Wartawan Harian Ekonomi NERACA
Pengumpulan koin untuk membantu biaya pengobatan Bilqis memang menyedihkan. Seharusnya, negara bertanggungjawab terhadap kesehatan rakyatnya. Dantitu jelas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.Di Perancis, semua biaya pengobatan di rumah sakit ditanggung oleh negara. Jadi rakyat bisa gratis berobat. Meski gratis, narnun sudah pasti tak ada orang yang ingin sakit.
Kasus Bilqis kembali membuka mata kita betapa mahalnya biaya berobat di rumah sakit. Orang tua Bilqis harus menyediakan dana tak kurang dari Rp 1 miliar untuk membiayai operasinya.Bagi mayoritas orang Indonesia, membayar biaya sebesar Rp 1 miliar jelas jauh dari jangkauan kemampuan. Tapi apa mau dikata, Pemerintah memang tak mampu membiayai rakyatnya agar bisa gratis berobat Atau minimal, menurunkan harga layanan rumah sakit dan harga obat-obatan.
Susahnya, sudah tarifnya mahal, belum tentu pelayanannya bagus dan elegan. Lihat saja kasus Prita yang malah digugat rumah sakit hanya gara-gara mengeluhkan jeleknya pelayanan dokter dan perawat di rumah sakit Boleh saja Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan pemerintah sudah melakukan rasionalisasi harga obat generik dan membuat ketetapan harga obat generik yang baru. Sayangnya, selain menurunkan harga obat generik, pemerintah juga menaikkan beberapa jenis obat generik. Setidaknya, Pemerintah menaikkan 22 jenis obat generik yang terdiri atas 33 item sediaan obat generik
Alasan Menteri Kesehatan, ada obat yang harus naik karena kalau tidak dinaikkan orangnya tidak bisa produksi, akibatnya obat hilang dari peredaran. Kalau obatnya hilang, orang yang sakit dan butuh obat itu jadi tidak tertolong.
Menteri Kesehatan juga mengatakan, penyesuaian harga obat generik tersebut tidak akan berpengaruh nyata terhadap kelangsungan pelayanan kesehatan pada fasilitas milik pemerintah. "Fasilitas yang melayani Jamkesmas dan orang yang masuk Jam-kesmas tidak akan terdampak karena biaya pemerintah yang menanggung. Pembayaran juga dengan sistem paket" katanya.
Argumen Menkes lumayan menjengkelkan, Orang sakit bukanlah komoditas yang harus dijadikan alat pencari keuntungan., pemerintah harus menaikkan subsidi atau memperjelas aturan Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkesmas).
Jamkesmas temyata belum bisa menjadi fasilitator bagi orang miskin untuk mendapat pengobatan gratis. Lantaran, dalam prosesnya, banyak pihak yang seharusnya tidak mendapat Jamkesmas justru malah dapat Penyebabnya, aparat di tingkat kelurahan seringkali memasukan nama keluarganya dan mengeluarkan nama orang lain. Padahal sebenarnya, orang yang namanya ditendang itu justru orang miskin yang butuh fasilitas Jamkesmas.
Namun yang paling menjengkelkan adalah, meskipun biaya rumah sakit dan obat-obatan mahal, namun pelayanannya belum sesuai harga. Pelayanan rumah sakit di Indonesia masih alakadarnya. Namun kalau pasien mengeluh soal layanan, yang terjadi adalah perlawanan frontal. Kasus Prita adalah buktinya. Jadi kalau bisa, sebaiknya jangan sakit deh. Apalagi kalau Anda miskin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar