan waktu anak-anak sejak usia dini untuk berinteraksi sosial.
Relasi Teks Budaya dan Pemirsa
Kecerdasan pemirsa untuk menafsirkan pesan dan makna teks-teks kultural sangat menentukan pilihan sadarnya untuk mengambil sikap dan perilakunya terhadap realitas kehidupan. Beragam informasi dan hiburan sebagai bentuk produk teks-teks budaya akan tersimpan dalam memori pengetahuan dalam alam pikir manusia untuk dijadikan bahan refleksi diri untuk menentukan pilihan model budaya yang akan menjadi gaya hidupnya.
Secara behavioral, sebagian besar kecenderungan pemirsa melakukan tindakan imitasi terhadap teks budaya yang diproduksi oleh televisi. Beragam trend dan gaya hidup ala selebritis menjadi kebiasaan hampir di seluruh level lapisan masyarakat terutama kalangan pemuda atau generasi muda/pelajar. Paradigma pemirsa ini merupakan reaksi terhadap kecenderungan teksual tanpa melakukan proses penciptaan/penafsiran makna kultural sebelum mengambil pilihan sikap terhadap gaya hidup yang akan dijalaninya.
Akan sangat berbeda dengan karakter pemirsa yang memiliki basis pengetahuan berdasarkan kompetensi kultural, yang memandang teks budaya memiliki multi makna (polisemik). Sehingga ia mengetahui atau memahami pesan dan pola-pola makna kultural dari teks sebagai pembawa beragam makna. Proses penciptaan makna biasanya dipengaruhi oleh basis pengetahuan, identitas nasional pemirsa, status kelas sosial dan gender.
Menurut Gadamer dan Iser menyatakan bahwa relasi antara teks dan pembaca adalah merupakan hubungan interaktif dimana pembaca mendekati teks dengan harapan dan antisipasi-antisipasi tertentu yang mengalami modifikasi dalam perjalanan membaca dan akan digantikan oleh \"proyeksi-proyeksi\" baru.
Globalisasi Televisi dan Identitas Kultural
Menurut Schiller menyatakan bahwa media bisa masuk kedalam sistem kapitalis dunia dengan cara menyediakan dukungan bagi kapitalisme, khususnya pada perusahaan transnasional. Perusahaan-perusahaan multimedia merupakan bagian dari proses konglomerasi kapital yang lebih luas dibidang industri jasa dan komunikasi.
Globalisasi televisi merupakan salah satu ikhtiar kapitalisme dalam mencari komoditas dan pasar-pasar baru untuk melakukan ekspansi penjualan teks budaya sehingga mendekatkan para pemirsa pada budaya konsumtif melalui program iklan dan mind set hedonis serta berfikir instans melalui program-program televisi berupa kehidupan glamor dan metroseksual dalam tayangan-tayangan sinetron remaja sehingga dapat berimplikasi terhadap degradasi moral generasi muda.
Televisi bisa dianggap global dalam hal (Chris Barker, 2005 : 364 ) ;
• Beragamnya konfigurasi televisi publik dan komersial, yang diatur, didanai dan ditonton dalam batas-batas negara-bangsa dan atau komunitas-komunitas bahasa
• Teknologi, kepemilikan, distribusi program dan pemirsanya, yang beroperasi melintasi batas negara-bangsa dan komunitas bahasa.
• Diedarkan oleh televisi bentuk-bentuk narasi dan wacana yang mirip ke seluruh dunia.
Indonesia sebagai bangsa dan negara dunia ketiga, tentunya merupakan obyek utama pemasaran produk budaya masyarakat modern. Tak bisa dihindari atau dibendung pengaruh ideologi dan gaya hidup masyarakat barat telah menghipnotis dan merasuk ruh masyarakat budaya timur. Dan Indonesia adalah merupakan bangsa dan negara besar yang memiliki keanekaragaman budaya, agama, etnis, suku, ras dan golongan serta mempunyai kekayaan alam yang melimpah, ribuan pulau yang menyimpan potensi alam dan wisata.
Untuk itu diperlukan upaya sadar memelihara, melestarikan, dan menjaga kearifan budaya lokal/daerah, yang merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat dan bukan berarti tidak mau menerima budaya asing yang masuk. Namun kita perlu upaya filterisasi produk budaya lainnya untuk memperkaya khazanah kebudayaan dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip atau nilai-nilai universal yang sesuai dengan falsafah hidup atau cita-cita kebangsaan.
Beragam bentuk media, seperti televisi, radio, internet, surat kabar dan lain sebagainya digunakan sebagai sarana informasi komunikasi masyarakat modern. Televisi adalah media paling utama yang dapat diakses, dinikmati, dan mudah terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat serta senantiasa menjadi populer di belahan dunia berkembang. Televisi adalah bagian dari “prakondisi dan konstruksi selektif pengetahuan sosial, pembayangan sosial, yang digunakan untuk memersepsi ‘dunia-dunia’,’realitas’ kehidupan orang lain, dan secara imajiner merekonstruksi hidup kita dan mereka menjadi semacam ‘keseluruhan dunia’ (‘worl of the whole’) yang masuk akal bagi kita” (Hall dalam Chris Barker, 2005 : 341).
Televisi perlu dipahami secara kultural dan ekonomi dalam hal teks-teks (program) dan pola-pola maknanya, relasi antara teks dan pemirsa, politik ekonomi (komoditas industri). Oleh karena itu perlu adanya pendekatan multiperspektif untuk memahami televisi yang telah memproduksi teks budaya dan membawa pengaruh signifikan terhadap life style masyarakat kontemporer, baik yang bersifat positif maupun negatif.
Televisi sebagai Teks Budaya
Era globalisasi telah membawa budaya melintasi ruang dan waktu, kita tidak hanya menjumpai budaya dalam ruang dan waktu yang teritualkan melainkan bisa juga dengan melalui layar televisi. Beragam teks-teks budaya (program) yang disajikan televisi dengan membawa pesan dan makna-makna kultural. Belum ada media massa yang dapat menandingi televisi dalam besarnya skala volume teks budaya yang diproduksi dengan jumlah penonton yang sangat besar pula. Televisi telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat dunia untuk mengakses informasi dan sarana hiburan, khususnya bagi negara-negara berkembang karena mudah terjangkau oleh selurus lapisan masyarakatnya
Tanpa disadari, televisi telah menjadi ‘tuhan’ sekaligus ‘hantu’ masyarakat kontemporer. Sikap ketergantungan dan senantiasa mengikuti pola-pola trend atau gaya hidup yang diproduksi televisi melalui sajian teks-teks budayanya (program) adalah wujud kepatuhan dan ketundukan manusia terhadap produk budaya yang diciptakannya sendiri. Dan menjadi hantu masyarakat karena beragam teks budaya justru membawa ketakutan, tindakan kriminalitas dan anarkis.
Televisi telah membawa pesan dan pola-pola makna kultural kehidupan masyarakat kontemporer yang serba boleh dan menjadikan opini publik sebagai prinsip dasar dalam menentukan kebenaran dan kebaikan perilaku atau tindakan manusia. Contoh, kasus Goyang Ngebor Inul, film buruan cium gue, smackdown, gosip dan sinetron-sinetron remaja.
Pada mulanya terjadi kontroversial atas goyang ngebor inul di ruang publik. Sebagai barisan kaum relegius, para ulama menyatakan sikap dan kecaman keras terhadap aksi erotis goyang inul karena dapat membangkitkan nafsu birahi manusia tanpa terkendali dengan benar dan baik. Disisi lain, sebagian kaum entertainment yang diwakili oleh artis sebagai barisan yang membela tindakan aksi goyang inul. Menurut sebagian besar kalangan artis menyatakan bahwa aksi ngebor inul adalah wujud ekspresi seni yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan. Begitu juga dengan kasus kekerasan anak yang lahir dari budaya imitasi terhadap tayangan smackdown, penayangan film-film mistis, khayalan dan mitologi animisme-dinamisme menjadi teks-teks budaya yang mengandung makna-makna kultural yang akan membentuk pola pikir dan sikap tidak kritis, memandulkan alam pikir untuk menangkap dan merasakan kehadiran Ilahi, kebenaran dan nilai-nilai kebajikan. Belum lagi, tayangan infotaiment yang menyajikan gosip rumah tangga orang, mengumbar atau mempublikasikan kondisi rumah tangga seseorang yang menembus batas ruang privasi, tentu akan semakin memprovokasi ruang konflik/ketegangan sosial dan psikologis, membuka aib seseorang, bahkan bisa menimbulkan perilaku fitnah
Contoh-contoh tayangan program televisi di atas, awalnya terjadi kontroversial dan mengundang berbagai pihak baik ulama, akademisi, birokrat, aktivis gerakan dan lain sebagainya untuk memberikan penilaian terhadap tayangan tersebut. Namun lambat laun seiring dengan perjalanan waktu, aksi erotis goyang inul dan infotainment mengenai gosip rumah tangga orang menjadi sesuatu yang biasa dan semakin menjamur dalam program tayangan pertelevisian di Indonesia, bahkan dinikmati dan digemari sebagian besar masyarakat terutama kalangan remaja. Dari hal di atas, kita dapat melihat bahwa terjadi dialektika antara teks suci dan teks budaya, dimana teks suci mengandung pesan dan makna absolutisme etika dan teks-teks budaya dilayar televisi adalah keserbabolehan dan relativisme etika.
Kehidupan masyarakat modern yang serba bebas (keserbabolehan), relativitas nilai menjadi pandangan atau pedomannya. Kebenaran sejati (etika dan agama) menjadi tergantikan perannya oleh perkembangan sains dan teknologi modern dalam memandang dan memecahkan realitas kehidupan. Disatu sisi teknologi modern menyimpan potensi menghancurkan derajat manusia (dehumanisasi), manusia telah menjadi budak oleh ciptaannya sendiri, meskipun disisi lainnya produk teknologi modern memberikan kemudahan mencari ilmu dan menggali informasi pelbagai pemikiran manusia untuk membangun peradaban dan kehidupan manusia menuju masyarakat kritis dan inklusif.
Sesungguhnya ada kecenderungan manusia modern merasa kesepian dalam keramaian, merasa terasing dengan kerabatnya sendiri, terpenjara oleh dunia serba bebas yang sesungguhnya memberikan kenikmatan semu, terbelenggu dan menjadi budak oleh ciptaannya sendiri. Televisi telah membatasi ruang dan waktu anak-anak sejak usia dini untuk berinteraksi sosial.
Relasi Teks Budaya dan Pemirsa
Kecerdasan pemirsa untuk menafsirkan pesan dan makna teks-teks kultural sangat menentukan pilihan sadarnya untuk mengambil sikap dan perilakunya terhadap realitas kehidupan. Beragam informasi dan hiburan sebagai bentuk produk teks-teks budaya akan tersimpan dalam memori pengetahuan dalam alam pikir manusia untuk dijadikan bahan refleksi diri untuk menentukan pilihan model budaya yang akan menjadi gaya hidupnya.
Secara behavioral, sebagian besar kecenderungan pemirsa melakukan tindakan imitasi terhadap teks budaya yang diproduksi oleh televisi. Beragam trend dan gaya hidup ala selebritis menjadi kebiasaan hampir di seluruh level lapisan masyarakat terutama kalangan pemuda atau generasi muda/pelajar. Paradigma pemirsa ini merupakan reaksi terhadap kecenderungan teksual tanpa melakukan proses penciptaan/penafsiran makna kultural sebelum mengambil pilihan sikap terhadap gaya hidup yang akan dijalaninya.
Akan sangat berbeda dengan karakter pemirsa yang memiliki basis pengetahuan berdasarkan kompetensi kultural, yang memandang teks budaya memiliki multi makna (polisemik). Sehingga ia mengetahui atau memahami pesan dan pola-pola makna kultural dari teks sebagai pembawa beragam makna. Proses penciptaan makna biasanya dipengaruhi oleh basis pengetahuan, identitas nasional pemirsa, status kelas sosial dan gender.
Menurut Gadamer dan Iser menyatakan bahwa relasi antara teks dan pembaca adalah merupakan hubungan interaktif dimana pembaca mendekati teks dengan harapan dan antisipasi-antisipasi tertentu yang mengalami modifikasi dalam perjalanan membaca dan akan digantikan oleh \"proyeksi-proyeksi\" baru.
Globalisasi Televisi dan Identitas Kultural
Menurut Schiller menyatakan bahwa media bisa masuk kedalam sistem kapitalis dunia dengan cara menyediakan dukungan bagi kapitalisme, khususnya pada perusahaan transnasional. Perusahaan-perusahaan multimedia merupakan bagian dari proses konglomerasi kapital yang lebih luas dibidang industri jasa dan komunikasi.
Globalisasi televisi merupakan salah satu ikhtiar kapitalisme dalam mencari komoditas dan pasar-pasar baru untuk melakukan ekspansi penjualan teks budaya sehingga mendekatkan para pemirsa pada budaya konsumtif melalui program iklan dan mind set hedonis serta berfikir instans melalui program-program televisi berupa kehidupan glamor dan metroseksual dalam tayangan-tayangan sinetron remaja sehingga dapat berimplikasi terhadap degradasi moral generasi muda.
Televisi bisa dianggap global dalam hal (Chris Barker, 2005 : 364 ) ;
• Beragamnya konfigurasi televisi publik dan komersial, yang diatur, didanai dan ditonton dalam batas-batas negara-bangsa dan atau komunitas-komunitas bahasa
• Teknologi, kepemilikan, distribusi program dan pemirsanya, yang beroperasi melintasi batas negara-bangsa dan komunitas bahasa.
• Diedarkan oleh televisi bentuk-bentuk narasi dan wacana yang mirip ke seluruh dunia.
Indonesia sebagai bangsa dan negara dunia ketiga, tentunya merupakan obyek utama pemasaran produk budaya masyarakat modern. Tak bisa dihindari atau dibendung pengaruh ideologi dan gaya hidup masyarakat barat telah menghipnotis dan merasuk ruh masyarakat budaya timur. Dan Indonesia adalah merupakan bangsa dan negara besar yang memiliki keanekaragaman budaya, agama, etnis, suku, ras dan golongan serta mempunyai kekayaan alam yang melimpah, ribuan pulau yang menyimpan potensi alam dan wisata.
Untuk itu diperlukan upaya sadar memelihara, melestarikan, dan menjaga kearifan budaya lokal/daerah, yang merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat dan bukan berarti tidak mau menerima budaya asing yang masuk. Namun kita perlu upaya filterisasi produk budaya lainnya untuk memperkaya khazanah kebudayaan dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip atau nilai-nilai universal yang sesuai dengan falsafah hidup atau cita-cita kebangsaan.
PENANGGULANGAN PENGARUH NEGATIF GLOBALISASI PADA NILAI-NILAI BUDAYA BANGSA INDONESIA
Era globalisasi membawa berbagai perubahan yang menyentuh sampai pada dasar kehidupan manusia. Perubahan tersebut disebabkan oleh perjuangan Hak Asasi Manusia (HAM), pelestarian lingkungan hidup serta peningkatan kualitas hidup. Corak masyarakat globalisasi terus bertambah, dari masyarakat pasca industri, pencapaian tujuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan cenderung semakin dibutuhkan oleh penguasaan teknologi dan informasi.
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, persediaan bahan pangan, bahan energi dan bahan industri strategis semakin langka serta kesenjangan penguasaan teknologi semakin lebar menimbulkan kencenderungan yang memperuncing perbedaan kepentingan antar negara dan pada gilirannya dapat menimbulkan konflik antar negara.
Kemajuan bidang teknologi informasi, komunikasi dan transportasi, serta makin menonjolnya kepentingan ekonomi dan perdagangan yang telah mendorong terwujudnya globalisasi, memberi peluang terjadinya infiltrasi budaya Barat sebagai ukuran tata nilai dunia. Tidak jarang terjadi, demi kepentingan ekonomi, suatu negara terpaksa menerima masuknya budaya Barat yang belum tentu sesuai dengan situasi dan kondisi negara itu sendiri dan berakibat pada pola pikir dan pola tindak yang ditandai dengan pemikiran Negara Federasi, menurun-nya rasa sosial dan semangat ke-bhineka-an yang mengarah pada disintegrasi bangsa dan pelanggaran hukum serta pola hidup individualisme dan konsumerisme yang bertentangan dengan pola hidup sederhana dan semua itu bertentangan dengan nilai-nilai budaya asli bangsa Indonesia yang digali dari Pancasila.
Untuk membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang tangguh, budaya nasional perlu dibina dan dikedepankan agar dapat berfungsi sebagai pemersatu anak bangsa, karena tidak ada bangsa yang berhasil maju kecuali maju sebagai satu kesatuan yang utuh, tidak terpecah-pecah dalam mempertahan-kan jati diri dan budayanya.
Kebudayaan nasional perlu dibina sebagai langkah persatuan dan kesatuan bangsa melalui perangkat nilai budaya yang dimiliki. Nilai-nilai budaya tersebut harus disosialisasikan dan diinternalisasikan kepada warga negara Indonesia untuk dijadikan pedoman bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perwujudan pengembangan budaya bangsa Indonesia untuk mendukung pertahanan negara perlu konsepsi yang jelas dan dirumuskan dengan mempertimbangkan segi teori, keinginan masyarakat Indonesia dan keinginan tokoh-tokoh masyarakat.
Diharapkan pemerintah, tokoh masyarakat serta masyarakat Indonesia dapat memberikan dukungan guna mengendalikan kondisi moral bangsa Indonesia agar tetap dalam kerangka nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Tulisan ini diharapkan dapat menghasilkan suatu konsepsi penanggulangan pengaruh negatif globalisasi pada nilai-nilai budaya bangsa yang tertuang dalam kebijakan, strategi dan upaya-upaya yang dapat diimplementasikan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Maksud, Tujuan dan Ruang Lingkup Kajian.
§ Maksud. Tulisan ini dimaksudkan untuk menghasilkan konsepsi penanggulangan pengaruh negatif globalisasi pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
§ Tujuan. Agar dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pimpinan dalam menentukan kebijakan di bidang penang-gulangan pengaruh negatif globalisasi pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
§ Ruang lingkup. Pembahasan meliputi gambaran tentang pengaruh negatif globalisasi pada nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia serta konsepsi penanggul-angannya yang dituangkan dalam kebijakan, stategi dan upaya-upaya.
Nilai-nilai Budaya Bangsa Indonesia.
a. Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia. Pancasila dirumuskan dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang ideal dan mempunyai kelebihan-kelebihan wawasan ke depan yang integral, mengakui dan mengembangkan kehidupan sosial religius, memiliki orientasi kemanusiaan serta menciptakan iklim kehidupan yang seimbang, suasana kehidupan kekeluargaan, menanamkan pola hidup kerakyatan dan mendorong dinamika perjuangan. Beberapa iklim kehidupan dapat dijelaskan sebagai berikut :
§ Menciptakan iklim kehidupan yang seimbang, nilai-nilai Pancasila mempunyai keseimbangan antara kepentingan jasmani dan rohani serta kepentingan individu dan kepentingan bersama. Dengan demikian nilai Pancasila mengarah pada kehidupan yang integral.
§ Menciptakan suasana kehidupan kekeluargaan. Pancasila sebagai-mana keluarga, menciptakan suasana kehidupan yang bercirikan musyawarah, mufakat adil dan kebersamaan (persatuan) manusia lain dipandang sebagai saudara.
§ Menanamkan pola hidup kerakyatan. Pola hidup kerak-yatan dalam Pancasila berarti meningkatkan pola hidup kebersamaan dalam masyarakat, yaitu kepentingan umum di atas kepentingan perorangan, pemerataan kemakmuran dan kestabilan kemakmuran.
§ Menciptakan iklim kehidupan yang dinamis. Sila Ketuhanan yang Maha Esa berarti manusia Indonesia menjadi manusia yang bertuhan. Manusia bertuhan menggunakan kriteria mutlak dalam pengambilan keputusan. Sebagai manusia beriman perjuangannya akan berhasil dan tidak mudah menyerah. Iklim kehidupan dinamis ini akan menjiwai perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan.
b. Pancasila sebagai salah satu paradigma nasional ditempatkan paling atas, seharusnya selalu digunakan sebagai pedoman dan pertimbangan dalam memecahkan berbagai permasalahan ber-masyarakat, berbangsa dan bernegara. Keutuhan sila Pancasila mengandung nilai-nilai universal yang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, domestik, regional maupun global. Adapun penjabaran nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kelima sila dari Pancasila, sebagai berikut:
§ Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara Indonesia mewajibkan warganya untuk beragama tetapi tidak menunjuk agama tertentu dan memiliki toleransi agama yang tinggi dan obyektif, pemahaman tentang agama harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Agama membekali manusia untuk memandang kehidupan tidak hanya terbatas kepada kehidupan dunia tetapi juga kehidupan di akherat.
§ Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Negara menghargai nilai-nilai kemanusiaan, peng-akuan manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial, kehidupan bermasyarakat di Indonesia mengutamakan keadilan yang proporsional sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing.
§ Persatuan Indonesia. Bangsa Indonesia lebih mementingkan persatuan dan kesatuan bangsa, tanpa membeda-bedakan suku, golongan, ras dan agama tertentu.
§ Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kebebasan harus disertai dengan tanggung jawab, mengakui adanya perbedaan individu, kelompok, ras, suku dan agama. Mengarahkan perbedaan menjadi kerjasama dalam bermasyarakat dan selalu menggunakan asas kebenaran nalar dan kebenaran iman.
§ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bangsa Indonesia selalu menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Bangsa Indonesia selalu mengarahkan pada struktur-struktur sosial yang adil, melaksanakan kesejah-teraan umum bagi seluruh anggota masyarakat.
Upaya-upaya.
§ Meningkatkan pemahaman dan analisis informasi didasarkan pada nilai-nilai budaya asli Indonesia dengan peningkatan kemampuan logika, analisis bahasa dan analisis wacana.
§ Meningkatakan pembinaan terhadap pendidikan agama, pancasila dan kewarga-negaraan dengan meningkatkan pemahaman dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
§ Pemahaman budaya kepemimpinan yang diharapkan mampu mewujudakan tujuan pembangunan khususnya di bidang pertahanan negara.
§ Filter terhadap budaya asing dengan meningkatkan internalisasi budaya asli, pemahaman terhadap nilai-nilai budaya asing dan analisis kesesuaiannya dengan nilai budaya asli. Filter untuk mewujudkan budaya nasional yang dinamis dan stabil.
§ Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan dalam rangka internalisasi nilai-nilai budaya nasional.
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, persediaan bahan pangan, bahan energi dan bahan industri strategis semakin langka serta kesenjangan penguasaan teknologi semakin lebar menimbulkan kencenderungan yang memperuncing perbedaan kepentingan antar negara dan pada gilirannya dapat menimbulkan konflik antar negara.
Kemajuan bidang teknologi informasi, komunikasi dan transportasi, serta makin menonjolnya kepentingan ekonomi dan perdagangan yang telah mendorong terwujudnya globalisasi, memberi peluang terjadinya infiltrasi budaya Barat sebagai ukuran tata nilai dunia. Tidak jarang terjadi, demi kepentingan ekonomi, suatu negara terpaksa menerima masuknya budaya Barat yang belum tentu sesuai dengan situasi dan kondisi negara itu sendiri dan berakibat pada pola pikir dan pola tindak yang ditandai dengan pemikiran Negara Federasi, menurun-nya rasa sosial dan semangat ke-bhineka-an yang mengarah pada disintegrasi bangsa dan pelanggaran hukum serta pola hidup individualisme dan konsumerisme yang bertentangan dengan pola hidup sederhana dan semua itu bertentangan dengan nilai-nilai budaya asli bangsa Indonesia yang digali dari Pancasila.
Untuk membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang tangguh, budaya nasional perlu dibina dan dikedepankan agar dapat berfungsi sebagai pemersatu anak bangsa, karena tidak ada bangsa yang berhasil maju kecuali maju sebagai satu kesatuan yang utuh, tidak terpecah-pecah dalam mempertahan-kan jati diri dan budayanya.
Kebudayaan nasional perlu dibina sebagai langkah persatuan dan kesatuan bangsa melalui perangkat nilai budaya yang dimiliki. Nilai-nilai budaya tersebut harus disosialisasikan dan diinternalisasikan kepada warga negara Indonesia untuk dijadikan pedoman bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perwujudan pengembangan budaya bangsa Indonesia untuk mendukung pertahanan negara perlu konsepsi yang jelas dan dirumuskan dengan mempertimbangkan segi teori, keinginan masyarakat Indonesia dan keinginan tokoh-tokoh masyarakat.
Diharapkan pemerintah, tokoh masyarakat serta masyarakat Indonesia dapat memberikan dukungan guna mengendalikan kondisi moral bangsa Indonesia agar tetap dalam kerangka nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Tulisan ini diharapkan dapat menghasilkan suatu konsepsi penanggulangan pengaruh negatif globalisasi pada nilai-nilai budaya bangsa yang tertuang dalam kebijakan, strategi dan upaya-upaya yang dapat diimplementasikan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Maksud, Tujuan dan Ruang Lingkup Kajian.
§ Maksud. Tulisan ini dimaksudkan untuk menghasilkan konsepsi penanggulangan pengaruh negatif globalisasi pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
§ Tujuan. Agar dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pimpinan dalam menentukan kebijakan di bidang penang-gulangan pengaruh negatif globalisasi pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
§ Ruang lingkup. Pembahasan meliputi gambaran tentang pengaruh negatif globalisasi pada nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia serta konsepsi penanggul-angannya yang dituangkan dalam kebijakan, stategi dan upaya-upaya.
Nilai-nilai Budaya Bangsa Indonesia.
a. Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia. Pancasila dirumuskan dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang ideal dan mempunyai kelebihan-kelebihan wawasan ke depan yang integral, mengakui dan mengembangkan kehidupan sosial religius, memiliki orientasi kemanusiaan serta menciptakan iklim kehidupan yang seimbang, suasana kehidupan kekeluargaan, menanamkan pola hidup kerakyatan dan mendorong dinamika perjuangan. Beberapa iklim kehidupan dapat dijelaskan sebagai berikut :
§ Menciptakan iklim kehidupan yang seimbang, nilai-nilai Pancasila mempunyai keseimbangan antara kepentingan jasmani dan rohani serta kepentingan individu dan kepentingan bersama. Dengan demikian nilai Pancasila mengarah pada kehidupan yang integral.
§ Menciptakan suasana kehidupan kekeluargaan. Pancasila sebagai-mana keluarga, menciptakan suasana kehidupan yang bercirikan musyawarah, mufakat adil dan kebersamaan (persatuan) manusia lain dipandang sebagai saudara.
§ Menanamkan pola hidup kerakyatan. Pola hidup kerak-yatan dalam Pancasila berarti meningkatkan pola hidup kebersamaan dalam masyarakat, yaitu kepentingan umum di atas kepentingan perorangan, pemerataan kemakmuran dan kestabilan kemakmuran.
§ Menciptakan iklim kehidupan yang dinamis. Sila Ketuhanan yang Maha Esa berarti manusia Indonesia menjadi manusia yang bertuhan. Manusia bertuhan menggunakan kriteria mutlak dalam pengambilan keputusan. Sebagai manusia beriman perjuangannya akan berhasil dan tidak mudah menyerah. Iklim kehidupan dinamis ini akan menjiwai perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan.
b. Pancasila sebagai salah satu paradigma nasional ditempatkan paling atas, seharusnya selalu digunakan sebagai pedoman dan pertimbangan dalam memecahkan berbagai permasalahan ber-masyarakat, berbangsa dan bernegara. Keutuhan sila Pancasila mengandung nilai-nilai universal yang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, domestik, regional maupun global. Adapun penjabaran nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kelima sila dari Pancasila, sebagai berikut:
§ Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara Indonesia mewajibkan warganya untuk beragama tetapi tidak menunjuk agama tertentu dan memiliki toleransi agama yang tinggi dan obyektif, pemahaman tentang agama harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Agama membekali manusia untuk memandang kehidupan tidak hanya terbatas kepada kehidupan dunia tetapi juga kehidupan di akherat.
§ Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Negara menghargai nilai-nilai kemanusiaan, peng-akuan manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial, kehidupan bermasyarakat di Indonesia mengutamakan keadilan yang proporsional sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing.
§ Persatuan Indonesia. Bangsa Indonesia lebih mementingkan persatuan dan kesatuan bangsa, tanpa membeda-bedakan suku, golongan, ras dan agama tertentu.
§ Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kebebasan harus disertai dengan tanggung jawab, mengakui adanya perbedaan individu, kelompok, ras, suku dan agama. Mengarahkan perbedaan menjadi kerjasama dalam bermasyarakat dan selalu menggunakan asas kebenaran nalar dan kebenaran iman.
§ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bangsa Indonesia selalu menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Bangsa Indonesia selalu mengarahkan pada struktur-struktur sosial yang adil, melaksanakan kesejah-teraan umum bagi seluruh anggota masyarakat.
Upaya-upaya.
§ Meningkatkan pemahaman dan analisis informasi didasarkan pada nilai-nilai budaya asli Indonesia dengan peningkatan kemampuan logika, analisis bahasa dan analisis wacana.
§ Meningkatakan pembinaan terhadap pendidikan agama, pancasila dan kewarga-negaraan dengan meningkatkan pemahaman dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
§ Pemahaman budaya kepemimpinan yang diharapkan mampu mewujudakan tujuan pembangunan khususnya di bidang pertahanan negara.
§ Filter terhadap budaya asing dengan meningkatkan internalisasi budaya asli, pemahaman terhadap nilai-nilai budaya asing dan analisis kesesuaiannya dengan nilai budaya asli. Filter untuk mewujudkan budaya nasional yang dinamis dan stabil.
§ Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan dalam rangka internalisasi nilai-nilai budaya nasional.
MANUSIA BERPENDIDIKAN YANG BERWATAK PANCASILA
Krisis mendasar pada manusia berpendidikan
Baru-baru ini madia masaa, baik cetak maupun elektronik menginformasikan kepada public, bahwa Sri Mulyani (Mentri Keuangan) telah mengundurkan diri dari jabatannya, yang di sinyalir adanya dugaan kasus bank century. Yang paling terbaru adalah kasus MARKUS (Makelar Kasus) di departemen Pajak yang menyeret beberapa pejabat tinggi perpajakan. Problem yang satu belum usai datang yang baru, ini mengindikasikan adanya sekenario yang tersusun secara sistematis di elite bangsa ini, yang seolah fakta kebenaran semakin susah di ungkap.
Segelimet persoalan krusial diatas, nampaknya ada persoalan yang sangat mendasar pada manusia-manusia kita, yaitu pada proses pembinaan dan proses pendidikan yang hilang secara utuh pada manusia kita. Yang akhirnya mau ataupun tidak pendidikan mendapatkan kritik dari berbagai kalangan, begitupun nampaknya pendidikan kita belum masuk pada proses keterbinaan dan ketersadaran manusianya.
Para kritikus pendidikan, yang memiliki cara pandang kritis terhadap pendidikan, yang membongkar asumsi masyarakat bahwa pendidikan sangatlah netral yang tidak memilki keterkaitan dengan aspek apapun, bahkan politik kekuasaan, namun mereka berasumsi bahwa ada keterkaitan antara suatu kekuasaan yang sangat berimplikasi terhadap lembaga pendidikan. Para kritikus Mengkritik secara keras akan persoalan pendidikan, pembinaan terhadap manusia, bukan hanya pada komunikasi dan relasi yang terjalin dalam di lingkungan sekolah semata dan bukan hanya pada transfer knowlarge (transformasi pengetahuan), akan tetapi proses penyadasaran diri. Yang sehingga proses kesadaran yang terbangun dalam peserta didik.(Poulo Freire;2007)
Dr. M.Agus Nuryanto (2008) dalam bukunya ”Pendidikan Mazhab Kritis”, persoalan yang terjadi di dunia global hari ini adalah banyak faham yang mendorong masyarakat untuk berfikir matrealisme, yang sehingga kecenderungan orang tua memilki tujuan menyekolahkan anaknya adalah menjadikan anaknya untuk memdapatkan pekerjaan yang layak sebagai orientasi pertama, jadi bukan menjadikan sekolah sebagai proses pendewasaan apalagi memunculkan kesadaran-bahasa. Prof Ahmad Tafsir memanusiakan manusia-pada si anak, hal ini tanpa disadari akan memplot pola pikir anak bahwa sekolah hanya untuk mendapatkan pekerjaan, yang pada akhirnya akan terjadi pemilahan fakultas, mana fakultas yang mengorientasikan kerja mana yang tidak, sebagai contoh kecil, kampus kita mahasiswa banyak sekali berbondong-bondong masuk jurusan Pendidikan ketimbang Filsafat atau Sastra. Sebab pasar kerja pendidikan lebih banyak ketimbang Filsafat ataupun sastrawan.
Bukannya penulis mengatakan bersekolah untuk mendapatkan pekerjaan itu salah akan tetapi tidak di jadikan orientasi kerja dari sekolah. Yang nantinya hemat penulis hal tersebut akan membentuk masyarakat yang matrealis dan berpola fikir kafitalis, manusia-manusia pengekor, bahasa aktifis manusia-manusia ABS (Asala Babeh Seneng).
Ketika problem dalam Manusia pendidikan kita seperti diatas, kiranya penulis mencoba mengkorelasikan antara krisis manusia berpendidikan yang masih kurang tertanamnya nilai-nilai Pancasila, yang sehingga mampu menjaga dan memperbaiki bangsa ini.
Perlunya Pendidikan yang menanamkan Nilai-nilai Pancasila
Pertanyaan pertama mengapa harus nilai-nilai pancasila?, mudah saja jawabannya, sebab Pancasila bagi bangsa Indonesia kiranya telah sepakat sebagai jati diri, kepribadian, falsafah hidup, dan landasan hidup berbangsa dan bernegara. Sehingga dalam dunia pendidikan pancasila selama ini terus menjadi bahan ajar di setiap lembaga pendidikan dari SD sampai Perguruan Tinggi. Yang mana nilai-nilai pancasila akan menjadi pandangan hidup bagi warga indonesia.
Lalu apa saja nilai-nilai pancasila itu?, ada lima nilai pancasila itu, pertama, orang Indonesia harus mempercayai adanya Tuhan yang Esa menurut agamanya masing-masing, maka bangsa indonesia haruslah berfaham Theisme (berfaham ke-Tuhanan), bukan atheis (tidadk bertuhan), maka ketika bangsa indonesia memilki sesuatu yang di percayai secara transenden maka akan memiliki efek domino terhadap sesuatu yang lain, meminjam bahasa Cak Nur, kepercayaan yang benar akan melahirkan tata nilai yang baik terhadap peraban manusia.
Maka nilai ke-imanan terhadap sesuatu yang esa yakni Tuhan ini menurut A.Tafsir (2008;53) akan menjiwai terhadap empat nilai lainnya. kedua, manusia yang adil dan beradab yang berdasarkan keimanan kepada Tuhan yang Esa, ketiga, persatuan indonesia, kempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Dalam hal ini Muhamad SAW merupakan contoh kita sebagai sang pembebas kaum lemah, Asgar Ali Enginer (2006;41-42) menjadikan Nabi Muhamad SAW sebagai sang revolusioner dunia, melihat sejarah kondisi sosio-kultur mekah sebelum Nabi Muhamad SAW dilahirkan, apa yang terjadi masyarakat mekah pada waktu itu adalah masyarakat yang buta huruf, masyarakat berasumsi bahwa belajar baca-tulis akan menghabiskan waktu dan bahkan buta huruf menjadi kebanggaan bagi mereka, yang sehingga zaman sebelum datangnya Islam disebut zaman jahiliyah.
Kehidupan relegius bahkan lebih buruk, setiap suku memilki berhala sendiri, para sejarawan menyebutkan kurang lebih dari 360 berhala di letakan di ka’bah, wanita sangat tidak di hargai, mereka secara ekonomi dan sosial sangatlah di batasi, status perkawinan mereka sangatlah buruk hanya di jadikan permainan belaka, bahkan ayat al-Quran menjelaskan ketika bayi perempuan lahir akan di kubur hidup-hidup. Kondisi ekonomi lebih suramnya, kesenjangan golongan masyarakat lemah tidak di hiraukan, perbukan sudah menjadi hal biasa di jaman jahiliah, para buruh di kerja paksa hanya mendapatkan gajih sedikit.
Muhamad lahir dalam kondisi sosial mekah yang sangat buruk sekali, yang sehingga beliau tidak pernah belajar membaca dan menulis sebab kondisi masyarakat seperti itu, dan kemampuan baca-tulis beliau tidak memilki nilai fungsional kecuali untuk urusan dagang dan itupun dikenalkan untuk kebutuhanya dalam berdagang. Beliau mengejutkan mekah pada usia 40 tahun membebaskan masyarakat mekah dan seluruh umat manusia. Pembebasan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia serta memberikan kebebasan berfikir dan berbuat. Inilah gambaran ideal yang musti kita contoh, yang menginsfirasi hidup dan memiliki makna tujuan yang jelas, beliau juga berjuang untuk membebaskan kaum tertindas. Prof. A.Tafsir menjelaskan bahwa dari kelima nilai dasar pancasila itu terjiwai dan terwarnai oleh sila yang pertama yang menjadi nilai inti, serta mengarahkan empat nilai yang lainya.
Kita lihat dilapangan, pertanyaannya, Sekarang sejauh mana perhayatan peserta didik terhadap nilai-nilai pancasila? Seberapa jauh siswa memperoleh indikator konkret dari Pancasila?, Paling tidak siswa memahami kaitan bahan ajar di sekolah dengan Pancasila sebagai filsafat pendidikan bangsa Indonesia. Yaitu bagaimana secara rasional bahwa mata pelajaran kewarga-negaraan, pendidikan agama, IPA, IPS, kesenian, olah raga, muatan lokal, dan lain-lain, merupakan hasil elaborasi dari pilihan acuan pendidikan.
Bagaimanapun, untuk menetapkan arah pendidikan, tidak akan lepas dari persoalan tujuan hidup dan maknanya bagi individu dan masyarakat. Oleh karena itu, tujuan hidup masyarakat melekat pada nilai-nilai masyarakat dan perubahannya.
Manusia berpendidikan yang diharapkan oleh Pancasila
Manusia dalam pandangan Nilai-nilai dasar Perjuangan (NDP) HMI, di jelaskan bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan mahluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief). hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran.
Tujuan hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari mahluk-mahluk yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati.
Ada keselarasan nilai-nilai pancasila ayat pertama bahwa manusia memilki kecenderungan kepada keberan mutlak kepada Tuhan yang maha Esa, yang dimana tujuan pendidikan adalah manusia yang baik, manusia yang baik akan meciptakan masyarakat yang baik dalam kehidupan, masyarakat yang baik adalah masyarakat pada zaman Rasullah SAW, yaitu masyarakat Madani.
Masyarakat madani adalah masyarakat kota, masyarakat yang mengenal hukum dan taat hukum, Prof Ahmad Tafsir mengatakan bahwa yang diperlukan untuk mewujudkan masyarakat madani yaitu adanya hukum yang mengatur masyarakat manusia yang sesuai dengan kemanusiaannya, hukum itu di taati dan adanya penegak hukum.
Melihat poiter-pointer nilai pancasila penulis mengambil kesimpulan bahwa masnusia berpendidikan yang diharapkan oleh pancasila adalah manusia yang memilki kesadaran dalam membangun masyarakat baik, manusia yang memilki berwatak keillahian secara fitrah kemanusiaan, manusia yang menerima pluralitas masyarakat, manusia yang demokratis, manusia yang memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap kaum lemah, manusia yang vionir, manusia yang memilki aktivitas berjuang dalam membebaskan pendindasan. Maka bersamaan dengan ini manusia yang di harapkan oleh pancasila adalah manusia yang paripurna atau insan kamil
Hemat penulis Pancasila sebagai filsafat pendidikan bangsa harus menampakkan diri sebagai indikator karakteristik mentalitas bangsa Indonesia. Yang sehingga bisa terwujud dalam mental pesrta didik (lulusan pendidikan), termasuk tujuan pendidikan yang dielaborasi menjadi tujuan Institusional, tujuan Kurikuler, dan tujuan Instruksional.
Baru-baru ini madia masaa, baik cetak maupun elektronik menginformasikan kepada public, bahwa Sri Mulyani (Mentri Keuangan) telah mengundurkan diri dari jabatannya, yang di sinyalir adanya dugaan kasus bank century. Yang paling terbaru adalah kasus MARKUS (Makelar Kasus) di departemen Pajak yang menyeret beberapa pejabat tinggi perpajakan. Problem yang satu belum usai datang yang baru, ini mengindikasikan adanya sekenario yang tersusun secara sistematis di elite bangsa ini, yang seolah fakta kebenaran semakin susah di ungkap.
Segelimet persoalan krusial diatas, nampaknya ada persoalan yang sangat mendasar pada manusia-manusia kita, yaitu pada proses pembinaan dan proses pendidikan yang hilang secara utuh pada manusia kita. Yang akhirnya mau ataupun tidak pendidikan mendapatkan kritik dari berbagai kalangan, begitupun nampaknya pendidikan kita belum masuk pada proses keterbinaan dan ketersadaran manusianya.
Para kritikus pendidikan, yang memiliki cara pandang kritis terhadap pendidikan, yang membongkar asumsi masyarakat bahwa pendidikan sangatlah netral yang tidak memilki keterkaitan dengan aspek apapun, bahkan politik kekuasaan, namun mereka berasumsi bahwa ada keterkaitan antara suatu kekuasaan yang sangat berimplikasi terhadap lembaga pendidikan. Para kritikus Mengkritik secara keras akan persoalan pendidikan, pembinaan terhadap manusia, bukan hanya pada komunikasi dan relasi yang terjalin dalam di lingkungan sekolah semata dan bukan hanya pada transfer knowlarge (transformasi pengetahuan), akan tetapi proses penyadasaran diri. Yang sehingga proses kesadaran yang terbangun dalam peserta didik.(Poulo Freire;2007)
Dr. M.Agus Nuryanto (2008) dalam bukunya ”Pendidikan Mazhab Kritis”, persoalan yang terjadi di dunia global hari ini adalah banyak faham yang mendorong masyarakat untuk berfikir matrealisme, yang sehingga kecenderungan orang tua memilki tujuan menyekolahkan anaknya adalah menjadikan anaknya untuk memdapatkan pekerjaan yang layak sebagai orientasi pertama, jadi bukan menjadikan sekolah sebagai proses pendewasaan apalagi memunculkan kesadaran-bahasa. Prof Ahmad Tafsir memanusiakan manusia-pada si anak, hal ini tanpa disadari akan memplot pola pikir anak bahwa sekolah hanya untuk mendapatkan pekerjaan, yang pada akhirnya akan terjadi pemilahan fakultas, mana fakultas yang mengorientasikan kerja mana yang tidak, sebagai contoh kecil, kampus kita mahasiswa banyak sekali berbondong-bondong masuk jurusan Pendidikan ketimbang Filsafat atau Sastra. Sebab pasar kerja pendidikan lebih banyak ketimbang Filsafat ataupun sastrawan.
Bukannya penulis mengatakan bersekolah untuk mendapatkan pekerjaan itu salah akan tetapi tidak di jadikan orientasi kerja dari sekolah. Yang nantinya hemat penulis hal tersebut akan membentuk masyarakat yang matrealis dan berpola fikir kafitalis, manusia-manusia pengekor, bahasa aktifis manusia-manusia ABS (Asala Babeh Seneng).
Ketika problem dalam Manusia pendidikan kita seperti diatas, kiranya penulis mencoba mengkorelasikan antara krisis manusia berpendidikan yang masih kurang tertanamnya nilai-nilai Pancasila, yang sehingga mampu menjaga dan memperbaiki bangsa ini.
Perlunya Pendidikan yang menanamkan Nilai-nilai Pancasila
Pertanyaan pertama mengapa harus nilai-nilai pancasila?, mudah saja jawabannya, sebab Pancasila bagi bangsa Indonesia kiranya telah sepakat sebagai jati diri, kepribadian, falsafah hidup, dan landasan hidup berbangsa dan bernegara. Sehingga dalam dunia pendidikan pancasila selama ini terus menjadi bahan ajar di setiap lembaga pendidikan dari SD sampai Perguruan Tinggi. Yang mana nilai-nilai pancasila akan menjadi pandangan hidup bagi warga indonesia.
Lalu apa saja nilai-nilai pancasila itu?, ada lima nilai pancasila itu, pertama, orang Indonesia harus mempercayai adanya Tuhan yang Esa menurut agamanya masing-masing, maka bangsa indonesia haruslah berfaham Theisme (berfaham ke-Tuhanan), bukan atheis (tidadk bertuhan), maka ketika bangsa indonesia memilki sesuatu yang di percayai secara transenden maka akan memiliki efek domino terhadap sesuatu yang lain, meminjam bahasa Cak Nur, kepercayaan yang benar akan melahirkan tata nilai yang baik terhadap peraban manusia.
Maka nilai ke-imanan terhadap sesuatu yang esa yakni Tuhan ini menurut A.Tafsir (2008;53) akan menjiwai terhadap empat nilai lainnya. kedua, manusia yang adil dan beradab yang berdasarkan keimanan kepada Tuhan yang Esa, ketiga, persatuan indonesia, kempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Dalam hal ini Muhamad SAW merupakan contoh kita sebagai sang pembebas kaum lemah, Asgar Ali Enginer (2006;41-42) menjadikan Nabi Muhamad SAW sebagai sang revolusioner dunia, melihat sejarah kondisi sosio-kultur mekah sebelum Nabi Muhamad SAW dilahirkan, apa yang terjadi masyarakat mekah pada waktu itu adalah masyarakat yang buta huruf, masyarakat berasumsi bahwa belajar baca-tulis akan menghabiskan waktu dan bahkan buta huruf menjadi kebanggaan bagi mereka, yang sehingga zaman sebelum datangnya Islam disebut zaman jahiliyah.
Kehidupan relegius bahkan lebih buruk, setiap suku memilki berhala sendiri, para sejarawan menyebutkan kurang lebih dari 360 berhala di letakan di ka’bah, wanita sangat tidak di hargai, mereka secara ekonomi dan sosial sangatlah di batasi, status perkawinan mereka sangatlah buruk hanya di jadikan permainan belaka, bahkan ayat al-Quran menjelaskan ketika bayi perempuan lahir akan di kubur hidup-hidup. Kondisi ekonomi lebih suramnya, kesenjangan golongan masyarakat lemah tidak di hiraukan, perbukan sudah menjadi hal biasa di jaman jahiliah, para buruh di kerja paksa hanya mendapatkan gajih sedikit.
Muhamad lahir dalam kondisi sosial mekah yang sangat buruk sekali, yang sehingga beliau tidak pernah belajar membaca dan menulis sebab kondisi masyarakat seperti itu, dan kemampuan baca-tulis beliau tidak memilki nilai fungsional kecuali untuk urusan dagang dan itupun dikenalkan untuk kebutuhanya dalam berdagang. Beliau mengejutkan mekah pada usia 40 tahun membebaskan masyarakat mekah dan seluruh umat manusia. Pembebasan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia serta memberikan kebebasan berfikir dan berbuat. Inilah gambaran ideal yang musti kita contoh, yang menginsfirasi hidup dan memiliki makna tujuan yang jelas, beliau juga berjuang untuk membebaskan kaum tertindas. Prof. A.Tafsir menjelaskan bahwa dari kelima nilai dasar pancasila itu terjiwai dan terwarnai oleh sila yang pertama yang menjadi nilai inti, serta mengarahkan empat nilai yang lainya.
Kita lihat dilapangan, pertanyaannya, Sekarang sejauh mana perhayatan peserta didik terhadap nilai-nilai pancasila? Seberapa jauh siswa memperoleh indikator konkret dari Pancasila?, Paling tidak siswa memahami kaitan bahan ajar di sekolah dengan Pancasila sebagai filsafat pendidikan bangsa Indonesia. Yaitu bagaimana secara rasional bahwa mata pelajaran kewarga-negaraan, pendidikan agama, IPA, IPS, kesenian, olah raga, muatan lokal, dan lain-lain, merupakan hasil elaborasi dari pilihan acuan pendidikan.
Bagaimanapun, untuk menetapkan arah pendidikan, tidak akan lepas dari persoalan tujuan hidup dan maknanya bagi individu dan masyarakat. Oleh karena itu, tujuan hidup masyarakat melekat pada nilai-nilai masyarakat dan perubahannya.
Manusia berpendidikan yang diharapkan oleh Pancasila
Manusia dalam pandangan Nilai-nilai dasar Perjuangan (NDP) HMI, di jelaskan bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan mahluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief). hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran.
Tujuan hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari mahluk-mahluk yang lain. Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi manusia sejati.
Ada keselarasan nilai-nilai pancasila ayat pertama bahwa manusia memilki kecenderungan kepada keberan mutlak kepada Tuhan yang maha Esa, yang dimana tujuan pendidikan adalah manusia yang baik, manusia yang baik akan meciptakan masyarakat yang baik dalam kehidupan, masyarakat yang baik adalah masyarakat pada zaman Rasullah SAW, yaitu masyarakat Madani.
Masyarakat madani adalah masyarakat kota, masyarakat yang mengenal hukum dan taat hukum, Prof Ahmad Tafsir mengatakan bahwa yang diperlukan untuk mewujudkan masyarakat madani yaitu adanya hukum yang mengatur masyarakat manusia yang sesuai dengan kemanusiaannya, hukum itu di taati dan adanya penegak hukum.
Melihat poiter-pointer nilai pancasila penulis mengambil kesimpulan bahwa masnusia berpendidikan yang diharapkan oleh pancasila adalah manusia yang memilki kesadaran dalam membangun masyarakat baik, manusia yang memilki berwatak keillahian secara fitrah kemanusiaan, manusia yang menerima pluralitas masyarakat, manusia yang demokratis, manusia yang memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap kaum lemah, manusia yang vionir, manusia yang memilki aktivitas berjuang dalam membebaskan pendindasan. Maka bersamaan dengan ini manusia yang di harapkan oleh pancasila adalah manusia yang paripurna atau insan kamil
Hemat penulis Pancasila sebagai filsafat pendidikan bangsa harus menampakkan diri sebagai indikator karakteristik mentalitas bangsa Indonesia. Yang sehingga bisa terwujud dalam mental pesrta didik (lulusan pendidikan), termasuk tujuan pendidikan yang dielaborasi menjadi tujuan Institusional, tujuan Kurikuler, dan tujuan Instruksional.
Pertanian dan Paradoks Beras Miskin Dalam Perspektif Praksiologi
Beras Bulog
Setiap pulang kampung, saya terkadang disuruh ibunda tercinta untuk mengambil jatah beras miskin di Balai Desa. Barangkali karena administratur desa mengkategorikan kami sebagai keluarga miskin, jadi kami mendapat jatah beras miskin. Saat mengambil jatah beberapa waktu lalu, di jalanan sambil naik sepeda, saya bertanya-tanya. “Bukankah bapak saya petani dan punya beras sendiri? Mengapa kami dikasih beras miskin? Memangnya pemerintah lagi panen padi, kok ngasih beras murah?”
Itulah paradoks. Situasi dikatakan paradoks ketika sesuatu itu dianggap benar dia mengandung kesalahan, juga ketika dianggap salah, dia mengandung kebenaran. Artinya, pengertian tersebut saling bertentangan. Kenyataan bahwa kami dikasih beras miskin dengan alasan kami miskin bisa jadi merupakan alasan yang benar, tapi bisa juga keliru karena kami petani yang notabene punya beras sendiri.
Antonim dari istilah kemiskinan ialah kesejahteraan. Di seantero jagad, pemaknaan terhadap kesejahteraan berbeda-beda dalam setiap wilayah. Di Afrika, khususnya Nigeria, orang dikatakan makmur ketika memiliki banyak hewan ternak. Sedangkan di Swedia, orang dikatakan sejahtera ketika memiliki banyak waktu senggang untuk keluarga—dengan syarat sudah memiliki pendapatan yang cukup bagi kehidupan sehari-hari. Di Amerika, orang dikatakan kaya jika memiliki banyak duit. Sedangkan di India, orang cukup memiliki perasaan bahagia itu sudah dianggap sejahtera. Berbeda lagi dengan masyarakat Iban di Malaysia, orang dikatakan sejahtera bila hasil panen padi melimpah ruah. Dengan demikian, dalam ukuran kesejahteraan di berbagai belahan dunia itu berbeda-beda. Tergantung pada persepsi budaya masing-masing.
Lalu apa yang menjadi acuan bagi pengertian kesejahteraan yang didefinisikan pemerintah kita? Barangkali ini yang menjadi alasan mengapa kita dikasih beras miskin, karena sehari-hari kita makan nasi. Saya menyebutnya sebagai pandangan populer.
Petani sebagai Komoditas Politik
Semenjak negara ini mengenal politik, semua permasalahan dilihat dari sudut pandang politik. Termasuk agen-agen politik, dari aparatur desa, pemerintahan kabupaten, pemerintah pusat serta lembaga-lembaga yang mengatasnamakan persatuan organisasi petani—walaupun petani tidak pernah mengenal mereka. Semuanya “menjual” nama petani untuk mendapatkan isu yang bisa jadi alat ampuh untuk meraih popularitas, yang ujung-ujungnya bagi usaha meraih kekuasaan.
Mari mencoba merefleksi, sebenarnya apa solusi permasalahan pangan kita? Bukankah sumber daya alam kita sangat subur, karena berada di daerah vulkan yang sangat sesuai untuk lahan pertanian? Bukankah jumlah masyarakat petani kita cukup banyak? Bukankah, tidak seperti di wilayah lain di dunia, sawah kita bisa menghasilkan panen per tiga bulan atau satu tahun bisa tiga kali panen?
Yang menjadi awal mula isu pangan menjadi heboh, ialah terkait proses alamiah dari kenaikan harga-harga beras. Harga beras naik itu, biasanya, berhubungan penurunan stok, seperti terkondisi oleh belum datangnya musim panen, dan lain hal. Penurunan stok beras di pasar menyebabkan harga beras sedikit naik. Apabila hal tersebut diserahkan secara alamiah kepada mekanisme pasar, dalam waktu dekat toh harga beras akan kembali normal seiring dengan kenaikan stok, misalnya dengan datangnya musim panen yang di berbagai tempat dan waktu di seluruh pulau Jawa sangat bervariasi. Apalagi bila hal itu dibandingkan dengan seluruh kawasan di Indonesia.
Kalaupun ada kenaikan permintaan terhadap beras yang menyebabkan harga naik, setidaknya ada dua kemungkinan. Pertama, karena adanya pertambahan penduduk secara pesat, sehingga menyebabkan permintaan beras menjadi lebih banyak. Yang kedua, disebabkan oleh permintaan oleh tengkulak yang berharap menimbun beras.
Bagi kemungkinan pertama, untuk jaman sekarang, saya kira pengaruhnya tidak terlalu signifikan dikarenakan sudah banyak keluarga yang ikut program KB, dan apabila ada pertumbuhan penduduk yang rata-rata 1-2% per tahun. Bukanlah lahan di luar jawa masih banyak yang belum tergarap? Atau, bukankah hasil penelitian terbaru mengenai benih unggul yang dapat memperpendek masa tanam?, atau apakah benar jumlah penduduk semakin bertambah, kalau demikian, lihat saja piramida penduduk Amerika ataupun Rusia yang menunjukkan penurunan?, toh kalau mentok, masih banyak kemungkinan adanya diversifikasi bahan makanan, karena kita mempunyai ikan dilaut yang belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk alternatif pengganti makanan pokok selain beras.
Bagi kemungkinan kedua, hanya pengusaha atau spekulan beras yang kurang pengalaman saja yang menyimpan beras atau gabah berlama-lama. Karena fluktuasi harga beras yang tidak pasti, kemungkinan spekulan tidak mau mengambil resiko menyimpan beras terlalu lama. Saya sering mendapat pengalaman memiliki tetangga spekulan yang sering mengeluh karena sebelumnya saat membeli beras harganya tinggi tapi setelah beberapa saat harganya turun. Sehingga beliau mengalami kerugian. Jadi seandainya ada anggapan bahwa penimbun selalu untung, itu hanya orang yang tidak pernah menjadi spekulan. Karena spekulan juga tidak tahu pasti mengenai masa depan akan fluktuasi harga beras.
Dengan demikian, sangat tidak beralasan bahwa reaksi-reaksi yang disebabkan oleh fluktuasi harga beras membuat kita khawatir serta takut akan kekurangan pangan. Seandainya ini terlalu dibesar-besarkan, bukan tidak mungkin akan menjadi isu yang seksi bagi politisi maupun pemerintah untuk mengambil kebijakan yang bisa jadi merugikan petani. Walaupun hal tersebut didasarkan dengan niat baik ataupun untuk mencari popularitas. Dengan demikian akan mempermudah politisi untuk bersilat lidah demi keuntungan dirinya sendiri.
Setiap pulang kampung, saya terkadang disuruh ibunda tercinta untuk mengambil jatah beras miskin di Balai Desa. Barangkali karena administratur desa mengkategorikan kami sebagai keluarga miskin, jadi kami mendapat jatah beras miskin. Saat mengambil jatah beberapa waktu lalu, di jalanan sambil naik sepeda, saya bertanya-tanya. “Bukankah bapak saya petani dan punya beras sendiri? Mengapa kami dikasih beras miskin? Memangnya pemerintah lagi panen padi, kok ngasih beras murah?”
Itulah paradoks. Situasi dikatakan paradoks ketika sesuatu itu dianggap benar dia mengandung kesalahan, juga ketika dianggap salah, dia mengandung kebenaran. Artinya, pengertian tersebut saling bertentangan. Kenyataan bahwa kami dikasih beras miskin dengan alasan kami miskin bisa jadi merupakan alasan yang benar, tapi bisa juga keliru karena kami petani yang notabene punya beras sendiri.
Antonim dari istilah kemiskinan ialah kesejahteraan. Di seantero jagad, pemaknaan terhadap kesejahteraan berbeda-beda dalam setiap wilayah. Di Afrika, khususnya Nigeria, orang dikatakan makmur ketika memiliki banyak hewan ternak. Sedangkan di Swedia, orang dikatakan sejahtera ketika memiliki banyak waktu senggang untuk keluarga—dengan syarat sudah memiliki pendapatan yang cukup bagi kehidupan sehari-hari. Di Amerika, orang dikatakan kaya jika memiliki banyak duit. Sedangkan di India, orang cukup memiliki perasaan bahagia itu sudah dianggap sejahtera. Berbeda lagi dengan masyarakat Iban di Malaysia, orang dikatakan sejahtera bila hasil panen padi melimpah ruah. Dengan demikian, dalam ukuran kesejahteraan di berbagai belahan dunia itu berbeda-beda. Tergantung pada persepsi budaya masing-masing.
Lalu apa yang menjadi acuan bagi pengertian kesejahteraan yang didefinisikan pemerintah kita? Barangkali ini yang menjadi alasan mengapa kita dikasih beras miskin, karena sehari-hari kita makan nasi. Saya menyebutnya sebagai pandangan populer.
Petani sebagai Komoditas Politik
Semenjak negara ini mengenal politik, semua permasalahan dilihat dari sudut pandang politik. Termasuk agen-agen politik, dari aparatur desa, pemerintahan kabupaten, pemerintah pusat serta lembaga-lembaga yang mengatasnamakan persatuan organisasi petani—walaupun petani tidak pernah mengenal mereka. Semuanya “menjual” nama petani untuk mendapatkan isu yang bisa jadi alat ampuh untuk meraih popularitas, yang ujung-ujungnya bagi usaha meraih kekuasaan.
Mari mencoba merefleksi, sebenarnya apa solusi permasalahan pangan kita? Bukankah sumber daya alam kita sangat subur, karena berada di daerah vulkan yang sangat sesuai untuk lahan pertanian? Bukankah jumlah masyarakat petani kita cukup banyak? Bukankah, tidak seperti di wilayah lain di dunia, sawah kita bisa menghasilkan panen per tiga bulan atau satu tahun bisa tiga kali panen?
Yang menjadi awal mula isu pangan menjadi heboh, ialah terkait proses alamiah dari kenaikan harga-harga beras. Harga beras naik itu, biasanya, berhubungan penurunan stok, seperti terkondisi oleh belum datangnya musim panen, dan lain hal. Penurunan stok beras di pasar menyebabkan harga beras sedikit naik. Apabila hal tersebut diserahkan secara alamiah kepada mekanisme pasar, dalam waktu dekat toh harga beras akan kembali normal seiring dengan kenaikan stok, misalnya dengan datangnya musim panen yang di berbagai tempat dan waktu di seluruh pulau Jawa sangat bervariasi. Apalagi bila hal itu dibandingkan dengan seluruh kawasan di Indonesia.
Kalaupun ada kenaikan permintaan terhadap beras yang menyebabkan harga naik, setidaknya ada dua kemungkinan. Pertama, karena adanya pertambahan penduduk secara pesat, sehingga menyebabkan permintaan beras menjadi lebih banyak. Yang kedua, disebabkan oleh permintaan oleh tengkulak yang berharap menimbun beras.
Bagi kemungkinan pertama, untuk jaman sekarang, saya kira pengaruhnya tidak terlalu signifikan dikarenakan sudah banyak keluarga yang ikut program KB, dan apabila ada pertumbuhan penduduk yang rata-rata 1-2% per tahun. Bukanlah lahan di luar jawa masih banyak yang belum tergarap? Atau, bukankah hasil penelitian terbaru mengenai benih unggul yang dapat memperpendek masa tanam?, atau apakah benar jumlah penduduk semakin bertambah, kalau demikian, lihat saja piramida penduduk Amerika ataupun Rusia yang menunjukkan penurunan?, toh kalau mentok, masih banyak kemungkinan adanya diversifikasi bahan makanan, karena kita mempunyai ikan dilaut yang belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk alternatif pengganti makanan pokok selain beras.
Bagi kemungkinan kedua, hanya pengusaha atau spekulan beras yang kurang pengalaman saja yang menyimpan beras atau gabah berlama-lama. Karena fluktuasi harga beras yang tidak pasti, kemungkinan spekulan tidak mau mengambil resiko menyimpan beras terlalu lama. Saya sering mendapat pengalaman memiliki tetangga spekulan yang sering mengeluh karena sebelumnya saat membeli beras harganya tinggi tapi setelah beberapa saat harganya turun. Sehingga beliau mengalami kerugian. Jadi seandainya ada anggapan bahwa penimbun selalu untung, itu hanya orang yang tidak pernah menjadi spekulan. Karena spekulan juga tidak tahu pasti mengenai masa depan akan fluktuasi harga beras.
Dengan demikian, sangat tidak beralasan bahwa reaksi-reaksi yang disebabkan oleh fluktuasi harga beras membuat kita khawatir serta takut akan kekurangan pangan. Seandainya ini terlalu dibesar-besarkan, bukan tidak mungkin akan menjadi isu yang seksi bagi politisi maupun pemerintah untuk mengambil kebijakan yang bisa jadi merugikan petani. Walaupun hal tersebut didasarkan dengan niat baik ataupun untuk mencari popularitas. Dengan demikian akan mempermudah politisi untuk bersilat lidah demi keuntungan dirinya sendiri.
OTONOMI DAERAH
Pengertian dan Latar Belakang
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom yadalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)dengan beberapa dasar pertimbangan:
1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga resiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
Aturan Perundang-undangan
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
3. Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan penyelidikan) dan kewajiban seperti a) mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.
Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru
Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu:
1. melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
2. pembentukan negara federal; atau
3. membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
1. Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
2. Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
3. Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
4. Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5. Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
6. Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
7. Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.
8. Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
9. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
10. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
11. Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
12. Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
13. Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
14. Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
15. Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom yadalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)dengan beberapa dasar pertimbangan:
1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga resiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju
Aturan Perundang-undangan
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya;
2. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah; dan
3. Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran; mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota; meminta keterangan; mengadakan perubahan; mengajukan pernyataan pendapat; prakarsa; dan penyelidikan) dan kewajiban seperti a) mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945; b)menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah; dan d) memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas, nampak bahwa meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.
Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru
Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu:
1. melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
2. pembentukan negara federal; atau
3. membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :
1. Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
2. Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
3. Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
4. Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
5. Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
6. Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
7. Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.
8. Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
9. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
10. Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
11. Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
12. Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
13. Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
14. Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
15. Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.
Sabtu, 01 Mei 2010
Lagi, TKI Disiksa Majikan di Malaysia ...
Kuala Lumpur, Penyiksaan terhadap pembantu rumah tangga asal Indonesia kembali terjadi di Malaysia. Kali ini nasib pilu menimpa Siti Hajar, 33 tahun. Tenaga kerja asal Desa Limbangan Barat, Kecamatan Limbangan, Garut, Jawa Barat,itu disiksa majikan selama tiga tahun sejak Juli 2006. selain disiksa, janda beranak dua anak itu tak digaji dan hanya diberi nasi dengan lauk daging babi, padahal ia seorang muslim.
Konselor Penerangan Sosial dan Budaya Kedutaan Indonesia Widyarka Ryananta kemarin mengatakan sekujur tubuh Siti kerap dipukul dengan kayu bila melakukan kesalahan saat bekerja. Bahkan kini kulit wajah Siti, yang awalnya sedikit hitam, berubah menjadi keputih-keputihan akibat sering disiram air panas. ”Kondisi Siti sangat mengenaskan, bahkan lebih parah dari Nirmala Bonat. Ini Nirmala Bonat kedua,” kata Widyarka, mengingatkan akan nasib Nirmala, pembantu asal Indonesia yang juga mengalami penyiksaan oleh majikan di Malaysia.
Menurut Widyarka, Siti mulai bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia pada 2 Juli 2006. Semula Siti bekerja pada majikan bernama Lim Hu Su selama empat hari. Tapi ia kemudian pindah ke majikan lain bernama Michel. Di tempat Michel, di 1/19/1 Lanai Kiara 3, Bukit Kiara, Mont Kiara, Kuala Lumpur, inilah penderitaan Siti dimulai. Senin tengah malam lalu, Siti akhirnya berhasil kabur dari rumah majikannya. Ia melarikan diri dengan bersembunyi di sejumlah bus. Saat hari sudah pagi, ia memberhentikan taksi dan memohon kepada sopirnya untuk diantar ke gedung Kedutaan Indonesia.
Setelah menerima laporan Siti, Kedutaan Indonesialangsung memanggil majikan dan perusahaan yang mendatangkan Siti ke Malaysia, PT AT Venture Provision. Majikan Siti Hajar mengakui dirinya orang yang temperamental dan cepat marah. Michel mengaku menjadi orangtua tunggal dengan dua anak. Dia bersedia membayar gaji Siti Hajar selama 34 bulan yang mencapai 17.000 ringgit. ”KBRI telah mendampingi Siti melapor ke polisi, kami juga telah membawanya ke rumah sakit Universitas Malaya untuk divisum,” ujar Widyarka.
Di Jakarta, Juru Bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah mengungkapkan, majikan Siti Hajar, telah diserahkan ke Polisi Malaysia untuk di periksa dan diproses berdasarkan hukum. Menurutnya, Siti Hajar untuk sementara akan tinggal di tempat penampungan KBRI di Kuala Lumpur.
Sejak diberangkatkan ke Malaysia pada tanggal 28 April 2006 oleh PT Mangga Dua Mahkota, Siti hampir tidak pernah menghubungi keluarganya. Dia juga tak pernah mengirim uang, sehingga kedua anaknya Toni, 14 tahun, dan Jakki, 4 tahun, terpaksa dirawat kakak Siti, Isah, 36 tahun.
Kemarin pukul 10 pagi, Siti akhirnya bisa berbicara dengan keluarganya melalui sambungan telepon. Dalam percakapan singkat itu Siti meminta keluarganya memperjuangkan kasusnya. Ia juga mengungkapkan rasa rindu kepada dua anaknya dan ingin cepat pulang ke Indonesia. Adapun majikannya ditahan polisi kemarin.
Konselor Penerangan Sosial dan Budaya Kedutaan Indonesia Widyarka Ryananta kemarin mengatakan sekujur tubuh Siti kerap dipukul dengan kayu bila melakukan kesalahan saat bekerja. Bahkan kini kulit wajah Siti, yang awalnya sedikit hitam, berubah menjadi keputih-keputihan akibat sering disiram air panas. ”Kondisi Siti sangat mengenaskan, bahkan lebih parah dari Nirmala Bonat. Ini Nirmala Bonat kedua,” kata Widyarka, mengingatkan akan nasib Nirmala, pembantu asal Indonesia yang juga mengalami penyiksaan oleh majikan di Malaysia.
Menurut Widyarka, Siti mulai bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia pada 2 Juli 2006. Semula Siti bekerja pada majikan bernama Lim Hu Su selama empat hari. Tapi ia kemudian pindah ke majikan lain bernama Michel. Di tempat Michel, di 1/19/1 Lanai Kiara 3, Bukit Kiara, Mont Kiara, Kuala Lumpur, inilah penderitaan Siti dimulai. Senin tengah malam lalu, Siti akhirnya berhasil kabur dari rumah majikannya. Ia melarikan diri dengan bersembunyi di sejumlah bus. Saat hari sudah pagi, ia memberhentikan taksi dan memohon kepada sopirnya untuk diantar ke gedung Kedutaan Indonesia.
Setelah menerima laporan Siti, Kedutaan Indonesialangsung memanggil majikan dan perusahaan yang mendatangkan Siti ke Malaysia, PT AT Venture Provision. Majikan Siti Hajar mengakui dirinya orang yang temperamental dan cepat marah. Michel mengaku menjadi orangtua tunggal dengan dua anak. Dia bersedia membayar gaji Siti Hajar selama 34 bulan yang mencapai 17.000 ringgit. ”KBRI telah mendampingi Siti melapor ke polisi, kami juga telah membawanya ke rumah sakit Universitas Malaya untuk divisum,” ujar Widyarka.
Di Jakarta, Juru Bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah mengungkapkan, majikan Siti Hajar, telah diserahkan ke Polisi Malaysia untuk di periksa dan diproses berdasarkan hukum. Menurutnya, Siti Hajar untuk sementara akan tinggal di tempat penampungan KBRI di Kuala Lumpur.
Sejak diberangkatkan ke Malaysia pada tanggal 28 April 2006 oleh PT Mangga Dua Mahkota, Siti hampir tidak pernah menghubungi keluarganya. Dia juga tak pernah mengirim uang, sehingga kedua anaknya Toni, 14 tahun, dan Jakki, 4 tahun, terpaksa dirawat kakak Siti, Isah, 36 tahun.
Kemarin pukul 10 pagi, Siti akhirnya bisa berbicara dengan keluarganya melalui sambungan telepon. Dalam percakapan singkat itu Siti meminta keluarganya memperjuangkan kasusnya. Ia juga mengungkapkan rasa rindu kepada dua anaknya dan ingin cepat pulang ke Indonesia. Adapun majikannya ditahan polisi kemarin.
Orang Miskin Dilarang Sakit
Wartawan Harian Ekonomi NERACA
Pengumpulan koin untuk membantu biaya pengobatan Bilqis memang menyedihkan. Seharusnya, negara bertanggungjawab terhadap kesehatan rakyatnya. Dantitu jelas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.Di Perancis, semua biaya pengobatan di rumah sakit ditanggung oleh negara. Jadi rakyat bisa gratis berobat. Meski gratis, narnun sudah pasti tak ada orang yang ingin sakit.
Kasus Bilqis kembali membuka mata kita betapa mahalnya biaya berobat di rumah sakit. Orang tua Bilqis harus menyediakan dana tak kurang dari Rp 1 miliar untuk membiayai operasinya.Bagi mayoritas orang Indonesia, membayar biaya sebesar Rp 1 miliar jelas jauh dari jangkauan kemampuan. Tapi apa mau dikata, Pemerintah memang tak mampu membiayai rakyatnya agar bisa gratis berobat Atau minimal, menurunkan harga layanan rumah sakit dan harga obat-obatan.
Susahnya, sudah tarifnya mahal, belum tentu pelayanannya bagus dan elegan. Lihat saja kasus Prita yang malah digugat rumah sakit hanya gara-gara mengeluhkan jeleknya pelayanan dokter dan perawat di rumah sakit Boleh saja Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan pemerintah sudah melakukan rasionalisasi harga obat generik dan membuat ketetapan harga obat generik yang baru. Sayangnya, selain menurunkan harga obat generik, pemerintah juga menaikkan beberapa jenis obat generik. Setidaknya, Pemerintah menaikkan 22 jenis obat generik yang terdiri atas 33 item sediaan obat generik
Alasan Menteri Kesehatan, ada obat yang harus naik karena kalau tidak dinaikkan orangnya tidak bisa produksi, akibatnya obat hilang dari peredaran. Kalau obatnya hilang, orang yang sakit dan butuh obat itu jadi tidak tertolong.
Menteri Kesehatan juga mengatakan, penyesuaian harga obat generik tersebut tidak akan berpengaruh nyata terhadap kelangsungan pelayanan kesehatan pada fasilitas milik pemerintah. "Fasilitas yang melayani Jamkesmas dan orang yang masuk Jam-kesmas tidak akan terdampak karena biaya pemerintah yang menanggung. Pembayaran juga dengan sistem paket" katanya.
Argumen Menkes lumayan menjengkelkan, Orang sakit bukanlah komoditas yang harus dijadikan alat pencari keuntungan., pemerintah harus menaikkan subsidi atau memperjelas aturan Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesmas).
Jamkesmas temyata belum bisa menjadi fasilitator bagi orang miskin untuk mendapat pengobatan gratis. Lantaran, dalam prosesnya, banyak pihak yang seharusnya tidak mendapat Jamkesmas justru malah dapat Penyebabnya, aparat di tingkat kelurahan seringkali memasukan nama keluarganya dan mengeluarkan nama orang lain. Padahal sebenarnya, orang yang namanya ditendang itu justru orang miskin yang butuh fasilitas Jamkesmas.
Namun yang paling menjengkelkan adalah, meskipun biaya rumah sakit dan obat-obatan mahal, namun pelayanannya belum sesuai harga. Pelayanan rumah sakit di Indonesia masih alakadarnya. Namun kalau pasien mengeluh soal layanan, yang terjadi adalah perlawanan frontal. Kasus Prita adalah buktinya. Jadi kalau bisa, sebaiknya jangan sakit deh. Apalagi kalau Anda miskin.
Pengumpulan koin untuk membantu biaya pengobatan Bilqis memang menyedihkan. Seharusnya, negara bertanggungjawab terhadap kesehatan rakyatnya. Dantitu jelas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.Di Perancis, semua biaya pengobatan di rumah sakit ditanggung oleh negara. Jadi rakyat bisa gratis berobat. Meski gratis, narnun sudah pasti tak ada orang yang ingin sakit.
Kasus Bilqis kembali membuka mata kita betapa mahalnya biaya berobat di rumah sakit. Orang tua Bilqis harus menyediakan dana tak kurang dari Rp 1 miliar untuk membiayai operasinya.Bagi mayoritas orang Indonesia, membayar biaya sebesar Rp 1 miliar jelas jauh dari jangkauan kemampuan. Tapi apa mau dikata, Pemerintah memang tak mampu membiayai rakyatnya agar bisa gratis berobat Atau minimal, menurunkan harga layanan rumah sakit dan harga obat-obatan.
Susahnya, sudah tarifnya mahal, belum tentu pelayanannya bagus dan elegan. Lihat saja kasus Prita yang malah digugat rumah sakit hanya gara-gara mengeluhkan jeleknya pelayanan dokter dan perawat di rumah sakit Boleh saja Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan pemerintah sudah melakukan rasionalisasi harga obat generik dan membuat ketetapan harga obat generik yang baru. Sayangnya, selain menurunkan harga obat generik, pemerintah juga menaikkan beberapa jenis obat generik. Setidaknya, Pemerintah menaikkan 22 jenis obat generik yang terdiri atas 33 item sediaan obat generik
Alasan Menteri Kesehatan, ada obat yang harus naik karena kalau tidak dinaikkan orangnya tidak bisa produksi, akibatnya obat hilang dari peredaran. Kalau obatnya hilang, orang yang sakit dan butuh obat itu jadi tidak tertolong.
Menteri Kesehatan juga mengatakan, penyesuaian harga obat generik tersebut tidak akan berpengaruh nyata terhadap kelangsungan pelayanan kesehatan pada fasilitas milik pemerintah. "Fasilitas yang melayani Jamkesmas dan orang yang masuk Jam-kesmas tidak akan terdampak karena biaya pemerintah yang menanggung. Pembayaran juga dengan sistem paket" katanya.
Argumen Menkes lumayan menjengkelkan, Orang sakit bukanlah komoditas yang harus dijadikan alat pencari keuntungan., pemerintah harus menaikkan subsidi atau memperjelas aturan Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesmas).
Jamkesmas temyata belum bisa menjadi fasilitator bagi orang miskin untuk mendapat pengobatan gratis. Lantaran, dalam prosesnya, banyak pihak yang seharusnya tidak mendapat Jamkesmas justru malah dapat Penyebabnya, aparat di tingkat kelurahan seringkali memasukan nama keluarganya dan mengeluarkan nama orang lain. Padahal sebenarnya, orang yang namanya ditendang itu justru orang miskin yang butuh fasilitas Jamkesmas.
Namun yang paling menjengkelkan adalah, meskipun biaya rumah sakit dan obat-obatan mahal, namun pelayanannya belum sesuai harga. Pelayanan rumah sakit di Indonesia masih alakadarnya. Namun kalau pasien mengeluh soal layanan, yang terjadi adalah perlawanan frontal. Kasus Prita adalah buktinya. Jadi kalau bisa, sebaiknya jangan sakit deh. Apalagi kalau Anda miskin.
KETAHANAN NASIONAL 2
Pengertian Ketahanan Nasional Indonesia
Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi. Tannas berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam dan Negara untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan Negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasional.
Asas-Asas Tannas Indonesia
Asas Ketahanan Indonesia adalah taat laku berdasarkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara, yang terdiri dari :
a) Asas Kesejahteraan dan Keamanan
Kesejahteraan dan kemakmuran dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dan merupakan kebutuhan manusia yang mendasar dan esensial. Dengan demikian, kesejahteraan dan keamanan merupakan asa dalam sistem kehidupan nasional. Tanpa kesejateraaan dan keamanan, sesitem kehidupan nasional tidak akan dapat berlangsung. Kesejahteraan dan keamanan merupakan nilai intrinsik yang ada pada sistem kehidupan nasuional itu sendiri. Kesejahtrean maupun keamanan harus selalu ada, berdampingan pada kondisi apa pun.
Dalam kehidupan nasional, tingkat kesejahteraan dan keamanan nasional yang dicapai merupakan tolok ukur Ketahanan Nasional
b) Asas Komprehensif Integral atau Menyeluruh Terpadu
Sistem kehidupan nasional mencakup segenap aspek kehidupan bangsa dalam bentuk perwujudan persatuan dan perpaduan yang seimbang, serasi dan selaras pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ketahanan Nasional mencakup ketahanan segenap aspek kehidupan bangsa secara utuh, menyeluruh dan terpadu (komprehensif intergral).
c) Asas Mawas ke Dalam dan Mawas ke Luar
Sistem kehidupan naasional merupakan perpaduan segenap aspek kehidupan bangsa yang saling berinteraksi. Di samping itu, sistem kehidupan nasional juga berinteraksi dengan linkungan sekelilingnya.
Sifat Ketahanan Nasional Indonosia
Ketahanan Nasioanal memiliki sifat yang terbentuk dari nilai-nilai yang terkadang dalam landasan dan asas-asanya, yaitu:
a. Mandiri
Ketahanan Nasional percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta pada keuletan dan ketangguhan, yang mengandung prinsip tidak mudah menyerah, dengan tumpuan pada identitas, integritas dan kepribadian bangsa. Kemandirian (idenpendency) ini merupakan prasyarat untuk menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dalam perkembangan global (interdependent).
b. Dinamis
Ketahanan Nasional tidaklah tetap. Ia dapat meningkat atau menurun, tergantung pada situasi dan kondisi bangsa, Negara serta lingkungan strategisnya. Hal ini sesuai dengan hakikat bahwa segala sesuatu di dunia ini senantiasa berubah dan perubahan itu senantiasa berubah pula. Karena itu, upaya peningkatan Ketahanan Nasional harus senantiasa diorientasikan ke masa depan dan dinamikanya diarahkan untuk pencapaian kondisi kehidupan nasional yang lebih baik.
c. Wibawa
Keberhasilan pembinaan Ketahanan Nasional Indonesia secara lanjut dan berkesinambungan akan meningkatkan kemampuan dan keseimbangan akan meningkatkan kemampuan dan kekuatan bangsa. Makin tinggi tingkat Ketahanan Nasional Indonesia makin tinggi pula nilai kewibawaan dan tingkat daya tangkal yang dimiliki oleh bangsa dan negara Indonesia.
d. Konsultasi dan Kerjasama
Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia tidak mengutamakan sikap konfrontatif dan atagonistis, tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuata fisik semata, tetapi lebih mengutamakan sikap konsultatif, kerjasama serta saling menghargai dengan mengandalkan kekuatan, moral, dan kepribadian bangsa.
Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi. Tannas berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam dan Negara untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan Negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasional.
Asas-Asas Tannas Indonesia
Asas Ketahanan Indonesia adalah taat laku berdasarkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara, yang terdiri dari :
a) Asas Kesejahteraan dan Keamanan
Kesejahteraan dan kemakmuran dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dan merupakan kebutuhan manusia yang mendasar dan esensial. Dengan demikian, kesejahteraan dan keamanan merupakan asa dalam sistem kehidupan nasional. Tanpa kesejateraaan dan keamanan, sesitem kehidupan nasional tidak akan dapat berlangsung. Kesejahteraan dan keamanan merupakan nilai intrinsik yang ada pada sistem kehidupan nasuional itu sendiri. Kesejahtrean maupun keamanan harus selalu ada, berdampingan pada kondisi apa pun.
Dalam kehidupan nasional, tingkat kesejahteraan dan keamanan nasional yang dicapai merupakan tolok ukur Ketahanan Nasional
b) Asas Komprehensif Integral atau Menyeluruh Terpadu
Sistem kehidupan nasional mencakup segenap aspek kehidupan bangsa dalam bentuk perwujudan persatuan dan perpaduan yang seimbang, serasi dan selaras pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ketahanan Nasional mencakup ketahanan segenap aspek kehidupan bangsa secara utuh, menyeluruh dan terpadu (komprehensif intergral).
c) Asas Mawas ke Dalam dan Mawas ke Luar
Sistem kehidupan naasional merupakan perpaduan segenap aspek kehidupan bangsa yang saling berinteraksi. Di samping itu, sistem kehidupan nasional juga berinteraksi dengan linkungan sekelilingnya.
Sifat Ketahanan Nasional Indonosia
Ketahanan Nasioanal memiliki sifat yang terbentuk dari nilai-nilai yang terkadang dalam landasan dan asas-asanya, yaitu:
a. Mandiri
Ketahanan Nasional percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta pada keuletan dan ketangguhan, yang mengandung prinsip tidak mudah menyerah, dengan tumpuan pada identitas, integritas dan kepribadian bangsa. Kemandirian (idenpendency) ini merupakan prasyarat untuk menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dalam perkembangan global (interdependent).
b. Dinamis
Ketahanan Nasional tidaklah tetap. Ia dapat meningkat atau menurun, tergantung pada situasi dan kondisi bangsa, Negara serta lingkungan strategisnya. Hal ini sesuai dengan hakikat bahwa segala sesuatu di dunia ini senantiasa berubah dan perubahan itu senantiasa berubah pula. Karena itu, upaya peningkatan Ketahanan Nasional harus senantiasa diorientasikan ke masa depan dan dinamikanya diarahkan untuk pencapaian kondisi kehidupan nasional yang lebih baik.
c. Wibawa
Keberhasilan pembinaan Ketahanan Nasional Indonesia secara lanjut dan berkesinambungan akan meningkatkan kemampuan dan keseimbangan akan meningkatkan kemampuan dan kekuatan bangsa. Makin tinggi tingkat Ketahanan Nasional Indonesia makin tinggi pula nilai kewibawaan dan tingkat daya tangkal yang dimiliki oleh bangsa dan negara Indonesia.
d. Konsultasi dan Kerjasama
Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia tidak mengutamakan sikap konfrontatif dan atagonistis, tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuata fisik semata, tetapi lebih mengutamakan sikap konsultatif, kerjasama serta saling menghargai dengan mengandalkan kekuatan, moral, dan kepribadian bangsa.
KETAHANAN NASIONAL
LATAR BELAKANG
Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.
Contoh Bentuk-bentuk ancaman menurut doktrin hankamnas (catur dharma eka karma) :
1. Ancaman di dalam negeri
Contohnya adalah pemeberontakan dan subversi yang berasal atau terbentuk dari masyarakat indonesia.
2. Ancama dari luar negeri
Contohnya adalah infiltrasi, subversi dan intervensi dari kekuatan kolonialisme dan imperialisme serta invasi dari darat, udara dan laut oleh musuh dari luar negri.
TUJUAN KETAHANAN NASIONAL
Tujuan ketahanan nasional pada dasarnya untuk menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (AHTG).
Jadi semakin kuat ketahanan nasional suatu bangsa semakin dapat menjamin kelangsungan hidup atau survival hidup suatu bangsa dan Negara. Oleh karena itu, sekarang yang dibutuhkan adalah bagaimana membangun ketahanan nasional nasional secara bottom up approach melalui pembinaan tingkat ketahanan dari mulai ketahanan nasional, ketahanan daerah, ketahanan lingkungan, ketahanan keluarga dan ketahanan pribadi.
Dengan pembangunan ketahanan nasional melalui pendekatan dari bawah maka diharapkan dapat tercapai kondisi keamanan nasional yang menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara dan sekaligus pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah.
PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Ciri-ciri berfikir filosfi :
1. Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi.
2. Berfikir secara sistematis.
3. Menyusun suatu skema konsepsi, dan
4. Menyeluruh.
Empat persoalan yang ingin dipecahkan oleh filsafat ialah :
1. Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini dipelajari oleh Metafisika
2. Apakah yang dapat saya ketahui? Permasalahan ini dikupas oleh Epistemologi.
3. Apakah manusia itu? Masalah ini dibahas olen Atropologi Filsafat.
Beberapa ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah:
1. Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis.
2. Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.
3. Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.
4. Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah :
1. Sebagai dasar dalam bertindak.
2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.
3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik.
4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
FILSAFAH NASIONAL
Filsafah nasional adalah suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya.
Pendidikan nasional Indonesrn adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna memperlanar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila" yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.
IDEOLOGI NEGARA
Ideologi secara praktis diartikan sebagai system dasar seseorang tentang nilai-nilai dan tujuan-tujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Jika diterapkan oleh Negara maka ideology diartikan sebagai kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik sebagai individu, social, maupun dalam kehidupan bernegara.
Pancasila sebagai Ideologi Terbuka, Pancasila jika dilihat dari nilai-nilai dasarnya, dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka. Dalam ideology terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar, bersifat tetap dan tidak berubah. Oleh kareanya ideology tersebut tidak langsung bersifat operasional, masih harus dieksplisitkan, dijabarkan melalui penafsiran yang sesuai dengan konteks jaman. Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki ideologi-ideologi idealitas, normative dan realities.
Perbandingan antara Ideologi Liberalisme, Komunisme dan Pancasila
a. Liberalisme
Jika dibandingkan dengan ideology Pancasila yang secara khusus norma-normanya terdapat di dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka dapat dikatakan bahwa hal-hal yang terdapat di dalam liberalisme terdapat di dalam pasal-pasal UUD 1945, tetapi Pancasila menolak liberalisme sebagai ideology yang bersifat absolutisasi dan determinisme.
b. Ideologi Komunis
Ideologi komunisme bersifat absolutisasi dan determinisme, karena memberi perhatian yang sangat besar kepada kolektivitas atau masyarakat, kebebasan individu, hak milik pribadi tidak diberi tempat dalam Negara komunis. Manusia dianggap sebagai “sekrup” dalam sebuah kolektivitas.
c. Ideologi Pancasila
Pancasila sebagai Ideologi memberi kedudukan yang seimbang kepada manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Pancasila bertitik tolak dari pandangan bahwa secara kodrati bersifat monopluralis, yaitu manusia yang satu tetapi dapat dilihat dari berbagai dimensi dalam aktualisasinya.
Implementasi Pancasila sebagai Paradigma dalam Berbagai Bidang adalah :
1. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Pendidikan
Pendidikan nasional harus dipersatukan atas dasar Pancasila. Tak seyogyanya bagi penyelesaian-penyelesaian masalah-masalah pendidikan nasional dipergunakan secara langsung system-sistem aliran-aliran ajaran, teori, filsafat dan praktek pendidikan berasal dari luar.
2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ideologi
Pengembangan Pancasila sebagai ideologi yang memiliki dimensi realitas, idealitas dan fleksibilitas menghendaki adanya dialog yang tiada henti dengan tantangan-tantangan masa kini dan masa depan dengan tetap mengacu kepada pencapaian tujuan nasional dan cita-cita nasional Indonesia.
3. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Ada perkembangan baru yang menarik berhubung dengan dasar Negara kita. Dengan kelima prinsipnya Pancasila memang menjadi dasar yang cukup integrative bagi kelompok-kelompok politik yang cukup heterogen dalam sejarah Indonesia modern.
4. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi nasional harus juga berarti pembangunan system ekonomi yang kita anggap paling cocok bagi bangsa Indonesia. Dalam penyusunan system ekonomi nasional yang tangguh untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sudah semestinya Pancasila sebagai landasan filosofisnya.
5. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Sosial-Budaya
Pancasila merupakan suatu kerangka di dalam suatu kelompok di dalam masyarakat dapat hidup bersama, bekerja bersama di dalam suatu dialog karya yang terus menerus guna membangun suatu masa depan bersama
6. Pancasila sebagai Paradigma Ketahanan Sosial
Perangkat nilai pada bangsa yang satu berbeda dengan perangkat nilai pada bangsa lain. Bagi bangsa Indonesia, perangkat nilai itu adalah Pancasila. Kaitan Pancasila dan ketahanan nasional adalah kaitan antara ide yang mengakui pluralitas yang membutuhkan kebersamaan dan realitas terintegrasinya pluralitas.
7. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Pembangunan hukum bukan hanya memperhatikan nilai-nilai filosofis, asas yang terkandung dalam Negara hukum, tetapi juga mempertimbangkan realitas penegakan hukum dan kesadaran hukum masyarakat.
8. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama
Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya sebagai suatu keniscayaan.
9. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu dan Teknologi
Pancasila mengandung hal-hal yang penting dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Perkembangan IPTEK dewasa ini dan di masa yang akan datang sangat cepat, makin menyentuh inti hayati dan materi di satu pihak, serta menggapai angkasa luas dan luar angkasa di lain pihak, lagi pula memasuki dan mempengaruhi makin dalam segala aspek kehidupan dan intitusi budaya.
Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.
Contoh Bentuk-bentuk ancaman menurut doktrin hankamnas (catur dharma eka karma) :
1. Ancaman di dalam negeri
Contohnya adalah pemeberontakan dan subversi yang berasal atau terbentuk dari masyarakat indonesia.
2. Ancama dari luar negeri
Contohnya adalah infiltrasi, subversi dan intervensi dari kekuatan kolonialisme dan imperialisme serta invasi dari darat, udara dan laut oleh musuh dari luar negri.
TUJUAN KETAHANAN NASIONAL
Tujuan ketahanan nasional pada dasarnya untuk menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (AHTG).
Jadi semakin kuat ketahanan nasional suatu bangsa semakin dapat menjamin kelangsungan hidup atau survival hidup suatu bangsa dan Negara. Oleh karena itu, sekarang yang dibutuhkan adalah bagaimana membangun ketahanan nasional nasional secara bottom up approach melalui pembinaan tingkat ketahanan dari mulai ketahanan nasional, ketahanan daerah, ketahanan lingkungan, ketahanan keluarga dan ketahanan pribadi.
Dengan pembangunan ketahanan nasional melalui pendekatan dari bawah maka diharapkan dapat tercapai kondisi keamanan nasional yang menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara dan sekaligus pelaksanaan pembangunan di berbagai daerah.
PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Ciri-ciri berfikir filosfi :
1. Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi.
2. Berfikir secara sistematis.
3. Menyusun suatu skema konsepsi, dan
4. Menyeluruh.
Empat persoalan yang ingin dipecahkan oleh filsafat ialah :
1. Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini dipelajari oleh Metafisika
2. Apakah yang dapat saya ketahui? Permasalahan ini dikupas oleh Epistemologi.
3. Apakah manusia itu? Masalah ini dibahas olen Atropologi Filsafat.
Beberapa ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah:
1. Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis.
2. Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.
3. Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.
4. Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah :
1. Sebagai dasar dalam bertindak.
2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.
3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik.
4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
FILSAFAH NASIONAL
Filsafah nasional adalah suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya.
Pendidikan nasional Indonesrn adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna memperlanar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila" yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.
IDEOLOGI NEGARA
Ideologi secara praktis diartikan sebagai system dasar seseorang tentang nilai-nilai dan tujuan-tujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Jika diterapkan oleh Negara maka ideology diartikan sebagai kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik sebagai individu, social, maupun dalam kehidupan bernegara.
Pancasila sebagai Ideologi Terbuka, Pancasila jika dilihat dari nilai-nilai dasarnya, dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka. Dalam ideology terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar, bersifat tetap dan tidak berubah. Oleh kareanya ideology tersebut tidak langsung bersifat operasional, masih harus dieksplisitkan, dijabarkan melalui penafsiran yang sesuai dengan konteks jaman. Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki ideologi-ideologi idealitas, normative dan realities.
Perbandingan antara Ideologi Liberalisme, Komunisme dan Pancasila
a. Liberalisme
Jika dibandingkan dengan ideology Pancasila yang secara khusus norma-normanya terdapat di dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka dapat dikatakan bahwa hal-hal yang terdapat di dalam liberalisme terdapat di dalam pasal-pasal UUD 1945, tetapi Pancasila menolak liberalisme sebagai ideology yang bersifat absolutisasi dan determinisme.
b. Ideologi Komunis
Ideologi komunisme bersifat absolutisasi dan determinisme, karena memberi perhatian yang sangat besar kepada kolektivitas atau masyarakat, kebebasan individu, hak milik pribadi tidak diberi tempat dalam Negara komunis. Manusia dianggap sebagai “sekrup” dalam sebuah kolektivitas.
c. Ideologi Pancasila
Pancasila sebagai Ideologi memberi kedudukan yang seimbang kepada manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Pancasila bertitik tolak dari pandangan bahwa secara kodrati bersifat monopluralis, yaitu manusia yang satu tetapi dapat dilihat dari berbagai dimensi dalam aktualisasinya.
Implementasi Pancasila sebagai Paradigma dalam Berbagai Bidang adalah :
1. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Pendidikan
Pendidikan nasional harus dipersatukan atas dasar Pancasila. Tak seyogyanya bagi penyelesaian-penyelesaian masalah-masalah pendidikan nasional dipergunakan secara langsung system-sistem aliran-aliran ajaran, teori, filsafat dan praktek pendidikan berasal dari luar.
2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ideologi
Pengembangan Pancasila sebagai ideologi yang memiliki dimensi realitas, idealitas dan fleksibilitas menghendaki adanya dialog yang tiada henti dengan tantangan-tantangan masa kini dan masa depan dengan tetap mengacu kepada pencapaian tujuan nasional dan cita-cita nasional Indonesia.
3. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Ada perkembangan baru yang menarik berhubung dengan dasar Negara kita. Dengan kelima prinsipnya Pancasila memang menjadi dasar yang cukup integrative bagi kelompok-kelompok politik yang cukup heterogen dalam sejarah Indonesia modern.
4. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi nasional harus juga berarti pembangunan system ekonomi yang kita anggap paling cocok bagi bangsa Indonesia. Dalam penyusunan system ekonomi nasional yang tangguh untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sudah semestinya Pancasila sebagai landasan filosofisnya.
5. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Sosial-Budaya
Pancasila merupakan suatu kerangka di dalam suatu kelompok di dalam masyarakat dapat hidup bersama, bekerja bersama di dalam suatu dialog karya yang terus menerus guna membangun suatu masa depan bersama
6. Pancasila sebagai Paradigma Ketahanan Sosial
Perangkat nilai pada bangsa yang satu berbeda dengan perangkat nilai pada bangsa lain. Bagi bangsa Indonesia, perangkat nilai itu adalah Pancasila. Kaitan Pancasila dan ketahanan nasional adalah kaitan antara ide yang mengakui pluralitas yang membutuhkan kebersamaan dan realitas terintegrasinya pluralitas.
7. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Pembangunan hukum bukan hanya memperhatikan nilai-nilai filosofis, asas yang terkandung dalam Negara hukum, tetapi juga mempertimbangkan realitas penegakan hukum dan kesadaran hukum masyarakat.
8. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama
Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya sebagai suatu keniscayaan.
9. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu dan Teknologi
Pancasila mengandung hal-hal yang penting dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Perkembangan IPTEK dewasa ini dan di masa yang akan datang sangat cepat, makin menyentuh inti hayati dan materi di satu pihak, serta menggapai angkasa luas dan luar angkasa di lain pihak, lagi pula memasuki dan mempengaruhi makin dalam segala aspek kehidupan dan intitusi budaya.
Langganan:
Postingan (Atom)